Analisis Pola Deklinasi Matahari-Bulan dalam Rukyatul Hilal Awal Bulan Dzulhijjah 1445 Perspektip Kalender KHGT di Bavarian Public Obsevatory Munchen Jerman; Oleh Amirul Muslihin, Divisi Hisab Falak Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur
Tarjihjatim.pwmu.co – Untuk kesekian kalinya Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah (MTT PPM) secara intens mengadakan Sosialisasi Kalender Islam Global Tunggal, kali ini diadakan secara daring melalui Zoom Meeting yang diikuti baik oleh Pimpinan Cabang Istemewa (PCIM) di seluruh kawasan dunia maupun dari Divisi Hisab dan Iptek MTT PPM dan anggota Divisi Hisab Falak Muhammadiyah di seluruh Indonesia.
Sosialisasi yang diselenggarakan pada hari Jum’at, 3 Mei 2024 tersebut mengambil tema “Hasil Putusan Musyawarah Nasional XXXII Tarjih Muhammadiyah di Pekalongan”. Sosialisasi KHGT sesi pertama secara daring kali ini dibawakan sekaligus sebagai narasumbernya adalah Dr. Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, Lc. M.A. Ketua Program Studi Ilmu Falak dan Kepala Observatorium Ilmu Falak (OIF) Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara.
Setelah pemaparan materi hasil putusan Musyawarah Nasional XXXII Tarjih Muhammadiyah oleh Dr. Arwin dilanjutkan dengan diskusi dan tanya jawab. Ada salah satu pertanyaan yang menarik dan tentu perlu mendapat penjelasan yang komprehensif sehingga bisa memenuhi maksud penanya. Pertanyaan tersebut disampaikan Indar Suratman dari perwakilan PCIM Jerman.
Isi dan bunyi pertanyaan tersebut sebenarnya ada dua yang bersambung kemudian. Pertanyaan pertama: “Terkait dengan Deklinasi Matahari tertinggi/atau terjauh baik pada posisi Lintang Utara maupun Lintang Selatan adalah 23°, itu posisi Matahari nah kalau posisi Bulan ini ketika dilihat polanya banyak sekali pergerakannya, yang ingin saya tanyakan adalah, apakah gerakan Bulan selalu berulang sampai sekian peiode tertentu, kalau Matahari itu konsisten (ajeg) setiap tahun selalu berulang dengan pola yang sama, pada tanggal sekian posisinya ada disini misalnya, dan bagaimana dengan Bulan”.
Narasumber Dr Arwin menjawab pertanyaan tersebut dengan menjelaskan “bahwa semua benda-benda langit benda-benda jagat raya yang mempunyai karakternya masing-masing dan sifat orbitnya masing-masing termasuk Bulan dan Matahari. Jadi memang kalau secara umum Bulan dan Matahari punya karakter orbit dan peredarannya yang konsisten (ajeg) setiap tahun walaupun dalam periode-periode tertentu maaf tidak secara detail ada siklus-siklus tertentu yang bisa dirumuskan atau diformulasikan tertentu yang dikaitkan dengan penentuan awal bulan dan seterusnya termasuk momen gerhana dan seterusnya itu semacam pengecualian-pengecualian dalam peredaran benda-benda langit termasuk Bulan dan Matahari.
Tetapi secara umum memang terutama peredaran Bulan itu sudah fix bagaimanapun prosesnya dan seterusnya, siklusnya dan seterusnya Nabi Saw sudah menggariskan pathokannya pokoknya ya kira-kira bilangan bulan itu tidak lebih dari 30 hari dan tidak kurang dari 29 hari. Jadi pengecualian-pengecualian proses ilmiyah dari Bulan itu tidak begitu berpengaruh secara signifikan terhadap perumusan kalender Islam global atau KHGT atau perumusan penetapan tanggal satu Ramadhan, Syawal, Dzulhijjah dan seterusnya. Intinya kalau penjelasan detail astronomisnya dan matematisnya ada yang bisa menjelaskan detailnya kemudian, tetapi didalam siklus hukumnya jika dikaitkan dengan dalil pernyataan Nabi Saw maksudnya bilangan 29 atau 30 itu yang menjadi rumusan terkait dengan kalender hijriah global tunggal”.
Sedangkan isi dan bunyi pertanyaan kedua, adalah “Hal ini terkait persebaran manusia, kalau di zaman Rasulullah saw. umat Islam hanya/masih terbatas di sekitar wilayah Makkah dan Madinah saja jadi belum banyak masalah yang dihadapi dan dialektika umat belum berkembang seperti sekarang, sekarang umat Islam sudah berdiaspora/tersebar di seantereo muka Bumi, dengan karakter kondisi wilayah yang berbeda-beda. mungkin kalau informasi terkait dengan adanya siklus periodik Bulan yang kira-kira di titik mana yang akan menghasilkan kemungkinan orang berhasil melihat Hilal (Rukyatul Hilal [HR]) sederhananya demikian. Kalau melihat aplikasi Moon Sighting di situ diketahui ada dinamisasi gerak Bulan yang sangat konplek kalau dibandingkan dengan Matahari, dimana hampir setiap tahun posisi latitude dan longitude Matahari sudah pasti bisa diketahui. Kalau Bulan ini apakah juga seperti itu, karena saya belum begitu faham”.
Disini narasumber Dr. Arwin menyerahkan jawabannya untuk dibantu oleh peserta yang lain dengan menunjuk penulis (Amirul Muslihin) untuk membantu menjawabnya, berkenaan pertanyaan bersambung kedua Saudara Indar Suratman PCIM Jerman di atas.
Dalam kegiatan sosialisasi Kalender Hijriah Global Tunggal Sesi pertama yang diselenggarakan oleh MTT PPM ini setidaknya menurut penulis ada empat hal yang sangat menarik pertama, adanya dua pertanyaan dari PCIM Jerman yang secara geografis negara Jerman berada di lintang utara posisinya di atas puncak titik balik deklinasi baik Matahari dan Bulan, dimana tingkat keberhasilan dalam merukyat Hilal atau melihat penampakan Hilal cukup besar selain tergantung faktor cuaca langit dan hamburan cahaya di langit di tempat observasi tentunya atau di tempat melakukan rukyatul hilal, juga tergantung pengetahuan terkait posisi astronomis obyek Hilal itu sendiri.
Yang kedua adalah momen sosialisasi KHGT ini di waktu yang sangat tepat, yakni di waktu menjelang pergantian bulan Dzulqa’dah menuju bulan Dzulhijjah 1445 H, dimana bulan Dzulhijjah adalah merupakan bulan haji dimana bagi seseorang yang tidak sedang menjalankan ‘ibadah haji disunnahkan untuk mempuasainya hari Arofah dimana pun seseorang itu bertempat tinggal yang mana hari Arofah merupakan waktu dan tempat ketika Jama’ah haji melaksanakan wukuf.
Selain itu menurut hisab hakiki astronomis kontemporer dimungkinkan bahkan kemungkinan besar penetapatan tanggal 1 Dzulhijjah 1445 H akan terjadi perbedaan antara Indonesia yang mengacu kriteria New Visibilitas MABIMS dan kriteria Wujudul Hilal Muhammadiyah dengan Ummul Qura` Saudi Arabia. Sehingga baik hari Arofah sebagai waktu dan tempat wukuf bagi yang ‘ibadah haji dan mempuasainya hari Arafah bagi yang tidak sedang melaksanakan ‘ibadah haji, dan hari Idul Adha, akan berbeda pula sehingga kemungkinan besar Indonesia akan terlambat satu hari dengan Saudi Arabia.
Menarik kemudian untuk dilakukan observasi yang hasilnya nanti bisa sebagai bentuk dan bukti sebagai penguatan dukungan terhadap perumusan kalender hijriah global tunggal KHGT, jika observasi tersebut bisa dilakukan di Jerman. Walaupun perumusan KHGT tidak dipengaruhi secara langsung oleh hasil rukyatul Hilal tersebut. Yang ketiga adalah momen dimana bulan Dzulhijjah 1445 H adalah merupakan bulan sekaligus tahun berakhirnya kriteria Wujudul Hilal Muhammadiyah sebagai pedoman Hisab bagi Muhammadiyah dalam menentukan dan memutuskan tanggal 1 bulan Ramadhan, Syawal, Dzulhijjah dan bulan-bulan yang lainnya, sekaligus bulan Dzulhijjah 1445 H merupakan peralian pedoman Hisab Muhammadiyah dari kriteria Wujudul HilalMuhammadiyah ke Prinsip, Syarat dan Parameter (PSP) KHGT atau kriteria KHGT.
Sedangkan yang keempat adalah bahwa waktu Ijtimak sebagai tanda peralihan bulan Dzulqa’dah ke bulan Dzulhijjah tersebut bertepatan dimana posisi titik balik Deklinasi utara Matahari dan Bulan sedang mendekati titik puncak deklinasinya. Sehingga kemungkinan Saudara-saudara di Jerman maupun negara-negara di lintang tinggi utara yang berkeinginan melakukan observasi atau merukyat Hilal kemungkinan akan berpotensi besar berhasil melihatnya, terutama yang menggunakan dengan teropong atau telescope.
Untuk menjawab pertanyaan kedua diatas baik secara astronomis dan matematisnya terkait apakah dengan informasi altitude dan longitude dan siklus periodik Matahari dan Bulan bisa membantu menghasilkan kemungkinan orang berhasil melihat Hilal atau merukyat Hilal atau dalam ilmu falak disebut dengan Rukyatul Hilal yang mashur disingkat dengan RH. Untuk melengkapi jawaban tersebut penulis melengkapi beberapa gambar grafis Deklinasi Matahari dan Bulan, screenshot Aplikasi Ephemeris Manazil Hijrunivers v.2.3. sebagai representasi surat ar-Rahman ayat 5 yakni “Matahari dan Bulan (beredar) menurut perhitungan” beserta prototipe kalender bulan Dzulqa’dah dan bulan Dzulhijjah menurut hisab hakiki kontemporer sesuai Prinsip, Syarat dan Parameter KHGT yang telah berhasil dirumuskan dalam Musyawarah Nasional XXXII Tarjih Muhammadiyah di Pekalongan, 13-15 Sya’ban 1445 H/ 23-25 Februari 2024 M yang lalu.
Deklinasi Matahari
Data deklinasi Matahari pada gambar 3 diambil dari data deklinasi hari ke 45267 sampai hari ke 46206 atau selama rentang waktu 939 hari, dari Epoch Time 1 Januari 1900. Jika dikonversi ke satuan hari, tanggal, bulan, tahun dan jam adalah hari Kamis, 7 Desember 2023 pukul 00:00 sampai dengan hari Jum’at, 3 Juli 2026 pukul 00:00.
Dengan aplikasi Hijrunivers v.2.3. bisa diketahui gerakan zigzag diklinasi Matahari baik kearah utara dan ke arah selatan equator sangat lambat dimana rata-rata kecepatannya hanya dicapai kurang lebih 0,25° per hari dengan deviasi cukup kecil, namun probabilitasnya cukup konsisten sehingga pola gerakannya seperti gelombang sinus atau kurva sinus pun juga konsisten sehingga pada setiap tahunnya gerakan deklinasi terjauh di titik balik baik lintang utara maupun di titik balik lintang selatan bisa diketahui dengan pasti dan akurat, begitu pula kapan ketika Matahari mencapai titik balik utara dan titik balik selatan maupun kapan deklinasi Matahari tepat di garis equator Bumi.
Konsistensi gerakan zigzag deklinasi Matahari ini sebagai impaknya adalah adanya keteraturan musim di Bumi dan pada waktu posisi deklinasi di dekat titik balik lintang utara inilah dimana di setiap tahunnya ketika Matahari tepat di deklinasi yang sama dengan lintang koordinat Ka`bah dan ketika Matahari tepat di atas Ka`bah bayangan Matahari kemudian bisa untuk mengkoreksi arah kiblat yang disebut dengan Rashdul Kiblat dari sebagian permukaan Bumi yang menghadap Matahari. Dimana dalam setiap tahunnya bisa dijumpai secara konsisten bahwa Rashdul Kiblat itu akan terjadi dua kali yaitu pata tanggal, 27 Mei pada pukul 16:18 WIB atau17:18 WITA dan pada tanggal, 15 Juli pada pukul 16:27 WIB atau 17:27 WITA
Deklinasi matahari tepat di titik balik lintang utara maupun tepat di titik balik lintang selatan garis equator rata-rata pada lintang 23,44° untuk titik balik utara lazim ditulis +23,44° LU dan untuk titik balik selatan lazim ditulis -23,44°LS. Waktu untuk mencapai titik balik utara-selatan di butuhkan waktu selama 6 bulan. Sehingga ketika gerakan deklinasi matahari dimulai pada tanggal, 21 Desember 2023 sampai dengan 21 Desember 2024 berikutnya, gerakan deklinasinya akan membentuk kurva sinus sempurna menghadap ke bawah (arah selatan) dilihat dari kutub selatan, dengan puncaknya matahari mencapai titik balik utara pada tangga,l 21 Juni 2024, dan begitu sebaliknya (lihat gambar 3). Ketika gerakan Matahari dimulai tanggal, 21 Juni 2024 sampai dengan 21 Juni 2025 berikutnya gerakan deklinasinya akan membentuk kurva sinus sempurna ke atas (arah utara) dilihat dari kutub selatan dengan puncak titik balik selatan -23,44° LS pada tanggal, 21 Desember 2024. Dengan demikian dalam rentang satu tahun enam bulan dari 21 Desember 2023 sampai dengan 21 Juni 2025, maka jika dilihat dari empat puncak titik balik deklinasi terjauh akan membentuk seperti gelombang sinus. Gerakan zigzag deklinasi Matahari ini terjadi secara terus-menerus dan terjadi berulang-ulang dengan kontinyu dan konsisten sampai batas waktu yang ditentukan sesuai tugas yang diemban dari Tuhannya.
Deklinasi Matahari Dan Bulan (gambar 4)
Data deklinasi Matahari dan Bulan diambil dari data deklinasi yang sama yakni dari hari ke 45267 sampai dengan hari ke 46206 atau selama rentang waktu 939 hari dari Epoch Time 1 Januari 1900. Data ini diperoleh dari aplikasi Epemeris Manazil Hijruniverse v.2.4. Jika dikonversi ke satuan hari, tanggal, bulan, tahun dan jam adalah hari Kamis, 7 Desember 2023 pukul 00:00 sampai dengan hari Jum’at, 3 Juli 2026 pukul 00:00. Berbeda dengan pola deklinasi Matahari, pola deklinasi Bulan gerakannya cukup rapat. Gerakan deklinasi Matahari untuk mencapai puncak titik balik di lintang 23,44° akumulasi dalam satu tahunnya hanya dicapai sebanyak tiga kali saja, satu kali di lintang utara +23,44° dan dua kali di lintang selatan -23,44° atau sebaliknya dua kali di lintang utara dan satu kali di lintang selatan (lihat gambar 3), tinggal dari mana berawal data rentang waktu tersebut yang digunakan.
Sebagaimana nampak pada gambar 4 di atas menunjukkan grafik warna orange adalah pola deklinasi Bulan sedangkan grafik warna biru laut adalah pola deklinasi Matahari, sama-sama membentuk kurva sinus, hanya berbeda bentuk kerapatannya.
Dimana pola gerakan deklinasi atau gelombang sinus Bulan lebih rapat sebagaimana yang ditunjukkan oleh kurva sinus warna orange, hal ini karena gerakan zigzag deklinasi Bulan di selatan dan utara equator yang lebih cepat daripada pola gerakan deklinasi Matahari yang ditunjukkan oleh kurva sinus warna biru laut (lihat gambar 4). Dimana setiap hari kecepatan gerakan deklinasi Bulan bervariasi, rata-rata bisa mencapai 4° dengan deviasi cukup besar sedangkan Matahari kecepatan gerak deklinasinya rata-rata satu hari hanya 0,25° dengan deviasi yang sangat kecil sehingga untuk mencapai diantara kedua titik balik deklinasi Matahari tersebut dibutuhkan kurang lebih enam bulan lamanya.
Akumulasi titik balik deklinasi Bulan dalam kurun satu tahun Hijriah selama 354 hari mencapai kurang lebih 26 kali titik balik, 13 kali titik balik di lintang utara equator dan 13 kali titik balik di lintang selatan equator dengan rata-rata puncak titik balik di lintang 28,4° baik di lintang utara maupun di lintang selatan dengan masing-masing deviasi 0,69°. Dengan demikian diketahui bahwa puncak titik balik deklinasi Bulan rata-rata lebih jauh 5° dari puncak titik balik deklinasi Matahari. Waktu yang dibutuhkan gerakan deklinasi Bulan ini untuk mencapai puncak titik balik deklinasi baik di lintang utara maupun lintang selatan equatur juga lebih cepat sehingga waktu yang dibutuhkan untuk setiap mencapai puncak titik balik deklinasi Bulan rata-rata hanya dibutuhkan waktu 13,6 hari sekali dengan deviasi bervariasi yaitu rata-rata mencapai 1,5 hari.
Kemungkinan Hilal Awal Bulan Dzulhijjah 1445 H bisa Terukyat di Munchen Jerman
Pada data deklinasi Matahari dan Bulan dalam rentang 939 hari, atau dari hari Kamis, 7 Desember 2023 pukul 00:00 sampai dengan hari Jum’at, 3 Juli 2026 pukul 00:00, pada puncak titik balik deklinasi baik Matahari dan Bulan tepat di titik balik lintang utara equator pada bulan Juni 2024 pada gambar 4 yang dilingkari warna biru huruf Abertepatan atau berdekatan dengan waktu Ijtimak atau Konjungsi (iqtiran) akhir bulan Dzulqa’dah 1445 H. Pengamatan Hilal (rukyatul hilal) dimungkinkan terbaik dari Bavarian Observatory Munchen Jerman yaitu ketika posisi puncak titik balik deklinasi Matahari dan Bulan di lintang utara.
Sebagaimana nampak pada gambar 4 di atas pada lingkaran warna biru huruf A menunjukkan ada empat (4) kurva sinus warna orange adalah pola puncak titik deklinasi Bulan di lintang utara sedangkan kurva sinus warna biru laut adalah menunjukkan satu (1) pola puncak titik deklinasi Matahari yang juga di lintang utara. Sebagaimana pada puncak titik balik baik Matahari dan Bulan dalam lingkaran warna biru huruf A pada gambar 4 di atas. Pada kurva sinus warna biru laut merupakan puncak titik balik deklinasi Matahari di 23,44° LU tepat tanggal 21 Juni 2024. Sedangkan puncak titik balik Bulan di 28,4° LU pada kurva sinus warna orange nomor satu dan nomor dua dari kiri masing-masing nomor satu dari kiri merupakan puncak titik balik deklinasi yang terjadi pada tanggal 12 Mei 2024 dan pada puncak titik balik nomor dua dari kiri terjadi tanggal 8 Juni 2024. Di puncak titik balik deklinasi Matahari dan Bulan inilah merupakan petunjuk waktu terbaik untuk melakukan pengamatan Hilal (rukyatul Hilal) di negara-negara lintang tinggi, khususnya negara Jerman, khususnya terkait dengan kecerlangan cahaya Hilal.
Mengapa rukyatul hilal dimungkinkan dilakukan di Bavarian Public Observatory Munich. Telah diketahui di observatorium inilah seorang Astronom ternama Jerman bernama Martin Elsasser berhasil memecahkan rekor dunia yang mendapatkan citra hilal (bulan sabit) 45 menit paska konjungsi pada siang hari, pukul 15:03 CEST (UTC+2) pada tanggal 5 Mei 2008, dimana waktu itu konjungsi terjadi pada pukul 14:18:12 CEST.
Selain dilengkapi Planetariun, Bavarian Public Observatory Munich juga sering diselenggarakan even atau program acara publik seperti Tur malam “Munich Star Hours”. Dan tur ini disediakan gratis, jika kemudian bisa dimanfaatkan untuk observasi bersama oleh temen-temen PCIM Jerman bisa untuk sebagai jalan dukungan dan sosialisasi terwujudnya kalender KHGT khusunya di Jerman karena koheren dengan apa yang sudah pernah dilakukan oleh Martin Elsasser, yang menjelaskan bahwa paska ijtimak Hilal awal bulan baru telah berhasil dilihat kelahirannya (wiladatul hilal). Selain juga letak geografis Bavarian Public Observatory Munich sangat setrategis dengan data geografis Bavarian Public Observatory Munich terletak di lintang 48° 07’ 19” LU dengan bujur 11° 36’ 24” BT, dimana Time Zone untuk bulan Juni 2024 M yang berlaku adalah UTC+2 Central European Summer Time (CEST) dengan tinggi tempat (Dpl) 534 meter dari permukaan air laut.
Berikut data hisab hakiki astronomi kontemporer obyek Hilal di Bavarian Public Observatory Munich sebagai panduan observasi (Rukyatul Hilal) khususnya saat masuk waktu Maghrib waktu setempat yang bertepatan dengan posisi deklinasi Matahari-Bulan sedang di sekitar puncak titik balik lintang utara. Data astronomi ini diperoleh dari aplikasi Ephemeris Manazil Hijruniverse v.2.3. sebagaimana screenshot pada gambar halaman berikutnya, masing-masing: 1). Gambar 5 data posisi obyek Hilal tanggal, 6 Juni 2024 saat terjadi Ijtimak waktu setempat. 2). Gambar 5 data posisi obyek Hilal tanggal, 6 Juni 2024 saat Maghrib Paska Ijtimak.
3). Gambar 6 data posisi obyek Hilal tanggal, 7 Juni 2024 saat Maghrib waktu setempat, dan 4). Gambar 7 data posisi obyek Hilal tanggal, 8 Juni 2024 saat Maghrib waktu setempat.
Data Posisi Obyek Hilal Tanggal, 6 Juni 2024 saat Terjadi Ijtimak
Data Ijtimak akhir bulan Dzulqa’dah (29 Dzulqa’dah 1445 H) bertepatan dengan 6 Juni 2024 M pukul 14:37:38 CEST (UTC+2). Syarat terjadinya ijtimak sebagaimana ditunjukkan pada gambar 5 di atas secara astronomis yaitu ketika Ecliptic Longitude Matahari (ELM) sama dengan Apparent Longitude Bulan (ALB) yaitu 74° 14’ 43”. Data lainnya adalah: 1). Tinggi Hilal hakiki geosentris +62° 48’ 33”, 2). Elongasi geosentris 04° 29’ 48”, 3). Usia Hilal saat waktu terjadinya ijtimak adalah 0,0000000 hari atau 0h 0j 0m 0d, sedangkan 4) Iluminasi Bulan 0,155%, dan 5). Deklinasi matahari +22° 43’ 59” Lintang Utara serta deklinasi Bulan +27° 12’ 20” Lintang Utara.
Karena waktu ijtimak tejadi pada pukul 14:37:38 CEST yaitu dari perspektif toposentris relatif terhadap kota Munich (Munchen) maka dipastikan ijtimak tidak terjadi di titik koordinat langit kota Munich karena Ijtimak pasti hanya terjadi di titik koordinat langit pada saat siang hari (siang bolong) yaitu ketika Matahari dan Bulan sama-sama diatas zenith, kurang lebih pada pukul 12:00 siang waktu setempat. Menurut perhitungan aplikasi Ephemeris Manazil Hijruniverse v.2.3. ijtimak akhir bulan Dzulqa’dah terjadi pada tanggal, 6 Juni 2024 M di koordinat langit pada latitude Matahari 22° 43’ 59” LU dan latitude Bulan 27° 12’ 20” LU dan keduanya pada posisi longitude 9° 51’ 00” Bujur Barat, kira-kira di atas langit Afrika barat bagian utara yaitu di Mauritania bagian utara.
Data Posisi Obyek Hilal Tanggal, 6 Juni 2024 saat Maghrib
Data posisi Hilal pada tanggal, 6 Juni 2024 M pada saat maghrib pukul 21:15:12 CEST dari gambar 6 dapat diketahui 1). Tinggi Hilal hakiki geosentris +3° 54’ 25”, 2). Elongasi geosentris 5° 50’ 04”, 3). Usia Hilal saat waktu masuk maghrib adalah 0,27609 hari atau 0h 6j 37m 34d, dan 4). Iluminasi Bulan 0,155%, sedangkan 5). Posisi Azimuth Matahari 308° 6’ 47” B-U (arah barat-utara) dan Azimuth Bulan 309° 24’ 11” B-U sedikit 1,29° di utara azimuth Matahari. Dengan demikian Hilal telah wujud sebagai bentuk kelahirannya.
Data posisi Hilal ini memang merupakan data untuk melengkapi panduan (memandu) Rukyatul Hilal, namun dengan data yang ada tersebut di atas ketika dilakukan observasi atau rukyatul hilal dengan rukyat kasat mata (mata telanjang) kemungkinan tingkat keberhasilannya sangat kecil, seperti pada simulasi ketampakan Hilal pada kotak terlihat warna Hitam pada aplikasi Ephemeris Manazil Hijruniverse v.2.3. gambar 6, karena tinggi dan elongasi Hilal masih berkategori rendah. Kecuali menggunakan alat teropong atau teleskop seperti yang ada di Bavarian Public Observatory Munich sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Martin Elsasser sesaat setelah terjadinya ijtimak di sore hari 5 Mei 2008 M pada waktu itu.
Pada saat maghrib 6 Juni 2024 M menurut batas pergantian waktu penanggalan Islam yang paling konvergen yaitu ketika sesaat masuk waktu maghrib. Dalam ilmu falak klasik dan yang mashur dalam kenyakinan jumhur ulama dan kaum muslimin dikenal dengan sebutan kalimat “malam ini atau malam itu dan esuknya masuk bulan baru” maksudnya dimulainya bulan baru kalender atau penanggalan. Kata “esuknya” dalam kalimat tersebut menunjukkan konversi waktu bertepatan pada hari dan tanggal yang dimulai pukul 00:00 tengah malam waktu setempat. Kata “esuknya” sebenarnya subtansinya sama dengan batas pergantian hari dalam perspektip Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT), yakni “hari (penanggalan) dimulai dan berakhir pada tengah malam di garis bujur 180 derajat”, sebagaimana pendapat Jamaludin Abd Ar-Raziq dalam bukunya “Al-Taqwim Al-Qamari Al-Islami Al-Muwahhad”.
Dalam perspektif aplikasi Ephemeris Manazil Hijruniverse v.2.3. pada gambar 6 dibawah pojok kanan kotak terlihat warna hitam, menunjukkan sel dimana ketika masuk waktu Maghrib telah tiba maka masuk bulan baru dari tanggal 29 Dzulqa’dah 1445 H berubah menjadi tanggal, 1 Dzulhijjah 1445 H, sekalipun Hilal belum bisa dirukyat. Pada saat masuk waktu maghrib ini pada sel dibawahnya lagi menunjukkan masih tanggal 29 Dzulqa’dah 1445 H, sekaligus menunjukkan bahwa usia bulan Dzulqa’dah 1445 H adalah 29 hari. Dan pada saat aplikasi ini menunjukkan pukul 00:00 waktu Munich Jerman sel tersebut akan berubah menjadi tanggal, 1 Dzulhijjah 1445 H, itulah perumusan awal bulan sebagaimana pada PSP-KHGT.
Data Posisi Obyek Hilal Tanggal, 7 Juni 2024 saat Maghrib
Data posisi Hilal pada tanggal, 7 Juni 2024 M pada saat maghrib pukul 21:15:59 CEST dari gambar 7 dapat diketahui 1). Tinggi Hilal hakiki geosentris +12° 17’ 17”, 2). Elongasi geosentris sudah mencapai 16° 54’ 45”, 3). Usia Hilal saat waktu masuk maghrib adalah 1,27664 hari atau 1h 6j 38m 21d, dan 4). Iluminasi Bulan sudah mencapai 2,173%, sedangkan 5). Posisi Azimuth Matahari 308° 16’ 48” B-U (arah barat-utara) dan Azimuth Bulan 302° 20’ 35” B-U sedikit 5,94° di selatan azimuth Matahari, data hilal dan posisi azimuth inilah yang membentuk posisi Hilal pada saat maghrib CEST seperti disimulasikan pada kotak warna hitam (lihat gambar 7).
Dengan data tersebut di atas ketika melakukan observasi atau rukyatul hilal dengan rukyat kasat mata kemungkinan besar Hilal sudah bisa dirukyat, dimana tanda-tanda fenomenanya seperti terlihat pada simulasi ketampakan Hilal pada kotak terlihat warna Hitam pada aplikasi Ephemeris Manazil Hijruniverse v.2.3. pada gambar 7, karena tinggi dan elongasi Hilal cukup tinggi apalagi jika menggunakan alat teropong atau teleskop.
Terlepas berhasil atau tidaknya observasi atau rukyatul hilal yang dilakukan itu, aplikasi Ephemeris Manazil Hijruniverse v.2.3. pada gambar 7 tetap mempresentasikan peredaran Matahari dan Bulan sehingga pada saat maghrib tanggal 7 Juni 2024 H, tanggal kalender sudah menunjukkan tanggal, 2 Dzulhijjah 1445 H tampak pada sel dibawah pojok kanan kotak terlihat warna hitam pada gambar 7. Dan sel dibawahnya lagi masih menunjukkan tanggal, 1 Dzulhijjah 1445 H dan akan berubah tanggal 2 Dzulhijjah 1445 H pada saat masuk pukul 00:00 tengah malam CEST.
Data Posisi Obyek Hilal tanggal, 8 Juni 2024 saat Maghrib
Data posisi Hilal pada tanggal, 8 Juni 2024 M pada saat maghrib pukul 21:16:43 CEST dari gambar 8 dapat diketahui 1). Tinggi Hilal hakiki geosentris +19° 47’ 42”, 2). Elongasi geosentris sudah mencapai 28° 54’ 44”, 3). Usia Hilal saat waktu masuk maghrib adalah 2,27777 hari atau 2h 6j 39m 59d, dan 4). Iluminasi Bulan sudah mencapai 6,262%, sedangkan 5). Posisi Azimuth Matahari 308° 36’ 05” B-U (arah barat-utara) dan Azimuth Bulan 292° 25’ 28” B-U di 16,18° selatan azimuth Matahari, data hilal dan posisi azimuth inilah yang membentuk posisi Hilal pada saat maghrib CEST seperti disimulasikan pada kotak warna hitam (lihat gambar 8).
Dengan data tersebut di atas ketika melakukan observasi atau rukyatul hilal dengan rukyat kasat mata kemungkinan besar Hilal sudah bisa dirukyat, dimana tanda-tanda fenomenanya seperti terlihat pada simulasi ketampakan Hilal pada kotak terlihat warna Hitam pada aplikasi Ephemeris Manazil Hijruniverse v.2.3. pada gambar 8 karena tinggi dan elongasi Hilal sudah sangat tinggi, ketebalan cahaya hilal atau iluminasi pun sudah diatas 6%. Dalam dunia astronomi pada fase ini disebut fase Bulan dengan sebutan Waxing Crescent.
Memang data Hilal yakni ketinggian, elongasi dan azimuth Bulan pada perhitungan (hisab hakiki astronomis) masuk waktu maghrib adalah hal penting dalam memandu rukyatul Hilal, tetapi dalam perumusan Kalender Hijriah Global Tunggal hanya sebagai penunjukkan bukti akurasinya hisab hakiki astronomis bahwa fenomena kelahiran hilal telah wujud. Sehingga tidak signifikan berpengaruh dalam perumusan KHGT selain memang KHGT tidak mensyaratkan keterlihatan hilal. Memang benar kemumgkinan rukyatul Hilal bisa dilihat atau tidak karena ditentukan oleh posisi Matahari dan Bulan. Posisi baik Matahari dan Bulan juga sebagai perumusan formulasi hisab hakiki astronomis dalam penentuan tanggal satu Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah dan bulan-bulan lainya bagi semua kriteria kalender Islam yang berkembang sampai saat ini, termasuk pada kriteria Kalender Hijriah Global Tunggal.
Kalender Hijriah Global Tunggal KHGT memang dalam kriterianya tidak mensyaratkan Hilal harus terlihat. Selain memiliki prinsipdan syarat KHGT juga memiliki parameter bahwa:
Prototipe Kalender KHGT Dzulqa’dah 1445 H
1). Seluruh kawasan dunia dianggap sebagai satu kesatuan, bulan baru dimulai secara bersamaan di seluruh kawasan dunia tersebut.
2). Bulan baru kalender dimulai apabila di bagian manapun di muka bumi sebelum pukul 00:00 GMT telah terpenuhi kriteria imkanur rukyat dengan parameter elongasi geosentris 8° atau lebih dan ketinggian Hilal geosentris saat matahari terbenam mencapai 5° atau lebih (IR58).
3). Koreksi kalender dilakukan manakala kriteria pada butir 2) di atas terpenuhi setelah lewat pukul 00:00 tengah malam waktu GMT, maka bulan baru kalender tetap dimulai dengan ketentuan berikut:
a). Apabila imkanur rukyat pada butir 2) tersebut telah terjadi di daratan Benua Amerika. Dan,
b). Ijtimak di New Zealand terjadi sebelum waktu fajar setempat.
Editor Mohammad Nurfatoni