Menuntut Harta Waris Ayah saat Ibu Masih Hidup; Tanya Jawab Hukum Waris Islam oleh Dr Dian Berkah SHI MHI; Wakil Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim, dosen FAI Universitas Muhammadiyah Surabaya, dan founder Waris Center.
Tarjihjatim.pwmu.co – Bagaimana menurut Ustadz, apakah boleh ahli waris menuntut hak bagian warisnya, sedangkan ibunya masih hidup.
Sementara harta waris dari ayah yang meninggal dikuasai oleh salah satu ahli waris. Begitu juga, ketika ibu ada kebutuhan (keperluan) beliau meminta bantuan kepada salah satu ahli waris.
Jawaban
Kewarisan Islam merupakan instrumen distribusi harta waris yang ditinggalkan oleh si mayit (pewaris) agar terdistribusi kepada seluruh ahli waris si mayit. Karena itu instrumen waris sebagaimana yang dikenal dengan hukum kewarisan Islam (ilmu faraidh) berfungsi mencegah terjadi penguasaan harta waris oleh salah satu ahli waris.
Hukum kewarisan Islam adalah ketentuan Allah secara langsung dalam merespon ketidakadilan distribusi harta waris yang terjadi di masyarakat pada masa Nabi Muhammad SAW. Mereka hanya membagi harta waris kepada jalur laki-laki saja. Sementara yang perempuan tidak mendapat bagian waris dari orang tua atau karib kerabatnya.
Karena sebab inilah Allah menurunkan ketentuan dasar hukum kewarisan Islam dalam surat an-Nisa 7. Ada bagian waris bagi laki-laki dan ada bagian waris bagi perempuan dari harta waris yang ditinggalkan oleh si pewaris (orang tua dan saudara kandung). Baik harta waris itu sedikit maupun banyak, tetap diberikan kepada ahli waris berdasarkan ketentuan yang sudah ditetapkan.
Adapun ketentuan waris yang ditetapkan bagi ahli waris, Allah telah tetapkan dalam surat an-Nisa 11, 12, dan 176. Berdasarkan ayat-ayat tersebut, besaran bagian setiap ahli waris, baik laki-laki maupun perempuan, sangatlah bergatung kepada posisi ahli waris (laki-laki dan perempuan) dalam struktur keluarga si mayit (pewaris).
Menurut Rafiq Yunus al-Misri dalam kitabnya Al–Tafsir al–Iqtishadiy li al0Quran al–Karim, menjelaskan adakalanya laki-laki dan perempuan itu mendapatkan bagian waris sama, seperti saudara seibu si mayit (surat an-Nisa 12). Adakalanya ahli waris laki-laki dan perempuan mendapatkan porsi bagian waris berbeda (surat an-Nisa 11).
Karena itu, siapa pun sebagai ahli waris dapat dibenarkan jika menuntut bagian warisnya, ketika ada salah satu dari orang tuanya meninggal dunia (ayah). Kebolehan langkah ini berdasarkan ketentuan waris dalam surat an-Nisa 7. Ayat ini menjelaskan harta waris dapat dibagi ketika pemilik harta (pewaris) yang telah meninggal dunia.
Sebagai catatan, mengapa harta waris harus segera dibagi? Tentu jawabannya agar mencegah terjadinya harta waris dikuasai oleh salah satu ahli waris. Sedangkan yang lain sangat susah mendapatkan bagian hak warisnya. Termasuk jawabannya, siapa yang akan bertanggung jawab menjaga harta waris si mayit, ketika harta waris itu tidak segera dibagi kepada ahli waris.
Berdasarkan pertanyaan yang disampaikan di atas, ketika ada seorang bapak meninggal dunia, maka yang menjadi ahli warisnya adalah ibu (istri si mayit) dan ketiga anak si mayit, yaitu dua anak perempuan dan satu anak laki-laki. Semua ahli waris berhak mendapatkan bagian waris masing-masing dari harta waris si mayit.
Tentu, sebelum membagi harta waris si mayit harus dipastikan terlebih dahulu keberadaan harta bersama antara bapak dan ibu sebagai suami dan istri. Harta bersama adalah bertambahnya aset atau harta suami-istri setelah mereka menikah dan berakhir ketika terjadi perceraian. Perceraian di sini, bisa terjadi karena cerai hidup maupun perceraian karena sebab salah satu dari suami dan istri meninggal dunia.
Harta bersama ketika terjadi perceraian, diberikan separuh untuk suami dan separuh untuk istri. Adapun harta bersama milik suami (bapak), karena beliau sudah meninggal, sehingga berubah status menjadi harta waris si mayit. Harta waris si mayit dapat bertambah, ketika ada harta bawaan si mayit sebelum menikah. Begitu juga, harta waris bisa bertambah, ketika ada harta berupa hibah atau waris yang diterima si mayit dari oang tuanya.
Langkah inilah yang disebut dengan verifikasi harta waris yang menjadi milik si mayit. Sebagai catatan, kita tidak boleh secara langsung menyebut harta yang ditinggalkan Bapak adalah mutlak harta waris. Padahal ketika seorang suami menikah dengan istri, harta mereka adalah harta bersama. Apalagi, ketika menikah mereka sama sekali tidak memiliki dan tidak membawa barang sedikit pun. Mereka baru memiliki harta setelah mereka menikah.
Ketika harta waris sudah jelas. maka selanjutnya, harta waris didistribusikan kepada seluruh ahli waris. Dalam kasus waris ini ahli waris si mayit adalah istri si mayit, dan 3 anak si mayit. Sebelum itu, mohon dipastikan apakah orang tua si mayit masih hidup? Jika mereka masih hidup maka orang tua si mayit berhak mendapatkan bagian masing-masing 1/6 dari harta waris si mayit (surat an-Nisa 11). Sebaliknya, jika orang tua si mayit sudah meninggal dunia maka harta warisnya diberikan kepada istri dan anak-anak si mayit saja.
Adapun besaran bagian waris istri si mayit adalah 1/8 dari harta si mayit, karena si mayit (pewaris) memiliki anak (surat an-Nisa 12). Sedangkan sisa harta si mayit setelah dibagi kepada istri diberikan kepada ketiga anak si mayit. Pembagian warisnya mengikuti ketentuan waris anak perempuan bersama anak laki- laki adalah 2:1 (surat an-Nisa 11), dengan pembagian sebagai berikut:
Laki-laki:perempuan:perempuan
2: 1: 1, dijumlahkan hasilnya 4, angka 4 jadikan pembagi.
Bagian anak laki-laki = 2/4 x harta sisa = ….?
Bagian setiap anak perempuan= 1/4 x harta sisa = …?
Seperti itulah pembagian harta waris yang harus diberikan kepada setiap ahli waris si mayit. Jika memang ada ahli waris yang menguasai harta waris si mayit, sudah seharusnya dia mendistribusikan (membagi) harta waris dari bapaknya kepada ahli waris lain yang berhak mendapatkan bagian waris.
Dalam hal waris, seluruh ahli waris wajib mengetahui. Harta waris adalah amanah berupa wasiat dari Allah. Harta waris mengikat dengan hukum waris Islam yang wajib dilakukan. Harta waris mengikat dengan si mayit.
Karena itu, harta waris yang didistribusikan sesuai dengan waris Islam (ilmu faraidh), dapat menjadi sebab si mayit dimasukkan ke dalam Surga (an-Nisa 13). Sebaliknya, harta waris yang tidak dibagi sesuai waris Islam, dapat menjadi sebab si mayit di masukan ke Neraka (an-Nisa 14).
Karena itu, sebagai ahli waris dan anak-anak dari orang tua sudah sepantasnya mereka membantu orang tuanya ketika meninggal dunia. Harta waris yang ditinggalkannya dibagi sesuai ketentuan hukum kewarisan Islam. Mengingat, langkah ini menjadi bagian dari berbakti kepada kedua orang tua, ketika mereka meninggal dunia.
Demikian penjelasannya sebagai jawaban dari pertanyaan waris yang disampaikan. Semoga Allah memudahkan setiap upaya untuk menyempurnakan pembagian waris orang tua kita sesuai dengan hukum waris Islam (ilmu faraidh), amin. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni