
Sudah Berjibaku Kerja, Ekonomi Masih Pas-pasan; Tanya jawab agama diasuh oleh Dr Zainuddin MZ Lc MA, Ketua Lajnah Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur.
Tarjihjatim.pwmu.co – Assalamualaikum, saya ibu rumah tangga dengan dua anak putra yang masih kecil.Suami saya pekerjaannya berdagang. Sudah sepuluh tahun saya menikah, tetapi rezeki kami dapatkan hanya cukup untuk makan dan membayar kontrakan.
Insya Allah semua sudah saya lakukan untuk menambah penghasilan. Mulai dari kerja serabutan, sedekah, shalat wajib, shalat Dhuha, da. puasa Senin Kamis.
Pertanyaan saya:
- Tapi kok belum ada perubahan.Aa mungkin Allah tidak mengabulkan doa saya. Saya ingin sekali punya rumah dan membahagiakan keluarga.
- Apakah saya masih kurang sabar dalam menghadapi semua ini?
- Dosakah saya karena suudzan kepada Allah?
- Solusi apa yang tepat untuk masalah saya?
Terima kasih
Jawbone
Usaha ibu layak diacungi jempol. Harus disadari bahwa manusia hanya mampu berihtiar, namun Allah yang memberi takarannya. Bagi setiap Muslim, yang diharapkan adalah keberkahannya, bukan sedikit dan banyaknya.
Betapa banyaknya kebahagiaan rumah tangga terjadi walaupun dibangun dengan rezeki yang sedikit, dan betapa banyak pula kondisi rumah tangga berantakan gara-gara banyaknya rezeki.
Dulu ketika miskin, belum punya rumah, makan sepiring berdua, kini setelah rezeki melimpah, bapak tidak lagi makan sama ibu, eh … malah makan sama sekretaris pribadinya. Sedih bukan?
Maka tidak boleh suudzan (buruk sangka) kepada Allah, itu berdosa Bu. Allah tidak pelit, Allah tidak miskin. Subhanallah. Solusi yang tepat adalah meyakini bahwa hasil ihtiar ini adalah yang terbaik bagi kita menurut Allah, walaupun hal itu tampaknya tidak menyenangkan.
Ketika Anda diberi kekayaan, lalu anak minta kepada Anda untuk diberikan motor, namun Anda tidak membelikannya, maka jangan ada orang yang menilai Anda pelit. Tetapi sikap Anda merupakan cermin yang bijak, demi kemaslahatan anak Anda sendiri. Ilustrasi seperti ini perlu dijadikan bahan tafakur (perenungan), agar ke depan kita tidak suudzan kepada Allah SWT.
Editor Mohammad Nurfatoni