Kakak Ngotot Ingin Jual Rumah Warisan padahal Ada Wasiat Lain; Tanya jawab agama diasuh oleh Dr Zainuddin MZ Lc MA, Ketua Lajnah Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur.
Tarjihjatim.pwmu.co – Assalamualaikum, saya bungsu dari enam bersaudara. Umur saya 46 tahun. Bapak sudah meninggal di tahun 2007, sedang ibu April 2017.
Salah satu dari saudara saya ada yang cacat dan sebelum bapak meninggal beliau membuat surat wasiat yang isinya rumah peninggalan ini tidak diperbolehkan untuk dijual dan hanya dikontrakkan saja.
Dan hasil kontrakan separuhnya untuk kakak saya yang cacat. Sejak sepeninggal bapak, ibu tinggal bersama kakak saya yang cacat, karena amanah dari bapak. Kakak saya yang cacat mempunyai satu anak yang normal yang baru bekerja dan kehidupan ekonominya cukup baik.
Rumah peninggalan bapak dan ibu sampai sekarang masih dikontrakkan. Dari enam bersaudara ini ada dua kakak saya yang menginginkan rumah peninggalan itu dijual, padahal ibu saya belum genap satu tahun meninggal. Saya pribadi tidak menginginkan rumah dijual tetapi selamanya dikontrakkan sesuai amanah orang tua kami .
Pertanyaan saya:
- Keputusan apa yang harus dilakukan kakak tertua kami agar tidak terjadi salah paham di antara kami bersaudara, mengingat orang tua sudah tidak ada.
- Mohon penjelasannya sesuai ajaran Islam.
Terima kasih, Ustadz.
Jawaban
Mestinya, harta peninggalan orang tua itu diwaris, pembagiannya sesuai dengan ilmu faraid (pembagian hak pusaka). Wasiat bapak cukup bijaksana, agar harta peninggalan itu terus menerus bermanfaat. Jika dijual, maka berakhirlah kebaikan yang diinginkan orang tua. Kasihan dia. Alasan apa sampai kakak ngotot ingin menjual rumah warisan?
Jika karena kondisi ekonomi, maka bisakah adik-adik memberikan solusinya? Tentu kita akan kesulitan untuk menghalangi apa yang menjadi haknya. Saya mengkhawatirkan, urusan pembagian harta waris menjadi awal kasus retaknya silaturahmi keluarga, apalagi jika pembagiannya tidak sesuai betul dengan aturan agama, lebih-lebih dalam kondisi saudara yang banyak. Cobalah adakan diskusi keluarga biar saudara-saudara memaklumi latar belakang yang sesungguhnya, saya yakin akan dapat dicarikan jalan keluar yang terbaik. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni