Nikah Siri, Mengapa Harus Dihindari? Oleh Ivana Kusuma, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Blitar.
Tarjihjatim.pwmu.co – Nikah siri telah dikenal sejak dulu, setidaknya sejak masa Imam Malik bin Anas (wafat tahun 179 Hijriah). Pada masa dahulu itu, nikah siri bermakna pernikahan yang lengkap rukun dan syaratnya, tetapi para saksi diminta untuk tidak menceritakan pernikahan tersebut kepada pihak lain.
Adapun di masa sekarang, istilah nikah siri digunakan untuk menyebut pernikahan yang lengkap rukun dan syaratnya tetapi tidak didaftarkan ke Kantor Urusan Agama (KUA).
Singkatnya, nikah siri adalah pernikahan yang sah secara Islam tetapi dirahasiakan (sirri artinya dirahasiakan).
Mengapa Harus Dihindari?
Seiring perkembangan waktu dengan bertambahnya jumlah manusia, semakin banyaknya potensi kezaliman, dan kian kompleksnya permasalahan; dibuatlah aturan bahwa setiap pernikahan harus didaftarkan di KUA.
Dengan mendaftarkan pernikahan di KUA, kita lebih bisa untuk menjaga hak-hak seperti nafkah istri, hubungan orang tua dan anak, pewarisan, dan lain-lain yang harus dibuktikan dengan buku nikah. Wanita (dan anaknya) yang dinikahi secara siri sangat rawan terzalimi jika terjadi suatu permasalahan yang membutuhkan bukti berupa buku nikah.
Jadi, walaupun Nikah Siri hukumnya sah, tetapi menjadi kewajiban bagi kita untuk -hari ini- mendaftarkan pernikahan di KUA demi kemaslahatan bersama.
Referensi
- Tanya Jawab Agama VIII/45-52, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah
Editor Mohammad Nurfatoni