Hukum Menggalang Dana untuk Usaha Pribadi Tanya Jawab Agama oleh Dr Dian Berkah SHI MHI; Wakil Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim, dosen FAI Universitas Muhammadiyah Surabaya, dan founder Waris Center.
Tarjihjatim.pwmu.co – Mohon izin bertanya, ada seorang pengusaha mandiri dengan modalnya sendiri yang ia kumpulkan untuk menjalankan usahanya tanpa meminta dana dari bank.
Kemudian takdir yang ia dapatkan, ia pun rugi tapi tidak dalam keadaan berutang. Lalu ia berusaha bangkit lagi mendapatkan modal dengan mencoba membuka penggalangan dana untuk usaha mandirinya tersebut. Alasan ia tidak meminta ke bank karena ia tidak mau berutang dan takut malah mendapatkan kerugian berkali-kali lipat.
Pertanyaan saya apa hukumnya meminta dana alias sumbangan untuk tujuan wirausaha dengan latar belakang yang disampaikan tersebut?
Jawaban
Alhamdulillah dan terima kasih atas pertanyaannya. Semoga menjadi amal shaleh dan ilmu yang bermanfaat.
Dalam berusaha, siapa pun bisa bekerja sama kepada seorang individu dan lembaga yang bergerak di jasa keuangan syariah.
Lalu, kenapa masih ada mereka yang tidak mau bekerja sama dengan lembaga keuangan syariah (LKS) seperti BUS, UUS, BPRS, LKMS, KSPPS/BMT. Sementara, mereka membutuhkan dana untuk membangun usaha atau bisnisnya.
Jika karena perihal merasa LKS itu tidak syariah, ini hanya persoalan ilmu. Karena itu, bertanyalah kepada ahlinya. Sungguh, LKS terus berjalan dengan kesungguhan menerapkan prinsip syariah dalam kegiatan usahanya. Terlebih LKS harus diawasi secara internal oleh Dewan Pengawas Syariah dan secara eksternal oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Karena itu, harus menjadi evaluasi bersama, ketika tanpa ilmu dan pengetahuan mengatakan LKS itu tidak syariah. Sama halnya bagi mereka yang mengatakan jual beli itu sama dengan riba. Sementara Allah dalam surat al-Baqarah 275 menjelaskan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Pertanyaan, mengapa Allah menghalalkan jual-beli? Semuanya itu tidak terlepas perwujudan sektor real. Misalnya, penjual dan pembelinya jelas, barangnya jelas, kegiatan usahanya juga jelas. Sangat berbeda tentunya dengan riba. Banyak hal yang tersembunyi, termasuk keuntungan yang akan diperoleh.
Sesungguhnya, tidaklah mengapa bagi seseorang yang masih bergantung bisnis atau usahanya kepada modal perseorangan (bukan lembaga). Terpenting semuanya itu jelas dan terbuka. Sehingga tidak terjadi mafsadat(kerugian) dari salah satu pihak.
Begitu juga, jika memang sudah tidak ada lagi modal dari perseorangan (bukan LKS). Termasuk perlu adanya tambahan modal karena belum cukup untuk pengembangan usahanya. Dibolehkan untuk bekerja sama dengan lembaga keuangan syariah seperti bank syariah, BPRS, dan Koperasi Syariah (BMT). Tentu jika masuk kepada LKS memerlukan adanya analisis pembiayaan sebagai standar sebelum adanya pencairan pembiayaan.
Sebagai catatan, dalam berusaha atau berbisnis mengapa takut rugi, apalagi bergantung dan berharap adanya sumbangan dana. Memang dalam mengawali usaha, pasti akan merasakan hal kerugian. Tetapi jika terus berusaha dan profesional, pasti bisnis akan terus dan terus tumbuh.
Jika memang masih tetap merasa tidak mampu. Bisa bekerja sama dengan lembaga zakat seperti Lazismu. Adakah program untuk modal usaha bagi asnaf fakir dan miskin dengan akad qard al-hasan. Skema akad jika nanti gagal usahanya, boleh tidak mengembalikan dana tersebut.
Hanya saja yang perlu diketahui, mengapa boleh tidak mengembalikan dana yang diberikan? Karena dalam akad qard al-hasan, dana itu bersumber dari zakat dan infak. Dalam hal ini, siapa pun harus menjaga agar tetap sadar dan amanah untuk tanggung jawab.
Demikian penjelasannya sebagai jawaban atas pertanyaan yang disampaikan. Semoga Allah memudahkan dan melancarkan setiap usaha menjadi untung dan berkah. Amin. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni