Pelaksanaan Puasa Sunah Arafah
Persoalan Kedua, Pelaksanaan Puasa Sunah Arafah.
Apakah Puasa Arafah harus dilaksanakan bersamaan dengan jamaah haji yang sedang wukuf di Arafah? Dalam hadis Riwayat Muslim, Nabi saw bersabda:
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ
“Puasa hari Arafah aku berharap kepada Allah agar menjadi penebus (dosa) setahun sebelumnya dan setahun sesudahnya” (HR. Muslim No. 197).
Ulama berbeda pendapat mengenai makna kalimat (صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ), “Puasa hari Arafah…”. Pendapat pertama mengatakan bahwa puasa Arafah adalah puasa yang dilaksanakan bersamaan dengan wukufnya para jama’ah haji di padang Arafah. Pemdapat ini berdasarkan hadis sbb:
عَنْ مَيْمُونَةَ – رضى الله عنها – أَنَّ النَّاسَ شَكُّوا فِى صِيَامِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – يَوْمَ عَرَفَةَ ، فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِحِلاَبٍ وَهُوَ وَاقِفٌ فِى الْمَوْقِفِ، فَشَرِبَ مِنْهُ، وَالنَّاسُ يَنْظُرُونَ
“Dari Maimunah ra. ia berkata bahwa orang-orang saling berdebat apakah Nabi saw. berpuasa pada hari Arafah. Lalu Maimunah mengirimkan pada beliau satu wadah (berisi susu) dan beliau dalam keadaan berdiri (wukuf), lantas beliau minum dan orang-orang pun menyaksikannya.” (HR. Bukhari no. 1989 dan Muslim no. 1124).
Hadis ini bisa dipahami bahwa puasa Arafah itu tidak dilakukan oleh orang yang sedang wukuf di Arafah, tetapi oleh orang yang tidak berwukuf di Arafah.
Pendapat Kedua menyatakan bahwa puasa Arafah adalah puasa yang dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah sesuai dengan kalender bulan Dzulhijjah pada masing-masing wilayah (negara), meskipun tidak bersamaan dengan para jamaah haji wukuf di Arafah (أَنَّ الْمُعْتَبَرَ فِي الصِّيَامِ هُوَ الْيَوْمُ التَّاسِعُ مِنْ شَهْرِ ذِي الْحِجَّةِ وَلَوْ لَمْ يُوَافِقِ الْيَوْم الَّذِي يَجْتَمِعُ النَّاسُ فِيْهِ بِعَرَفَةَ) (Arsip Multaqa Ahl al-Hadis-3, 7 September 2008).
Muhammadiyah cenderung pada pendapat yang kedua ini (Suara Mjuhammadiyah, 20 Maret 2020). Beberapa argumen yang dibangun antara lain sebagai berikut:
Pertama, Rasulullah saw. telah menamakan puasa Arafah meskipun kaum muslimin belum melaksanakan haji, bahkan para sahabat telah mengenal puasa Arafah yang jatuh pada 9 Dzulhijah meskipun kaum muslimin belum melaksanakan haji.
Dari Hunaidah Ibn Khalid, dari istrinya, dari salah seorang istri Nabi saw., ia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ تِسْعَ ذِي الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنْ الشَّهْرِ وَالْخَمِيسَ
Adalah Rasulullah saw. melakukan puasa pada sembilan hari bulan Dzulhijah, hari Asyura, tiga hari setiap bulan, dan hari Senin dan Kamis pertama setiap bulan (HR. Abu Dawud No. 2439). Al-Albani: hadis ini sahih (al-Albani, Sahih Wa Daif, I/2).
Hadis ini menunjukkan bahwasanya Nabi saw. terbiasa puasa Arafah, tanggal 9 Dzulhijjah, saat sedang tidak berhaji. Nabi saw. hanya berhaji sekali selama hidupnya.
Kedua, jika memang yang dimaksud adalah menyesuaikan dengan waktu wukufnya para jama’ah haji di padang Arafah (dan bukan tanggal 9 Dzulhijjah berdasarkan masing-masing negeri), maka bagaimanakah cara berpuasanya orang-orang di Sorong Irian Jaya, yang perbedaan waktu antara Makkah dan Sorong sekitar 6 jam? Saat mereka mulai wukuf, di Sorong sudah pukul 18.00?
Ketiga, jika seandainya terjadi malapetaka atau problem besar atau bencana atau peperangan, sehingga pada suatu masa ternyata jamaah haji tidak bisa wukuf di padang Arafah, atau tidak bisa dilaksanakan ibadah haji pada tahun tersebut, maka apakah puasa Arafah juga tidak bisa dilaksanakan karena tidak ada jamaah yang wukuf di padang Arafah?
Itulah beberapa alasan yang menguatkan pendapat bahwa yang dimaksud dengan hari Arafah adalah tanggal 9 Dzulhijah sesuai dengan kalender masing-masing di negerinya. Wallahu A’lam!
Artikel ini telah dimuat majalah Matan Edisi 204 Juli 2023
Editor Mohammad Nurfatoni