Tanya Jawab Hukum Waris Islam oleh Dr Dian Berkah SHI MHI; Wakil Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim, dosen FAI Universitas Muhammadiyah Surabaya, dan founder Waris Center.
Tarjihjatim.pwmu.co – Bolehkah harta waris diwakafkan semuanya, seperti kasus ini. Saya punya seorang sepupu perempuan meninggal dunia, dia belum menikah, tetapi memiliki harta warisan. Sepupu yang meninggal ini masih mempunyai pakde yang masih hidup, yang merupakan saudara dari ibunya.
Jawaban
Alhamdulillah dan terima kasih atas pertanyaan yang disampaikan. Semoga usaha ini menjadi amal saleh dan ilmu yang bermanfaat bagi si mayit, saudara si mayit yang masih hidup, ahli waris, dan kita.
Berbicara kewarisan adalah berbicara distribusi harta. Dalam perspektif ekonomi Islam, kewarisan merupakan salah satu instrumen distribusi harta kekayaan (instrument wealth distribution), ketika ada seorang individu meninggal dunia dan meninggalkan harta (surat an-Nisa ayat 7).
Ketika seorang individu masih hidup, dia berkeinginan mendistribusikan harta yang dimilikinya kepada orang lain. Distribusi hartanya dapat menggunakan instrumen distribusi seperti hibah, zakat, infak, sedekah, wakaf, dan wasiat. Ketika seseorang sudah meninggal, maka instrumen distribusi hartanya adalah waris. Semua instrumen distribusi tersebut mengikuti ketentuannya masing-masing.
Hibah adalah instrumen distribusi harta. Hibah sebagai instrumen distribusi, diperuntukkan bagi calon ahli waris dan selain ahli waris. Hibah harus diketahui oleh keluarga atau orang lain sebagai saksi. Minimal ada di antara mereka berjumlah dua orang saksi. Besaran maksimal dari harta yang bisa didistribusikan melalui instrumen hibah adalah 1/3 dari harta yang dimiliki. Ketentuan besaran maksimal tersebut diqiyaskan dengan instrumen wasiat.
Berbeda dengan instrumen zakat. Hukumnya wajib bagi setiap individu Muslim, yang telah mencukupi nisabdan haul. Nisab adalah batas ketentuan harta dikenakan wajib zakat. Sementara, haul adalah masa kepemilikan harta telah mencapai satu tahun.
Misalnya, harta berupa emas, nisab-nya 85 gram. Ketika seseorang memiliki harta seberat minimal 85 gram dan kepemilikannya telah masuk satu tahun, maka kepemilikan emas tersebut, wajib dikenakan zakat. Besaran zakatnya adalah 2,5 persen dari jumlah emas yang dimiliki.
Distribusi zakat harus diberikan kepada delapan golongan (ashnaf). Dalam surat al-Taubah ayat 60 mereka yang berhak menerima dana zakat di antaranya fakir, miskin, gharimin (berhutang), mualaf, sabilillah, dan amil. Tentu besaran zakat bergantung kepada jenis zakatnya. Seperti zakat mal (zakat harta benda simpanan, termasuk emas di dalamnya), pertanian, dan peternakan.
Instrumen distribusi lainnya seperti infak dan sedekah yang bersifat sunah. Besaran nilai dari harta yang dikeluarkan melalui infak dan sedekah tidak ditentukan batasannya. Tentu bisa digunakan sebagai batasan maksimal seperti wasiat, hibah, dan lainnya maksimal 1/3 dari harta yang dimilikinya.
Siapa pun boleh mendistribusikan hartanya melalui infak dan sedekah kepada orang lain. Sebagai instrumen distribusi harta untuk kepentingan sosial, tidak mengapa tentunya, jika infak dan sedekah diberikan kepada keluarga terdekat, keluarga terjauh, dan orang lain.
Sebagai catatan, perihal zakat, infak, dan sedekah (ZIS), sebaiknya melibatkan lembaga pengelola zakat (amil) yang berizin dan secara profesional mampu menghimpun dan men-tasharuf-kan dana ZIS tersebut. Di antara lembaga zakat yang ada seperti Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Lembaga Amil Zakat Muhammadiyah (Lazismu), Lembaga Amil Zakat Nahdhatul Ulama (Lazisnu), dan lembaga amil zakat lainnya yang juga telah mendapat izin operasional.
Baca sambungan di halaman 2: Instrumen Wakaf dan Wasiat