Menghadapi Gendam Penipuan; Diasuh oleh Dr Zainuddin MZ Lc MA, Ketua Lajnah Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur.
Tarjihjatim.pwmu.co – Tanya: Bagaimana menghadapi orang tua yang seringkali tertipu bahkan saat ini sudah tiuga pekan tidak pulang hanya karena diminta seseorang yang menamakan dirinya ‘abah’ yang berjanji akan memberi hibah uang miliaran, padahal sering kali orang tua tertipu dengan modus seperti itu dimana ujung-ujungnya minta uang.
Saat ini orang tua saya bermaksud menjual tanah di mana ‘abah’ (sebagai makelar) dengan pembeli yang katanya dari Malaysia, tapi banyak ritual aneh yang dipenuhi orang tua saya (saya baca SMS di HP orang tua saya) yang harus nyekar ke makam siapalah, yang menyiapkan kamar kosong, yang minta uang maharlah, uang transportlah, dan sudah habis ratusan juta.
Bahkan orang tua sudah gelap mata cari pinjaman ke mana-mana bahkan BPKB mobil anak-anaknya dan sertifikat rumah tergadai, (dijanjikan ada pembeli Malaysia tapi abah minta transfer uang terlebih dahulu sebagai mahar) dengan modus seperti itu dan orang tua diminta nunggu di waktu tertentu terus molor sampai tiga pekan ini.
Anak-anaknya sudah berusaha untuk menyadarkan agar orang tua pasrah kepada Allah tapi seperti sudah terhipnotis. Sudah sering terjadi orang tua tertipu bisnis aneh-aneh hanya karena iming-iming laba milyaran dengan menyerahkan modal ratusan juta. Apa yang harus dilakukan anak-anaknya?
Jawaban
Tampaknya bapak perlu diruqyah jika kesimpulan Anda terkena guna-guna. Penyakit nonmedis perlu diselesaikan dengan cara nonmedis pula. Masak bapak kagak kapok-kapoknya sudah tertipu sedemikian juta, apalagi persyaratannya sangat tidak sesuai dengan syariat Islam.
Secara rasio, mana ada broker rugi dengan memberi iming-iming uang miliaran rupiah? Saya teringat warning al-Qur’an, ada manusia yang ingin segera kaya urusan dunia, padahal belum tentu membawa keberkahan.
Bahkan urusan dunia itu adalah kenikmatan yang menipu dayakan. Dahulu ketika miskin masih mau makan sepiring berdua, ketika jadi konglomerat makannya sama sekretaris pribadinya di puncaklah, di hotellah. Ternyata kekayaan ini tidak serta merta mendatangkan keberkahan, justru sebaliknya. Naudzubillah.
Memang cita-cita bapak setelah jadi miliader mau apa, coba tanyakan, apa mau seperti Abu Bakar al-Shiddiq yang kesemuanya diinfakkan untuk Allah? Atau untuk hidup foya-foya. Semoga pemikiran seperti ini dapat memberi inspirasi agar bapak tidak terpuruk mengejar fatamorgana. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni