
Empat Kewajiban Majikan pada Pembantu
Pertama, majikan seharusnya menyadari kodrat pembantunya. Tidak layak dia membebani yang di luar kemampuannya. Dalam hadits shahih, Nabi SAW pernah melihat unta yang dibebani secara berlebihan, maka Nabi mengingatkan, khaffif (peringan bebannya).
Ketika bebannya dikurangi, Nabi pun mengulangi ucapannya, kurangi lagi. Sedemikian indah bimbingan Rasulullah SAW, walaupun dalam bermuamalat dengan binatang, maka bagaimana terhadap sesama manusia? Nabi memahami Anas masih berusia anak-anak dan tabiat anak tentunya suka bermain-main sehingga lupa terhadap apa yang ditugaskan oleh beliau. Namun walaupun demikian, Nabi tidak marah, beliau hanya mengingatkan kembali agar Anas bin Malik menyadari kesalahannya.
Kedua, majikan harus menghindari ucapan yang tidak memberikan spirit bagi pembantunya. Kalimat kasar tentu tidak layak disampaikan, sebaliknya menggunakan kalimat bertanya agar pembantu menyadari akan kekeliruannya. Inilah yang akhirnya dikenal dengan model pemberdayaan.
Ketiga, majikan harus memanggil pembantunya dengan redaksi kasih sayang. Anas bin Malik, oleh Nabi dipanggil Unais (kalimat tasghir, yang menunjukkan kasih sayang, bahkan dalam riwayat lain, Nabi memanggilnya, wahai anakku … (yakni panggilan yang menunjukkan keakraban), walaupun Anas bin Malik bukan anak kandung Rasulullah SAW.
Di antara bentuk nasihat Nabi kepada Anas, Wahai anakku, jika Anda mampu dalam kesaharian untuk tidak dengki terhadap sesuatu, maka lakukanlah. Wahai anakku, perhatikan sunahku, barangsiapa yang mengamalkannya berarti dia telah mencintai aku, dan barangsiapa yang mencintai aku maka dia akan bersamaku di surga. Wahai anakku, jika Anda sampai ke rumah, maka ucapkan salam kepada penghuninya, maka hal itu akan berdampak keberkahan untukmu dan keluargamu.
Keempat, majikan memberi makan dan pakaian kepada pembantunya sebagaimana dirinya. Rezki ini milik bersama, tidak ada yang membedakan. Kasus seperti ini nyaris tidak kita temukan di masyarakat. Itulah sebabnya, antara Umar bin Khattab (sang majikan) dan Amar bin Yasir (sang pembantu) berpakaiannya sama sehingga masyarakat sulit membedakan siapa majikan dan siapa pula pembantunya.
Kelima, majikan ikut membantu pekerjaan bawahannya. Pembantu bukan hanya pandai memerintah, melainkan juga terlibat di dalamnya. Begitulah nasihat Rasulullah saw.. Semua orang tahu bagaimana Rasulullah terlibat langsung dalam penggalian parit dalam Perang Khandak. Sambil memberi motivasi dengan syairnya, kehidupan yang sejati adalah kehidupan akhirat.
Jika sifat-sifat tersebut telah melekat dalam peri kehidupan para majikan, maka para pembantu betul-betul merasa dimuliakan, dia akan balik memberikan sumbangsihnya serta melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya terhadap majikannya. Dia memahami sabda Nabi saw. bahwa semua manusia adalah pemimpin …, dan pembantu adalah pemimpin, yang pandai menjaga harta majikannya. Itulah sebabnya, Nabi saw. memberi bimbingan kepada para majikan, bahwa sesungguhnya kalian menjadi konglomerat karena ditolong oleh orang-orang lemah (para pembantu). Majikan tidak akan menilai pembantunya sebagai masyarakat kelas bawah, akan tetapi menyadari mereka adalah mitra kerja yang setia. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni