Kandungan Shalawat
Padahal jika teliti ada beberapa hal yang harus kita perhatikan:
- Dalam riwayat tersebut Nabi memerintahkan dengan kalimat sallu ‘alayya صلوا علي yang berarti bershalawatlah atasku bukan sallu ilayya صلوا الي (bershalawatlah kepadaku). Jika kita memaknai kalimat tersebut dengan panjang maka yang tepat adalah ‘berdoalah kepada Allah untuk senantiasa mencurahkan rahmat-Nya kepadaku’ karena sejatinya shalawat Allah kepada Nabi adalah dengan mencurahkan rahmat-Nya.
- Kalimat shalawat dalam riwayat tersebut dimulai dengan kalimat allahumma اللهم yang identik dengan doa. Dimulainya shalawat dengan menggunakan kata tersebut sudah cukup memberikan makna bahwa shalawat hendaknya diaturkan kepada Allah dan semata-mata karena Allah.
- Objek dalam shalawat merupakan Nabi dan keluarga Nabi Muhammad. Dengan demikian Nabi Muhammad bukanlah dzat yang berhak kita mintai dalam shalawat melainkan objek atas shalawat kita yang kita mohonkan kepada Allah SWT.
Dengan memperhatikan ketiga poin di atas, dengan shalawat seharusnya ketauhidan umat Islam terjaga. Jika dimaknai secara luas, kalimat shalawat secara sah melegitimasi bahwa Allah tetaplah Dzat Yang Maha Kuasa, yang dengan kekuasaannya memberikan rahmat kepada Nabi Muhammad.
Selanjutnya, shalawat juga secara sah melegitimasi bahwa Nabi Muhammad tetaplah sosok hamba dan juga rasul, sehingga derajat Nabi Muhammad selamanya adalah derajat makhluk bukan derajat khalik. (Ali Imran 144)
Sayangnya beberapa fenomena menunjukkan bahwa kalimat kalimat qasidah atau bahkan syair dimaknai sebagai kalimat shalawat. Bahkan ketika dimaknai dengan teliti, sejatinya yang diklaim sebagai shalawat itu jauh dari konteks shalawat yang sebenarnya.
Oleh karena itu, perlu berhati-hati dan waspada, jangan sampai kecintaan kita kepada Nabi tidak berdasarkan kepada pengetahuan yang baik, karena sejatinya cinta kepada Nabi adalah mengikuti rambu-rambu yang diberikan Nabi Muhammad kepada kita. (Ali Imran 31)
Bagaimanapun Umat Islam harus menyadari bahwa peran dan fungsi shalawat bisa digunakan untuk menjaga sekaligus melindungi diri dari kesyirikan, bukankah dahulu Nabi Isa pernah begitu diagungkan secara hingga dianggap Tuhan?
Patut kita syukuri, kita dianugerahi shalawat sebagai bentuk mengekspresikan cinta kepada Nabi dengan tetap menjaga tauhid kepada Allah. Sudah saatnya mempertimbangkan bersama apakah shalawat yang selama ini kita ucapkan murni karena Allah atau justru ‘menduakan’ Allah SWT.