Koperasi Syariah
Karena kebutuhan anggota tidak hanya pembelian barang, tetapi juga kebutuhan lain. Misalnya, kebutuhan untuk biaya sekolah, biaya berobat, biaya perjalanan (rekreasi, haji, dan umrah). Koperasi bisa gunakan akad ijarah multijasa. Akad ini nanti di dalamnya bisa menggunakan akad ijarah atau akad kafalah.
Kebutuhan anggota lainnya seperti untuk usaha, Koperasi bisa menggunakan akad mudharabah dan akad musyarakah (syirkah). Kedua akad ini keuntungan berupa bagi hasil (nisbah) dari keuntungan usaha yang didapat.
Nisbah ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua pihak. Jika memang 10 persen sebagian bagian untuk koperasi dan 90 persen untuk anggota. Khusus untuk musyarakah (syirkah), nisbah bisa berdasarkan penyertaan modal atau kesepakatan kedua pihak.
Demikian penjelasan singkat terkait, agar siapa pun yang menjalankan koperasi terbebas dari riba dan lainnya seperti maysir (spekulatif), gharar (ketidakjelasan baik harga maupun barang). Demikian harta yang diperoleh dan harta yang akan ditinggalkan dalam bentuk harta waris terbebas dari unsur keharaman, riba, dan lainnya.
Sebagai tambahan, pertama, siapa pun perlu yang memperhatikan jika koperasi atau lembaga lainnya yang masih menjalan sistem konvensional, sekiranya dapat mengubah kelembagaannya menjadi koperasi syariah atau bank syariah (LKS).
Karena LKS di dalamnya harus melibatkan Dewan Pengawas Syariah (DPS). Dalam operasional, DPS itulah yang nanti memastikan agar kegiatan LKS sesuai dengan prinsip syariah dan terbebas dari riba.
Kedua, Allah telah menegaskan antara yang halal (jual beli) dan haram (riba) dalam surat al-Baqarah ayat 275. Sebagai inspirasi, janganlah kita samakan antara yang syariah dengan yang konvensional.
Sebagai solusi, apapun pengalaman kita, ayo terus belajar dan mendalami prinsip-prinsip syariah dalam berekonomi yang bersumber dari fatwa Dewan Syariah Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Semoga, ini bisa memberikan penjelasan sederhana agar segala aktivitas kita dalam kegiatan berekonomi dan harta yang diperoleh dan harta yang akan ditinggalkan (harta waris) menjadi harta yang halalan thayiban, terbebas dari unsur riba, gharar, maysir, tadlis, ghiys, dan lainnya.
Demikian yang bisa kami jelaskan dengan penuh tanggung jawab dan berdasarkan kompetensi dalam bidang pengawas syariah. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni