PWMU.CO – Menyambut Musyawran Nasional Ke-32 Tarjih Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan (UMPP) Jawa Tengah, 23-25 Februari 2023, redaksi menurunkan makalah Kalender Hijriah Global Tunggal sebagai berikut:
A. Pendahuluan
Masalah penyatuan kalender Islam merupakan permasalahan yang nampaknya bersifat abadi. Hingga saat ini, belum ada kalender Islam yang bersifat seragam yang dapat menyatukan sistem penanggalan dan menentukan hari-hari besar Islam secara konsisten. Meskipun umat Islam telah mengalami peradaban selama 14 abad lebih, belum ada upaya yang berhasil untuk menciptakan kalender Islam yang bersifat universal. Dalam praktiknya, umat Islam menggunakan berbagai jenis kalender yang memiliki perbedaan sistem, sehingga menyebabkan variasi dalam penentuan tanggal kamariah. Meskipun terdapat kalender global seperti kalender urfi (kalender tabular/kalender aritmatik), namun kalender ini tidak sepenuhnya autentik dan tidak selalu sesuai dengan pergerakan faktual bulan di langit.
Gagasan tentang kalender Islam global telah lama diserukan, setidaknya sejak tahun 1358 H/1939 M oleh Syeh Ahmad Muhammad Syakir dalam bukunnya “Awa’il al-Syuhur al-‘Arabiyah”. Pada tahun 1398 H/1978 M Mohammad Ilyas membuat kalender Islam yang diklaimnya sebagai kalender internasional, kalender tersebut bersifat zonal yang membagi dunia menjadi tiga zona sehingga memungkinkan terjadinya perbedaan tanggal antar zona kalender. Di tahun 1413 H/1993 M, Nidhal Guessoum menyusun kalender dengan konsep membagi dunia menjadi empat zona, kalender ini diklaim sebagai kalender global. Nidhal Guessoum belakangan menyempurnakan kalender global hanya dengan membagi dunia menjadi dua zona (bizonal). Konsep yang sama dilakukan oleh Muḥammad Odeh membuat kalender universal bizonal pula.
Pada tahun 1425 H/2004 M Jamaluddin ‘Abd ar-Raziq menyusun kalender global dengan prinsip satu hari satu tanggal di seluruh dunia (kalender tunggal) dengan kriteria ijtimak sebelum pukul 12:00 UTC (GMT). Kemudian kalender global unifikatif Jamaluddin ‘Abd ar-Raziq ini diadopsi oleh ISESCO melalui Temu Pakar II tahun 1430 H/2009 M di Rabat, Maroko. Konsep kalender global terus diuji dan diperbaiki hingga pada Konferensi Internasional Penyatuan Kalender Islam di Istanbul, Turki, tahun 1438 H/2016 M yang mana dipilih Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT).
Sebelum adanya KHGT ini umat Islam kesulitan menjawab masalah perbedaan jatuhnya hari Arafah dalam kaitan dengan pelaksanaan puasa sunah Arafah. Sebagian mengikuti pelaksanaan wukuf di Arafah, sebagian mengikuti tanggal sesuai penetapan di wilayah masing-masing. Untuk itu, solusi atas masalah ini adalah penerimaan Kalender Islam Global Tunggal oleh seluruh umat Islam.
Muhammadiyah sebagai organisasi berkemajuan telah melakukan kajian panjang tentang Kalender Islam Global sejak tahun 1428 H/2007 M melalui Simposium Internasional Towards A Unified International Calendar di Jakarta. Muhammadiyah terus melaksanakan berbagai pengkajian baik dalam bentuk halaqah atau seminar terkait Kalender Hijriah Global seperti Konferensi Internasional tentang Penyatuan Kalender (1438 H/2016 M), Temu Ahli Falak Muhammadiyah Respons Hasil Kongres Internasional Penyatuan Kalender Hijriah (1438 H/2016 M), Seminar Nasional Kalender Islam Global “Pasca Muktamar Turki 2016” (1438 H/2016 M), Konsolidasi Paham Hisab Muhammadiyah tentang Kalender Islam Global (1441 H /2019 M), Kalender Hijriah Global Terpadu dan Pengalaman Muslim di Eropa (1443 H/2021 M), Seminar dan Sosialisasi Kalender Hijriah Global Tunggal se-Indonesia (1444 H/2023 M-1445 H/2024 M).
Akomodasi Kalender Hijriah Tunggal (KHGT) merupakan kelanjutan dari tajdid dengan ijtihad penggunaan hisab hakiki dalam Muhammadiyah yang telah berlangsung lama. KHGT yang secara astronomi dapat memenuhi seluruh kriteria penentuan awal bulan yang pernah digunakan Muhammadiyah dan secara syariah menjadi kalender yang adil untuk seluruh dunia Islam serta secara kebudayaan membuat umat terentaskan dari keterbelakangan peradaban dalam berkalender.
Prototipe kalender Islam global 1442 H/2021 M sudah dibuat dengan menggunakan kriteria imkanu rukyat Turkiye 1438 H/2016 M, sejatinya akan dijadikan sebagai kado Muktamar ke-48 di Surakarta pada 1442 H/2020 M. Namun terjadi pandemi Covid-19 sehingga Muktamar tertunda dan diselenggarakan pada 23-25 Rabiul Akhir 1444 H/18-20 November 2022 M. Kalender Hijriah Global Tunggal yang disusun itu masih berupa prototipe yang belum dijadikan kalender resmi Muhammadiyah. Kalender Hijriah Muhammadiyah sampai saat ini masih menggunakan kriteria Wujudul Hilal. Implementasi Kalender Hijriah Global Tunggal perlu mendapat perhatian serius dari berbagai pihak. Sehingga amanat Muktamar Muhammadiyah ke-47 dapat dilaksanakan dengan baik.
Muktamar Ke-47 Muhammadiyah tahun 1436 H/2015 M di Makassar memutuskan akomodasi Kalender Hijriah Global Tunggal dengan amar putusan sebagai berikut:
Berdasarkan al-Qur’an, umat Islam adalah ummah wahidah (umat yang satu). Pengalaman sejarah dan pembentukan negara bangsalah yang menyebabkan umat Islam terbagi ke dalam beberapa negara. Selain terbagi dalam berbagai negara, dalam satu negara pun umat Islam masih terbagi ke dalam kelompok, baik karena perbedaan paham keagamaan, organisasi maupun budaya. Pembagian negara dan perbedaan golongan itu di satu sisi merupakan rahmat, namun di sisi yang lain juga merupakan tantangan untuk mewujudkan kesatuan umat. Perbedaan negara dan golongan seringkali menyebabkan perbedaan dalam penentuan kalender terutama dalam penentuan awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha. Berdasarkan kenyataan itulah maka Muhammadiyah memandang perlu untuk adanya upaya penyatuan kalender Hijriyah yang berlaku secara internasional sehingga dapat memberikan kepastian dan dapat dijadikan kalender transaksi. Penyatuan kalender tersebut meniscayakan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Keputusan KHGT dikuatkan lagi dalam Risalah Islam Berkemajuan hasil Muktamar ke-48 Muhammadiyah tahun 1443 H/2022 M di Surakarta pada huruf C Perkhidmatan Islam Berkemajuan nomor 4 Perkhidmatan Global:
Sebagai organisasi berkemajuan, Muhammadiyah semakin dituntut untuk memainkan perannya bukan saja pada tingkat nasional tetapi juga pada tingkat global. Muhammadiyah memiliki tanggung jawab besar untuk membangun tata kehidupan global … serta melakukan perbaikan sistem waktu Islam secara internasional melalui upaya pemberlakuan kalender Islam global unifikatif dalam rangka menyatukan jatuhnya hari-hari ibadah Islam, terutama yang waktu pelaksanaannya terkait lintas kawasan.
B. Argumen Syar’i dan Sains
1. Argumen Syar’i
Keselurahan ayat dan hadis yang berhubungan dengan kalender memiliki pentunjuk berupa dalalah ibarah.
a. Al-Qur’an surah al-Isra’ (17): 12
وَجَعَلۡنَا ٱلَّيۡلَ وَٱلنَّهَارَ ءَايَتَيۡنِۖ فَمَحَوۡنَآ ءَايَةَ ٱلَّيۡلِ وَجَعَلۡنَآ ءَايَةَ ٱلنَّهَارِ مُبۡصِرَةٗ لِّتَبۡتَغُواْ فَضۡلٗا مِّن رَّبِّكُمۡ وَلِتَعۡلَمُواْ عَدَدَ ٱلسِّنِينَ وَٱلۡحِسَابَۚ وَكُلَّ شَيۡءٖ فَصَّلۡنَٰهُ تَفۡصِيلٗا
Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas (QS al-Isra’ (17): 12).
b. Al-Qur’an surah Yasin (36): 39-40
وَٱلۡقَمَرَ قَدَّرۡنَٰهُ مَنَازِلَ حَتَّىٰ عَادَ كَٱلۡعُرۡجُونِ ٱلۡقَدِيمِ. لَا ٱلشَّمۡسُ يَنۢبَغِي لَهَآ أَن تُدۡرِكَ ٱلۡقَمَرَ وَلَا ٱلَّيۡلُ سَابِقُ ٱلنَّهَارِۚ وَكُلّٞ فِي فَلَكٖ يَسۡبَحُونَ
Telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya (QS Yasin (36): 39-40).
c. Al-Qur’an surah al-Baqarah (2): 189
يَسۡأَلُونَكَ عَنِ ٱلۡأَهِلَّةِۖ قُلۡ هِيَ مَوَٰقِيتُ لِلنَّاسِ وَٱلۡحَجِّۗ
Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji (QS al-Baqarah (2): 189.
Ayat di atas mengandung beberapa hal, yaitu (1) bahwa kalender Islam itu adalah kalender lunar (bulan) dan (2) ada isyarat bahwa kalender Islam itu bersifat global. Ini dapat dipahami dari pernyataan lin- nās (bagi manusia) yang menunjukkan keumuman dan keberlakuan kalender secara universal bagi seluruh manusia di muka bumi. Dengan demikian, ayat ini dapat ditafsirkan menjadi dasar bagi bentuk kalender Islam global yang harus dipilih.
Selain itu ayat di atas mengandung isyarat fungsi religius kalender Islam yang diwakili dan dicerminkan oleh kata al-ḥajj. Selanjutnya dalam hadis ditegaskan bahwa puncak ibadah haji itu adalah wukuf di Arafah, dan di sisi lain hari Arafah itu disunahkan melakukan puasa bagi kaum Muslimin yang tidak sedang melaksanakan haji. Agar hari Arafah itu dapat jatuh pada hari yang sama di seluruh muka bumi, maka tidak ada cara lain kecuali menerapkan kalender hijriah global tunggal (unifikatif).
d. Al-Qur’an surah Yunus (10): 5
هُوَ ٱلَّذِي جَعَلَ ٱلشَّمۡسَ ضِيَآءٗ وَٱلۡقَمَرَ نُورٗا وَقَدَّرَهُۥ مَنَازِلَ لِتَعۡلَمُواْ عَدَدَ ٱلسِّنِينَ وَٱلۡحِسَابَۚ مَا خَلَقَ ٱللَّهُ ذَٰلِكَ إِلَّا بِٱلۡحَقِّۚ يُفَصِّلُ ٱلۡأٓيَٰتِ لِقَوۡمٖ يَعۡلَمُونَ
Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui (QS Yunus (10): 5).
e. Al-Quran surah at-Taubah (9): 36-37
إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّهُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثۡنَا عَشَرَ شَهۡرٗا فِي كِتَٰبِ ٱللَّهِ يَوۡمَ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ مِنۡهَآ أَرۡبَعَةٌ حُرُمٞۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُۚ فَلَا تَظۡلِمُواْ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمۡۚ وَقَٰتِلُواْ ٱلۡمُشۡرِكِينَ كَآفَّةٗ كَمَا يُقَٰتِلُونَكُمۡ كَآفَّةٗۚ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلۡمُتَّقِينَ
Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) ketetapan Allah (di Lauhulmahfuz) pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu padanya (empat bulan itu), dan perangilah orang-orang musyrik semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa (QS at-Taubah (9): 36).
إِنَّمَا ٱلنَّسِيٓءُ زِيَادَةٞ فِي ٱلۡكُفۡرِۖ يُضَلُّ بِهِ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ يُحِلُّونَهُۥ عَامٗا وَيُحَرِّمُونَهُۥ عَامٗا لِّيُوَاطِئُواْ عِدَّةَ مَا حَرَّمَ ٱللَّهُ فَيُحِلُّواْ مَا حَرَّمَ ٱللَّهُۚ زُيِّنَ لَهُمۡ سُوٓءُ أَعۡمَٰلِهِمۡۗ وَٱللَّهُ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلۡكَٰفِرِينَ
Sesungguhnya pengunduran (bulan haram) itu hanya menambah kekufuran. Orang-orang yang kufur disesatkan dengan (pengunduran) itu, mereka menghalalkannya suatu tahun dan mengharamkannya pada suatu tahun yang lain agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang diharamkan Allah, sehingga mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Oleh setan) telah dijadikan terasa indah bagi mereka perbuatan-perbuatan buruk mereka itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang kafir (QS at-Taubah (9): 37).
f. Al-Qur’an surah ar-Rahman (55): 5
ٱلشَّمۡسُ وَٱلۡقَمَرُ بِحُسۡبَانٖ
Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan (QS ar-Rahman (55): 5).
Ayat 36 surah At-Taubah menegaskan bahwa kalender terdiri dari 12 bulan, di antaranya ada 4 bulan suci yang merupakan ad-dīnul qayyim (agama yang lurus). Kemudian ayat 37 menegaskan bahwa pengunduran bulan itu menjadi menambah dalam kekafiran. Dua ayat ini mengajarkan kalender yang baik bagi umat Islam. Kalender terdiri atas 12 bulan (menggunakan konvensi internasional; diantaranya ada 4 bulan suci (konvensi nasional atau regional Arab). Ajaran kalender ini merupakan bagian dari agama yang lurus, dan umat Islam dalam QS ar- Rum, (30): 43 diperintahkan untuk mengikuti agama yang lurus.
Ketika mengikuti agama, umat diperintahkan untuk memiliki kapasitas yang melekat sebagai ḥanīf (QS ar-Rum, (30): 30), dengan pengertian mutaharri al-istiqāmah, orang yang cermat dalam istikamah. Istikamah adalah luzūm al-manhaj al-mustaqīm, tetap berada di jalan lurus. Jalan lurus dalam Surah al-Fatihah adalah jalan yang ditempuh untuk mendapat ni’mah, al-ḥalāh al-ḥasanah, keadaan baik semua bidang kehidupan.
Muhammadiyah melakukan akomodasi KHGT dalam rangka mengamalkan ad-dīnul qayyim supaya umat memiliki keadaan baik dalam berkalender. Keadaan baik itu adalah memberikan kepastian dan dapat dijadikan kalender transaksi. Hal ini sudah barang tentu dengan penyesuaian. Jika dahulu dalam kalender agama lurus itu, ada penerimaan perhitungan satu tahun terdiri atas 12 bulan sebagai konvensi internasional, sekarang penerimaan kalender yang baik menurut standar internasional adalah universal (1 hari 1 tanggal di seluruh dunia, pasti dan berlangsung lama) dan ada penerimaan 4 bulan suci yang menjadi konvensi di wilayah Arab pada zaman Al-Qur’an turun.
Agama lurus (ad-dīnul qayyim) -menurut Ibn Qutaibah- adalah al- ḥisāb ash-shahīh wal ‘adādul mustaufi (hitungan yang benar dan bilangan yang memenuhi) dan -menurut al-Kalbi- adalah al-qadla’ al- haqq al-mustaqīm, keputusan yang benar lagi lurus.7 KHGT memenuhi pengertian ad-dīnul qayim, baik yang dikemukakan Ibn Qutaibah maupun al-Kalbi.
At-Taubah ayat 37 selanjutnya menegaskan bahwa pengunduran atau penundaan menjadi tambahan dalam kekafiran. Menurut Ibn Abbas, maksud pengunduran dalam ayat ini adalah mengundurkan tahun lebih 11 hari sehingga bulan Muharam berada di bulan Safar. Adapun menurut Mujahid, pengertian pengunduran itu adalah pengunduran pelaksanaan haji setiap dua tahun: Haji pada bulan Zulhijah 2 tahun, kemudian haji di bulan Muharam 2 tahun, lalu haji di bulan Safar 2 tahun, dan haji di bulan Zulkaidah 2 tahun. KHGT tidak ada pengunduran dalam dua pengertian di atas dan dalam pengertian baru yang mungkin ada sehingga terjamin tidak ada tambahan dalam kekafiran padanya. Penjelasan tentang bulan-bulan suci disebutkan dalam hadis Abu Bakrah,
عَنْ ابْنِ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ أَبِي بَكْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الزَّمَانُ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ .رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ
Dari Abu Bakrah r.a. (diriwayatkan), Dari Nabi saw. bersabda: “Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun itu ada dua belas bulan dan di antaranya ada empat bulan yang suci. Tiga berturut-turut, yaitu Zulqa’dah, Zulhijjah dan Muharram. Sedangkan keempatnya adalah bulan Rajab Muḍar antara Jumada dan Sya’ban.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
g. Hadis Nabi Saw
Akomodasi kalender Hijriah global berdasarkan sunah dan yang menjadi ashl (dalil pokok) adalah hadis riwayat Imam al-Bukhari dan Imam Muslim dari Ibnu Umar:
عَنْ ابْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ لَا نَكْتُبُ وَلَا نَحْسُبُ الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا يَعْنِي مَرَّةً تِسْعَةً وَعِشْرِينَ وَمَرَّةً ثَلَاثِينَ .رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ
Dari Ibnu ‘Umar r.a. (diriwayatkan) dari Nabi saw. bersabda: Kita ini adalah ummat yang ummi, yang tidak biasa menulis dan juga tidak menghitung satu bulan itu jumlah harinya segini dan segini, yaitu sekali berjumlah dua puluh sembilan dan sekali berikutnya tiga puluh hari (HR al-Bukhari dan Muslim).
Hadis dalil ashl lain adalah hadis riwayat Imam at-Tirmidzi dari Abu Hurairah,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّ اللّٓهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُو مُونَ، وَالفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ، وَالأَضْحَى يَومَ تُضَحَّونَ. رَوَاهُ التِرْمِذِيُّ
Dari Abu Hurairah (diriwayatkan), bahwasanya Nabi saw. telah bersabda: Puasa adalah hari kalian berpuasa, Idulfitri adalah hari kalian berbuka, Iduladha adalah hari kalian menyembelih hewan (HR at- Tirmidzi).
Cara beristidlal dengan hadis ini adalah dengan memperhatikan pernyataan “kamu” dalam hadis tersebut yang merupakan kata ganti nama yang berbentuk jamak yang berarti mencakup seluruh umat Islam di seluruh muka bumi. Perintahnya adalah agar berpuasa, beridulfitri, dan beriduladha secara serentak pada hari sama di seluruh dunia. Hal itu seperti ibadah Jumat yang serentak dilakukan pada hari yang sama di seluruh dunia, yaitu pada hari Jumat. Dengan begitu sistem penanggalannya harus bersifat global dan unifikatif.
Dari segi ushul fikih, kata “kamu” dalam pernyataan hadis di atas adalah bentuk jamak dan jamak menunjukkan keumuman, sehingga hadis ini menyatakan bahwa puasa dilaksanakan pada hari semua kamu umat Islam melaksanakan puasa. Begitu pula halnya Idulfitri dan Iduladha dilaksanakan pada hari semua umat Islam melaksanakannya. Artinya ketiga ibadah itu dilaksanakan oleh kaum Muslimin secara serentak pada hari yang sama. Syaikh Aḥmad Muḥammad Syākir, ahli hadis pensyarah Sunan at-Tirmiżī adalah orang pertama yang menggagas KHGT, menggunakan hadis ini sebagai dasar menyatakan bahwa kalender Islam itu wajib unifikatif di mana setiap awal bulan dimulai serentak di seluruh dunia tanpa mempertimbangkan perbedaan matlak.
Umat Islam pada zaman sekarang bukan lagi umat yang ummi. Mereka sudah bisa menulis dan berhitung (melakukan hisab). Ditambah lagi al-Qur’an sendiri mengisyaratkan penggunaan hisab dalam penentuan bulan-bulan kamariah, tidak menggunakan rukyat.
Keberadaan kalender Islam yang akurat dan bebas dari interkalasi merupakan bagian dari makasid syariah. Tiga surah Al-Quran, yaitu Yusuf (12): 40, al-Bayyinah (98): 5, dan at-Taubah (9): 36-37 menyebutkan,
مَا تَعۡبُدُونَ مِن دُونِهِۦٓ إِلَّآ أَسۡمَآءٗ سَمَّيۡتُمُوهَآ أَنتُمۡ وَءَابَآؤُكُم مَّآ أَنزَلَ ٱللَّهُ بِهَا مِن سُلۡطَٰنٍۚ إِنِ ٱلۡحُكۡمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعۡبُدُوٓاْ إِلَّآ إِيَّاهُۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ
Apa yang kamu sembah selain Dia, hanyalah nama-nama yang kamu buat-buat baik oleh kamu sendiri maupun oleh nenek moyangmu. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang hal (nama-nama) itu. Keputusan itu hanyalah milik Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS Yusuf (12): 40).
وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُواْ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلۡقَيِّمَةِ
Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar) (QS al-Bayyinah (98): 5).
إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّهُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثۡنَا عَشَرَ شَهۡرٗا فِي كِتَٰبِ ٱللَّهِ يَوۡمَ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ مِنۡهَآ أَرۡبَعَةٌ حُرُمٞۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُۚ فَلَا تَظۡلِمُواْ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمۡۚ وَقَٰتِلُواْ ٱلۡمُشۡرِكِينَ كَآفَّةٗ كَمَا يُقَٰتِلُونَكُمۡ كَآفَّةٗۚ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلۡمُتَّقِينَ. إِنَّمَا ٱلنَّسِيٓءُ زِيَادَةٞ فِي ٱلۡكُفۡرِۖ يُضَلُّ بِهِ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ يُحِلُّونَهُۥ عَامٗا وَيُحَرِّمُونَهُۥ عَامٗا لِّيُوَاطِئُواْ عِدَّةَ مَا حَرَّمَ ٱللَّهُ فَيُحِلُّواْ مَا حَرَّمَ ٱللَّهُۚ زُيِّنَ لَهُمۡ سُوٓءُ أَعۡمَٰلِهِمۡۗ وَٱللَّهُ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلۡكَٰفِرِينَ
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu adalah menambah kekafiran. Disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat mempersesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya, maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Setan) menjadikan mereka memandang perbuatan mereka yang buruk itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang- orang yang kafir (QS at-Taubah (9): 36-37).
Tiga surat di atas menegaskan tentang esensi agama yang benar (ad-dīn al-qayyim atau dīn al-qayyimah). Esensi dari agama yang benar menurut ayat-ayat tersebut adalah (a) bertauhid kepada Allah, (b) menegakkan salat, (c) membayar zakat, (d) mengikuti kalender yang akurat dengan bilangan bulan adalah 12 bulan tanpa interkalasi. Atas dasar ayat-ayat tersebut jelas sekali bahwa keberadaan kalender Islam yang akurat dan bebas dari interkalasi merupakan bagian dari makasid syariah yang harus diwujudkan.
2. Argumen Sains
Fase-fase Bulan terbentuk dan tidak tergantung pada rotasi Bumi pada porosnya.11 Bahkan jika Bumi berhenti berotasi pun, jika Bulan tetap mengelilingi Bumi, maka fase-fase Bulan akan tetap terjadi. Jadi, fase-fase Bulan tersebut sebetulnya merupakan fenomena astronomis global. Sementara itu, visibilitas hilal merupakan fenomena astronomis lokal akibat Bumi berotasi pada porosnya. Harus diingat, visibilitas hilal hanya fokus pada saat Bulan (termasuk hilal) berada di atas ufuk. Prinsip visibilitas hilal ini bahkan lebih dipersempit lagi karena hilal yang cukup besar yang berada di ufuk timur di pagi hari juga tidak diakui sebagai hilal karena tidak tampak.
Sementara itu, landasan syar’i yang diberikan QS Yasin (36): 39 maupun prinsip sains mengajarkan bahwa fase Bulan pamungkas (manzilah terakhir) harus berakhir saat ijtimak. Dalam sains, ijtimak merupakan titik nol yang tidak berdimensi (dimensionless). Implikasinya, secara teoritis, bahkan satu detik setelah ijtimak pun, sebetulnya hilal telah lahir (wujud) meskipun belum tentu kelihatan. Sebagai konsekuensi bahwa fase-fase Bulan merupakan fenomena global, maka, meskipun hilal berada di bawah ufuk, sebetulnya hilal itu semakin membesar karena Bulan terus menerus mengitari Bumi. Kadar perubahan (rate of change) fase Bulan berkorelasi kuat dengan perubahan elongasi dan dapat dihitung secara sederhana, yaitu akibat perbedaan kecepatan sudut Matahari dan Bulan yang secara semu mengitari Bumi (akibat Bumi berotasi pada sumbunya). Kecepatan sudut Matahari semu adalah sekitar 15o/jam sedangkan kecepatan sudut Bulan semu adalah sekitar 14.5o/jam. Akibat perbedaan kecepatan sudut inilah, maka QS Yasin (36): 40, menjelaskan bahwa Matahari belum dapat mengejar Bulan pada saat terbentuknya ’urjunil qodim. Dengan kata lain, saat ijtimak yang mengakhiri manzilah pamungkas itulah juga merupakan akhir siklus sinodis Bulan. Itu ditandai dengan Matahari yang telah dapat mengejar Bulan dan fase Bulan di titik ini merupakan yang terkecil dalam satu siklus sinodis Bulan. Implikasinya, setelah terjadi ijtimak, maka fase Bulan akan semakin membesar kembali karena telah memasuki manzilah pertama pada siklus sinodis Bulan berikutnya. Inilah manzilah pertama saat terbentuknya hilal. Harus diingat, fase Bulan terus membesar dari detik ke detik hanya akibat Bulan mengelilingi Bumi. Tidak peduli apakah hilal tersebut di atas atau di bawah ufuk, dan tidak peduli apakah hilal tersebut kelihatan atau tidak kelihatan.
Gambar-1 berikut secara diagramatis memberikan ilustrasi semakin membesarnya fase Bulan di Jakarta meskipun berada di bawah ufuk lokal. Pada sekitar pukul 02:00 pagi (lihat orang berwarna coklat), hilal terhadap ufuk Jakarta telah semakin besar dibandingkan saat Maghrib (sekitar 8 jam sebelumnya). Ini akibat elongasi bertambah besar sekitar 8 jam kali 0.5o/jam, atau sekitar 4o. Sementara itu, ketinggian hilal ini adalah sekitar – 100o diukur terhadap ufuk Barat Jakarta (lokal). Sementara itu, di detik yang sama, di suatu tempat di Eropa adalah saat Magrib (lihat orang berwarna hijau). Ketinggian hilal di Eropa saat itu sekitar 4o lebih tinggi daripada ketinggian hilal saat Magrib di Jakarta. Ini sebetulnya konsekuensi karena elongasinya yang lebih besar akibat Magrib di Eropa sekitar 8 jam lebih lambat daripada Magrib di Jakarta. Problemnya, hilal ini diakui sebagai hilal di Eropa karena kelihatan (ketinggiannya lebih besar dari 4o), tapi benda langit yang sama di detik yang sama tidak diakui sebagai hilal di Jakarta akibat berada di bawah ufuk dan tidak kelihatan. Ini sangat bertentangan dengan akal sehat dan nalar akademis.
Selanjutnya, Gambar-2 menggambarkan hilal yang semakin membesar dengan referensi pada ufuk lokal Jakarta pada sekitar pukul 08:00 pagi (lihat orang berwarna coklat). Pada saat ini, hilal di Jakarta sudah sangat besar karena elongasinya yang lebih besar, yaitu sekitar 0.5o/jam kali 14 jam atau sekitar 7o lebih besar daripada saat Magrib di Jakarta. Di detik yang sama, di suatu titik di benua Amerika, Matahari terbenam. Karena elongasi yang lebih besar, maka ketinggian hilal di Amerika ini setidak- tidaknya adalah 7o di atas ufuk lokal. Problemnya, hilal yang sudah sangat besar di Amerika ini diakui sebagai hilal, namun, benda yang sama di detik yang sama ini tidak diakui sebagai hilal di Jakarta. Pada sekitar pukul 08:00 pagi di Jakarta, hilal tidak mungkin kelihatan karena intensitas cahayanya kalah oleh sinar Matahari. Sekali lagi, ini sangat bertentangan dengan akal sehat dan nalar akademis.
Penjelasan ini membuktikan bahwa ketinggian hilal itu tidak relevan dijadikan ukuran untuk menyatakan bahwa hilal sudah sangat besar secara fisik. Bahkan awal bulan hijriah akan tetap sah jika tinggi hilal negatif saat Magrib karena hilal terus membesar meskipun di bawah ufuk. Hal ini juga sekaligus menjelaskan mengapa di wilayah Bumi bagian barat, ketinggian hilal selalu lebih besar dari wilayah timur. Ini semata-mata akibat elongasi yang semakin membesar sejalan dengan waktu.
C. Prinsip, Syarat, dan Parameter KHGT
KHGT merupakan kalender yang menggunakan sistem lunar dengan prinsip satu hari satu tanggal di seluruh dunia. Dalam merumuskan KHGT, diperlukan prinsip, syarat, dan parameter yang harus dipatuhi.
1.Prinsip KHGT meliputi:
a. Keselarasan hari dan tanggal di seluruh dunia. Keselarasan hari dan tanggal di seluruh dunia artinya satu hari satu tanggal di seluruh dunia.
b. Penggunaan hisab. Dalam penentuan awal bulan kamariah, hisab sama kedudukannya dengan rukyat [Putusan Tarjih XXVI, 1424 H/2003 M]. Oleh karena itu penggunaan hisab dalam penentuan awal bulan kamariah adalah sah dan sesuai dengan Sunah Nabi saw. Rukyat maupun hisab merupakan sarana untuk menentukan awal bulan hijriah, hanya saja hisab dipandang sebagai sarana yang lebih memberikan kepastian dalam menentukan awal bulan sehingga hisab harus didahulukan daripada rukyat. Dari segi teknis kalender, rukyat menjadi tidak memungkinkan untuk menyatukan kalender. Bahkan, pembuatan kalender dengan mengandalkan rukyat dianggap sebagai suatu hal yang mustahil. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan rukyat dalam menentukan tanggal 1 bulan baru yang hanya dapat diketahui pada H-1. Sebaliknya, kalender harus memiliki kemampuan untuk meramalkan tanggal secara pasti jauh ke depan dan menyajikan jadwal tanggal setidaknya satu tahun ke depan. Mu’tamar al-Imārāt al-Falaki al-Awwal di Abu Dhabi Uni Emirat Arab (1427 H/2006 M) memutuskan bahwa penyelesaian problem kalender Islam tidak mungkin dilakukan kecuali menerima hisab dalam menentukan awal bulan sebagaimana penggunaan hisab dalam penentuan waktu shalat.
c. Kesatuan matlak. Kesatuan matlak merujuk pada konsep bahwa seluruh permukaan bumi dianggap sebagai satu kesatuan matlak. Oleh karena itu, konsep keragaman matlak atau ikhtilāf al-maṭāliʻ menjadi tidak mungkin dipedomani. Kalender zonal, membagi permukaan bumi menjadi beberapa zona tanggal atau matlak yang berbeda. Dampaknya adalah tidak mungkin untuk menyelaraskan jatuhnya tanggal pada hari yang sama. Dalam konteks KHGT, zona kalender atau matlak hanya ada satu, yaitu mencakup seluruh permukaan bumi.
d. Transfer imkanu rukyat. Imkanu rukyat hilal (visibilitas hilal) merupakan prediksi astronomis akan terlihatnya hilal dalam posisi geometris tertentu. Ini berarti tidak sah memulai bulan baru apabila belum terjadi imkanu rukyat di suatu tempat (kawasan barat) di muka bumi. Pengadopsian imkanu rukyat dimaksudkan untuk menjaga agar kawasan timur bumi tidak dipaksa masuk bulan baru sebelum di tempat tersebut terjadi ijtimak. Transfer imkanu rukyat adalah memindahkan hasil rukyat di suatu tempat yang mungkin dapat melihat hilal ke tempat yang lain. Dalam arti lain transfer imkanu rukyat merupakan pemberlakuan imkanu rukyat di suatu tempat ke kawasan lain yang belum mengalami imkanu rukyat. Transfer imkanu rukyat ini diterapkan secara menyeluruh di semua kawasan dunia, tidak dikhususkan untuk kawasan tertentu seperti dalam model kalender yang membagi bumi ke dalam beberapa zona tanggal.
Dasar kebolehan pemberlakuan imkanu rukyat di suatu tempat ke seluruh muka bumi, menurut para fukaha adalah keumuman hadis ṣūmū li ru’yatihi wa afṭirū li ru’yatihi (… berpuasalah kamu karena telah merukyat dan beridulfitlah karena telah merukyat …). Menurut keumuman hadis ini semua orang Muslim wajib berpuasa apabila telah terjadi rukyat (termasuk imkanu rukyat) tanpa membatasi keberlakuan rukyat itu, sehingga di mana pun rukyat dan imkanu rukyat terjadi di muka bumi, wajib seluruh umat Islam berpuasa. Jadi tidak ada pebedaan matlak; seluruh kawasan dunia merupakan satu matlak. Al-Ḥaṣkafī (w. 1088/1677) mengatakan, “Perbedaan matlak … tidak dipertimbangkan … Inilah pendapat yang dipegangi oleh kebanyakan fukaha Hanafi dan ini pula yang difatwakan, sehingga orang Timur wajib berpuasa berdasarkan rukyat orang Barat.” Ibn ‘Ābidīn (w. 1252/1836) menegaskan, “Inilah pendapat yang dipegangi dalam mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali, berdasarkan keumuman rukyat dalam hadis, “Berpuasalah kamu ketika rukyat.”
e. Permulaan hari universal. Permulaan hari dalam KHGT mengacu pada kesepakatan dunia tentang hari, yaitu waktu universal, hari dimulai dan berakhir pada tengah malam di garis bujur 180 derajat. Hari universal merupakan durasi waktu suatu hari mulai pukul 00:00 hingga pukul 00:00 berikutnya di seluruh dunia, tidak pada lokasi tertentu. Durasi hari universal di seluruh dunia adalah 48 jam. Hari Jumat, misalnya, di seluruh dunia lamanya adalah 48 jam. Hari Jumat itu mulai pada garis bujur 180º BT pada pukul 00:00 (waktu setempat) dan berakhir pada garis bujur 180º BB (kedua garis bujur ini berdempet) pada pukul 00:00 waktu setempat malam Sabtu. Lama waktu tersebut adalah 48 jam. Ciri hari universal bahwa permulaan hari universal berikutnya tidak pada saat berakhirnya hari universal sebelumnya, melainkan pada pertengahannya. Alasan tidak digunakan waktu terbenamnya Matahari (ghurūb) dan terbit fajar sebagai dasar permulaan hari karena waktu terbenamnya Matahari dan terbit fajar selalu berubah-ubah setiap harinya. Misalnya pada hari Rabu 26 Sya’ban 1427 H/20 September 2006 M di Rabat Matahari terbenam pukul 18:30 waktu setempat, pada hari berikutnya Kamis 27 Sya’ban 1427 H/21 September 2006 M terbenam pukul 18:28 waktu setempat. Alasan lain yaitu waktu ghurūb dan fajar terkait dengan lokasi, ketika lokasi berpindah maka waktunya juga mengalami perubahan. Misalnya di kota Casablanca pada 01 Juli 2117 fajar terjadi pukul 03:42 dan ghurūb 19:44, pada tanggal yang sama di kota Rabat fajar pukul 03:35 dan ghurūb 19:43.
2. Syarat KHGT meliputi:
- Kalender Islam harus merupakan suatu sistem yang dapat menampung urusan agama dan dunia sekaligus
- Kalender Islam harus didasarkan kepada bulan kamariah di mana durasinya tidak lebih dari 30 hari dan tidak kurang dari 29 hari.
- Kalender Islam harus merupakan kalender unifikatif dengan ketentuan satu hari satu tanggal di seluruh dunia;
- Kalender Islam tidak boleh menjadikan sekelompok orang Muslim di suatu kawasan di muka bumi memasuki bulan baru sebelum terjadinya ijtimak.
- Kalender Islam tidak boleh menjadikan sekelompok orang Muslim di suatu kawasan di muka bumi memulai bulan baru sebelum yakin terjadinya imkanu rukyat hilal di suatu tempat di muka bumi
- Kalender Islam tidak boleh menahan sekelompok orang Muslim di suatu kawasan di muka bumi untuk memasuki bulan baru sementara hilal telah terpampang secara jelas di ufuk mereka.
3. Parameter KHGT meliputi:
- Seluruh kawasan dunia dianggap sebagai satu kesatuan, bulan baru dimulai secara bersamaan di seluruh kawasan.
- Bulan baru dimulai apabila di bagian bumi manapun pada sebelum pukul 24.00 GMT telah terpenuhi kriteria: elongasi 8° atau lebih dan ketinggian hilal di atas ufuk saat matahari terbenam minimal 5°.
- Koreksi kalender dilakukan manakala kriteria di atas terpenuhi setelah lewat tengah malam, maka bulan baru ditetapkan dengan ketentuan berikut:
1) Apabila imkanu rukyat telah terjadi di suatu tempat dimanapun dan ijtimak di New Zealand terjadi sebelum fajar.
2) Imkanu rukyat tersebut pada butir 1) terjadi di wilayah daratan Benua Amerika.
D. Penutup
Berdasarkan uraian di atas, peluang implementasi KHGT sangat mungkin untuk dilakukan. Hal ini ditandai dengan beberapa komunitas Muslim yang menerapkannya di wilayah Amerika dan Eropa. Secara praktik komunitas- komunitas tersebut sangat membutuhkan dan mendesak untuk diterapkan.
Langkah penting selanjutnya yang perlu diambil adalah mengesahkan KHGT melalui Musyawarah Nasional (Munas) XXXII Tarjih Muhammadiyah tahun 1445 H/2024 M. Keputusan yang dihasilkan dari Munas ini setelah mendapat pengesahan (tanfidz) dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah, akan menjadi dasar yang dipedomani dan diterapkan oleh Muhammadiyah dalam menyusun kalender, guna memastikan keseragaman dalam perhitungan waktu, dan memberikan landasan yang kuat untuk kegiatan Muhammadiyah secara keseluruhan.
Daftar Pustaka
Abd Ar-Raziq, Jamaluddin. “‘At-Taqwīm Al-Islāmīy; Al-Murāqabah Asy-Syumūliyah’”, 2007.
___________, Jamaluddin. “‘Bidāyat Al-Yaum Wa Bidāyat Al-Lail Wa Al-Nahār’”, 2006.
___________, Jamaluddin. Al-Taqwīm Al-Qamari Al-Islāmi Al-Muwahhad. Rabat, 2004.
Al-Ashfahani, Al-Allamah Al-Raghib. Mufradatu Alfadzi Al-Qur’an. Dār Al-Qalam, 2009.
Al-Ḥaṣkafī. Ad-Durr Al-Mukhtār Syarḥ Tanwīr Al-Abṣār Wa Jāmi‘ Al-Biḥār, diedit oleh ‘Abd al-Mun‘im Khalīl Ibrāhīm. Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
Al-Mawardi, Abi Al-Hasan Ali Ibn Muhammad Ibn Habiba. Al-Nukat Wa Al-’Uyun Tafsīr Al-Mawardi. Beirut: Dār Al-Kutub Al-Ilmiah, 2012, p. 360.
Anwar, Syamsul. Al-Jawānib Asy-Syar’iyah Wa Al-Fiqhiyah Li Wadh’i at-Taqwīm Al-Islāmi Al-‘Ālamī, 2008.
_____, Syamsul. Hari Raya Dan Problematika Hisab-Rukyat. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2008.
_____, ‘Tindak Lanjut Kalender Hijriah Global Turki 2016’, Jurnal Tarjih, 13.2 (2016).
Azhari, Susiknan. “Perlu Paradigma Baru Menuju Kalender Islam Internasional”. dimuat dalam Jurnal Mimbar Hukum, No. 37 Tahun IX. 1998.
_____, Susiknan. “Cabaran Kalendar Islam Global di Era Revolusi Industri 4.0”, dimuat dalam Jurnal Fiqh, Universiti Malaya Kuala Lumpur, 18 (1), 2021, 117-134.
Butar-Butar, Arwin Juli Rakhmadi. Kalender Islam Global. cet. 1. Medan: Al-Azhar Centre dan OIF UMSU, 2021.
Fathurohman, Oman. 100 Tahun Kalender Islam Global: 1444 – 1468 H / 2022 – 2046 M. (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah).
Ibn ‘Ābidīn. Radd Al-Muḥtār ‘alā Ad-Durr Al-Mukhtār Syarḥ Tanwīr Al-Abṣār, diedit oleh ‘Ādil Aḥmad ‘Abd al-Maujūd dan ‘Alī Muḥammad Mu‘awwaḍ, III. Riyadh: Dār ‘Ālam al-Kutub li aṭ-Ṭibā‘ah wa an-Nasyr wa at-Tauzī‘.
Illingworth, Valerie. The Facts On File Dictionary of Astronomy: Thrid Edition. (New York: Facts On File, Inc).
Keputusan dan Rekomendasi Temu Pakar II untuk Pengkajian Perumusan Kalender Islam” (Ijtimā‘ al-Khubarā’ aṡ-Ṡānī li Dirāsat Waḍ‘ at-Taqwīm al-Islāmī / Second Experts’ Meeting for the Study of Establishment of the Islamic Calendar) di Rabat, ibukota Maroko, Rabu dan Kamis tanggal 15-16 Syawal 1429 H (15-16 Oktober 2008 M).
Muslim. Ṣaḥīḥ Muslim, diedit oleh Muḥmmad Fu’ād ‘Abd Al-Bāqī. Beirut: Dār al-Fikr. 1424 H/2003 M.
Muzakkir, Muhammad Rofiq. “Landasan Fikih dan Syariat Kalender Islam Glibal”, dimuat dalam Jurnal Tarjih, Volume 13 (1) 1437 H/2016 M, p. 47-65.
Panitia Ilmiah (Pengarah) Konferensi. “al-Milaff al-Muḥtawī Ma‘āyīr Masyrū‘ai at-Taqwīm al-Uḥādī wa aṡ-Ṡunā’ī al-Manwī Taqdīmuhu ilā al-Mu’tamar Ma‘a an-Namāżij at-Taṭbīqiyyah,” kertas kerja yang disiapkan oleh Panitia Ilmiah (Pengarah) dan dipresentasikan di Kongres Istanbul 2016.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Tanfidz Keputusan Muktamar Ke-48 Muhammadiyah, 1444 H/2022 M.
________________. Tanfidz Keputusan Muktamar Muhammadiyah Ke-47, 1436 H/2015 M.
Syākir, Aḥmad Muḥammad. Awa’il Asy-Syuhur Al-Arabiyyah. 1357 H/ 1939 M
Tim Penyusun Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Tafsir At-Tanwir. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2022.
Zulfiqar, Ali Syah. Al-Hisabat al-Falakiyyah wa Isbat Syahri Ramadan: Ru’yah Maqasidiyyah Fiqhiyyah, cet. 1, Virginia: The International Institute of Islamic Thought, 2009.
Lampiran
Hasil Perhitungan KHGT 1446-1455 H
Tahun 1446 | |||
Bulan Hirjiah | Hari | Tanggal Masehi | Jumlah Hari |
Muharram | Ahad | 7 Juli 2024 | 29 |
Safar | Senin | 5Agustus 2024 | 30 |
Rabiul awal | Rabu | 4 September 2024 | 30 |
Rabiul akhir | Jumat | 4 Oktober 2024 | 30 |
Jumadil awal | Ahad | 3 November 2024 | 29 |
Jumadil akhir | Senin | 2 Desember 2024 | 30 |
Rajab | Rabu | 1 Januari 2025 | 30 |
Syakban | Jumat | 31 Januari 2025 | 29 |
Ramadan | Sabtu | 1Maret 2025 | 29 |
Syawal | Ahad | 30 Maret 2025 | 30 |
Zulkaidah | Selasa | 29 April 2025 | 29 |
Zulhijah | Rabu | 28 Mei 2025 | 29 |
Jumlah | 354 | ||
Tahun1447 | |||
Muharram | Kamis | 26 Juni 2025 | 30 |
Safar | Sabtu | 26 Juli 2025 | 29 |
Rabiul awal | Ahad | 24 Agustus 2025 | 30 |
Rabiul akhir | Selasa | 23 September 2025 | 30 |
Jumadil awal | Kamis | 23 Oktober 2025 | 29 |
Jumadil akhir | Jumat | 21 November 2025 | 30 |
Rajab | Ahad | 21 Desember 2025 | 30 |
Syakban | Selasa | 20 Januari 2026 | 30 |
Ramadan | Kamis | 19 Februari 2026 | 29 |
Syawal | Jumat | 20 Maret 2026 | 29 |
Zulkaidah | Sabtu | 18 April 2026 | 30 |
Zulhijah | Senin | 18 Mei 2026 | 29 |
Jumlah | 355 | ||
Tahun 1448 | |||
Muharram | Selasa | 16 Juni 2026 | 29 |
Safar | Rabu | 15 Juli 2026 | 30 |
Rabiul awal | Jumat | 14 Agustur 2026 | 29 |
Rabiul akhir | Sabtu | 12 September 2026 | 30 |
Jumadil awal | Senin | 12 Oktober 2026 | 29 |
Jumadil akhir | Selasa | 10 November 2026 | 30 |
Rajab | Kamis | 10 Desember 2026 | 30 |
Syakban | Sabtu | 9 Januari 2027 | 30 |
Ramadan | Senin | 8 Februari 2027 | 29 |
Syawal | Selasa | 9 Maret 2027 | 30 |
Zulkaidah | Kamis | 8 April 2027 | 29 |
Zulhijah | Jumat | 7 Mei 2027 | 30 |
Jumlah | 355 | ||
Tahun 1449 | |||
Muharram | Ahad | 6 Juni 2027 | 29 |
Safar | Senin | 5 Juli 2027 | 29 |
Rabiul awal | Selasa | 3 Agustus 2027 | 30 |
Rabiul akhir | Kamis | 2 September 2027 | 29 |
Jumadil awal | Jumat | 1 Oktober 2027 | 30 |
Jumadil akhir | Ahad | 31 Oktober 2027 | 29 |
Rajab | Senin | 29 November 2027 | 30 |
Syakban | Rabu | 29 Desember 2027 | 30 |
Ramadan | Jumat | 28 Januari 2028 | 29 |
Syawal | Sabtu | 26 Februari 2028 | 30 |
Zulkaidah | Senin | 27 Maret 2028 | 30 |
Zulhijah | Rabu | 26 April 2028 | 29 |
Jumlah | 354 | ||
Tahun 1450 | |||
Muharram | Kamis | 25 Mei 2028 | 30 |
Safar | Sabtu | 24 Juni 2028 | 29 |
Rabiul awal | Ahad | 23 Juli 2028 | 29 |
Rabiul akhir | Senin | 21 Agustus 2028 | 30 |
Jumadil awal | Rabu | 20 September 2028 | 29 |
Jumadil akhir | Kamis | 19 Oktober 2028 | 30 |
Rajab | Sabtu | 18 November 2028 | 29 |
Syakban | Ahad | 17 Desember 2028 | 30 |
Ramadan | Selasa | 16 Januari 2029 | 29 |
Syawal | Rabu | 14 Februari 2029 | 30 |
Zulkaidah | Jumat | 16 Maret 2029 | 30 |
Zulhijah | Ahad | 15 April 2029 | 30 |
Jumlah | 355 | ||
Tahun 1451 | |||
Muharram | Selasa | 15 Mei 2029 | 29 |
Safar | Rabu | 13 Juni 2029 | 30 |
Rabiul awal | Jumat | 13 Juli 2029 | 29 |
Rabiul akhir | Sabtu | 11 Agustus 2029 | 29 |
Jumadil awal | Ahad | 9 September 2029 | 30 |
Jumadil akhir | Selasa | 9 Oktober 2029 | 29 |
Rajab | Rabu | 7 November 2029 | 30 |
Syakban | Jumat | 7 Desember 2029 | 29 |
Ramadan | Sabtu | 5 Januari 2030 | 30 |
Syawal | Senin | 4 Februari 2030 | 29 |
Zulkaidah | Selasa | 5 Maret 2030 | 30 |
Zulhijah | Kamis | 4 April 2030 | 30 |
Jumlah | 354 | ||
Tahun 1452 | |||
Muharram | Sabtu | 4 Mei 2030 | 29 |
Safar | Ahad | 2 Juni 2030 | 30 |
Rabiul awal | Selasa | 2 Juli 2030 | 30 |
Rabiul akhir | Kamis | 1 Agustus 2030 | 29 |
Jumadil awal | Jumat | 30 Agustus 2030 | 29 |
Jumadil akhir | Sabtu | 28 September 2030 | 30 |
Rajab | Senin | 28 Oktober 2030 | 29 |
Syakban | Selasa | 26 November 2030 | 30 |
Ramadan | Kamis | 26 Desember 2030 | 29 |
Syawal | Jumat | 24 Januari 2031 | 30 |
Zulkaidah | Ahad | 23 Februari 2031 | 29 |
Zulhijah | Senin | 24 Maret 2031 | 30 |
Jumlah | 354 | ||
Tahun 1453 | |||
Muharram | Rabu | 23 April 2031 | 29 |
Safar | Kamis | 22 Mei 2031 | 30 |
Rabiul awal | Sabtu | 21 Juni 2031 | 30 |
Rabiul akhir | Senin | 21 Juli 2031 | 29 |
Jumadil awal | Selasa | 19 Agustus 2031 | 30 |
Jumadil akhir | Kamis | 18 September 2031 | 29 |
Rajab | Jumat | 17 Oktober 2031 | 30 |
Syakban | Ahad | 16 November 2031 | 30 |
Ramadan | Senin | 15 Desember 2031 | 29 |
Syawal | Rabu | 14 Januari 2032 | 30 |
Zulkaidah | Kamis | 12 Februari 2032 | 29 |
Zulhijah | Sabtu | 13 Maret 2032 | 29 |
Jumlah | 354 | ||
Tahun 1454 | |||
Muharram | Ahad | 11 April 2032 | 30 |
Safar | Selasa | 11 Mei 2032 | 29 |
Rabiul awal | Rabu | 9 Juni 2032 | 30 |
Rabiul akhir | Jumat | 9 Juli 2032 | 29 |
Jumadil awal | Sabtu | 7 Agustus 2032 | 30 |
Jumadil akhir | Senin | 6 September 2032 | 30 |
Rajab | Rabu | 6 Oktober 2032 | 29 |
Syakban | Kamis | 4 November 2032 | 30 |
Ramadan | Sabtu | 4 Desember 2032 | 30 |
Syawal | Ahad | 2 Januari 2033 | 29 |
Zulkaidah | Selasa | 1 Februari 2033 | 29 |
Zulhijah | Rabu | 2 Maret 2033 | 30 |
Jumlah | 355 | ||
Tahun 1455 | |||
Muharram | Jumat | 1 April 2033 | 29 |
Safar | Sabtu | 30 April 2033 | 30 |
Rabiul awal | Senin | 30 Mei 2033 | 29 |
Rabiul akhir | Selasa | 28 Juni 2033 | 29 |
Jumadil awal | Rabu | 27 Juli 2033 | 30 |
Jumadil akhir | Jumat | 26 Agustus 2033 | 30 |
Rajab | Ahad | 25 September 2033 | 29 |
Syakban | Senin | 24 Oktober 2033 | 30 |
Ramadan | Rabu | 23 November 2033 | 30 |
Syawal | Jumat | 23 Desember 2033 | 29 |
Zulkaidah | Sabtu | 21 Januari 2034 | 30 |
Zulhijah | Senin | 20 Februari 2034 | 29 |
Jumlah | 354 |
Tim Penulis
Prof. Dr. H. Syamsul Anwar., M.A.
Dr. H. Hamim Ilyas, M.A.
Prof. Dr. H. Susiknan Azhari, M.A.
Dr. H. Oman Fathurrohman SW., M.Ag.
H. Rahmadi Wibowo Suwarno, Lc. M.A., M.Hum
Prof. Dr. H. Tono Saksono, Ph.D.
Dr. Maesyaroh, M.A.
Dr. Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, M.A.
Najmuddin Saifullah, S.Pd., M.H. (asistensi)
Muti’atu Nur Rahmatul Mawaddati, S.Pd.I. (asistensi)
Amirudin SAg (penyunting)
Editor Mohammad Nurfatoni