Suami Tidak Shalat, Haruskah Istri Minta Cerai? Tanya jawab agama diasuh oleh Dr Zainuddin MZ Lc MA, Ketua Lajnah Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur.
Tarjihjatim.pwmu.co – Ustadz saya mau bertanya, saya punya ipar laki-lai (suami mbak saya) yang tidak menjalankan shalat, kemudian masih rutin menjalankan ritual-ritual di malam-malam tertentu, pernikahan mereka sudah berjalan hampir 14 tahun, dan yang saya ketahui beberapa ulama berpedoman meninggalkan shalat adalah kafir.
Yang ingin saya tanyakan bagaimana status pernikahan kakak saya? Apakah boleh istri minta cerai karena suami tidak shalat? Jika seandainya cerai itu yang lebih baik, bagaimana cara meyakinkan kakak saya karena kakak saya ibu rumah tangga? Mohon sarannya,Ustadz. Jazakallah khairan.
Jawaban
Haditsnya shahih, orang yang meninggalkan shalat dihukumi “kafir” sebagaimana yang diriwayatkan Jabir bin Abdullah radhiyallahuanhu Rasulullah SAW bersabda: pembeda seseorang antara syirik dan kafir adalah meninggalkan shalat. (HR Muslim: 82; Abu Dawud: 4678; Tirmidzi: 2619; Ibnu Majah: 1078; Baihaqi: 6287, dan Baihaqi dalam Syuabul Iman: 3793.)
Namun harus dipahami secara proporsional, kafir orang yang meninggalkan shalat adalah di hadapan Allah SWT bukan dalam konteks interaksi sosial. Semua yang sudah berikrar syahadat harus dikategorikan Muslim.
Seperti ini pula memahami hadits yang tidak berbaiat disebut “kafir”, tentunya bukan kafir iktiqadi, melainkan kufur nikmah, maka tak layak seseorang menilai temannya “kafir” hanya karena tidak shalat atau tidak berbaiat dengan pemimpinnya.
Berangkat dari pemikiran ini, istri tidak boleh menilai suaminya kafir, kemudian mengadukan cerai. Status pernikahannya tetap sah. Saya yakin, istri akan diberi kemampuan oleh Allah untuk menjadikan suami kembali ke jalan yang lurus. Karena seseorang tidak shalat itu ada beberapa kemungkinan.
Mungkin karena pengingkarannya, maka yang bersangkutan telah melakukan dosa besar, menurut ajaran Islam dia dituntut untuk segera bertobat. Atau mungkin karena malas tanpa pengingkaran, maka perlu bimbingan dan arahan.
Agar dia menyadari bahwa seorang yang shalat bukan untuk siapa-siapa, melainkan untuk dirinya sendiri, yang pada akhirnya shalat bukan lagi beban, melainkan sebuah kenikmatan, sebagai media taqarub kepada Allah dan berdampak kemaslahatannya baik di dunia maupun di akhirat.
Semoga selalu ingat, makin dekat seseorang kepada Tuhannya, makin besar pertolongan-Nya kepada dirinya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni