Zakat Mal Tanah Investasi dan Tanah Produktif, Tanya Jawab Hukum Waris Islam oleh Dr Dian Berkah SHI MHI; Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim, dosen FAI Universitas Muhammadiyah Surabaya, dan founder Waris Center.
Tarjihjatim.pwmu.co – Mohon penjelasannya Ustadz, apakah terkena zakat mal, ketika kita mempunyai tanah yang tidak dimanfaatkan, sementara harga tanah sudah masuk nisab dan haul?
Jawaban
Berbicara zakat adalah berbicara kewajiban. Jika memang ada seseorang memiliki tanah, sementara tanah tersebut berstatus investasi, tidak digunakan untuk tempat tinggal, tentu tanah tersebut masuk ke dalam objek zakat mal (zakat harta simpanan).
Jika memang tanah tersebut bernilai setara dengan nilai nisab zakat mal, yaitu 85 gram emas, dan kepemilikan tanah tersebut juga sudah masuk dalam waktu 1 tahun (haul), maka objek tanah tersebut wajib menjadi objek zakat. Dalam hal ini, dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5 persen.
Berbeda tentunya, jika tanah tersebut digunakan untuk usaha produktif, seperti pertanian, peternakan, perikanan, perdagangan, pergudangan, dan usaha lainnya. Maka yang menjadi zakatnya bukan objek tanahnya, tetapi objek zakatnya berubah menjadi usaha yang berada di atas tanah atau lahan tersebut. Besaran zakat yang dikeluarkan tentu sesuai dengan zakatnya masing-masing.
Zakat pertanian bisa mengikuti ketemuan zakat pertanian. Besaran nilai zakatnya ada yang 5 persen ada juga yang dikenakan sebesar 10 persen. Perbedaannya terletak keberadaan air yang menjadi kebutuhan utama dari sawah tersebut. Apakah sawah tersebut melibatkan irigasi atau melibatkan air hujan.
Berbeda lagi dengan zakat peternakan. Begitu juga bisa berbeda dengan jenis zakat usaha perniagaan seperti pergudangan, zakat perdagangan berupa toko, kios, rumah makan, cafe dan resto dan lainnya.
Dengan demikian, sudah sepantasnya menjadi kesadaran setiap insan yang memiliki aset berupa tanah tidak membiarkan tanah tersebut tidak produktif sehingga zakatnya menjadi beban bagi pemiliknya.
Karena itu, ini semua harus menjadi hikmah dan pelajaran. Siapa pun tidak sekadar mencari dan memiliki aset seperti tanah. Melainkan, mereka harus sadar akan kewajiban yang harus dikeluarkan oleh pemilik tanah tersebut, yaitu zakat.
Kesadaran seperti ini menjadi penting. Mengingat, selain zakat itu hukumnya wajib. Tetapi juga agar siapa pun tidak sekedar memiliki tanah. Tanah tersebut menjadi kurang bermanfaat dan berguna. Tetapi sebaliknya, bagaimana pemilik tanah tersebut berusaha untuk menjadikan tanah tersebut berguna dan bermanfaat untuk dirinya, keluarga,dan masyarakat pada umumnya.
Jika disadari, bukan seperti itu hikmah adanya perintah kewajiban berzakat yang diberikan Allah kepada manusia. Dengan berzakat Allah jadikan semangat produktivitas bagi hamba-Nya. Tidak lain, agar mereka dapat meraih amal shaleh dengan berbagi dan peduli kepada orang lain (masyarakat). Termasuk, dengan adanya zakat agar keberadaan aset tidak hanya dikuasai oleh segilintir manusia, melainkan apa yang ada di bumi ini menjadi milik Allah yang berguna dan bermanfaat bagi seluruh manusia (al-Baqarah 22).
Dalam hal berbagi, Allah menempatkan manusia sebagai penghuni Surga (Ali Imran 133). Dalam hal ini, bukan sekadar berbagi. Berbagi bukan hanya di waktu lapang, tetapi juga dalam waktu sempit (Ali Imran 134). Begitu juga berbagi bukan hanya kepada mereka yang meminta, melainkan juga berbagi kepada mereka yang tidak meminta (adz-Dzariyat 19).
Demikian penjelasannya sebagai jawaban dari pertanyaan yang kedua. Semoga bermanfaat, amin. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni