Adakah Puasa Sunnah Tarwiyah 8 Dzulhijjah? Oleh Ustadzah Ain Nurwindasari.
PWMU.CO – Di antara amalan utama yang disunnahkan di bulan Dzulhijjah adalah puasa pada hari Arafah, yaitu tanggal 9 Dzulhijjah.
Keutamaan puasa Arafah ialah dapat menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang, sebagaimana disebutkan dalam hadis shahih:
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ اَحْتَسِبُ عَلَى اللّهِ اَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِيْ قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِيْ بَعْدَهُ، وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ اَحتَسِبُ عَلَى اللّهِ اَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِيْ قَبْلَهُ
“ … Dan puasa pada hari Arafah –aku mengharap dari Allah- menghapuskan (dosa) satu tahun yang telah lalu dan satu tahun yang akan datang. Dan puasa pada hari ‘Asyura’ (tanggal 10 Muharram) –aku mengharap dari Allah menghapuskan (dosa) satu tahun yang telah lalu.” (HR Muslim, Abu Dawud, Ahmad, Baihaqi, dan lain-lain).
Para ulama pun bersepakat terkait sunahnya puasa Arafah untuk dikerjakan oleh umat Islam.
Adapun puasa tarwiyah, yaitu puasa yang dilakukan pada tanggal 8 Dzulhijjah masih diperselisihkan oleh para ulama. Sebagian menganggap puasa tarwiyah disyariatkan dan sebagian yang lain memandang puasa tarwiyah tidak disyariatkan.
Dalil yang dijadikan dasar pensyariatan puasa tarwiyah ialah hadits, yang pertama:
صَوْمُ يَوْمِ التَّرْوِيَةِ كَفَّارَةُ سَنَةٍ، وَصَوْمُ يَوْمِ عَرفَةَ كَفَّارَةُ سَنَتَيْنِ
“Puasa pada hari tarwiyah menghapuskan (dosa) satu tahun, dan puasa pada hari Arafah menghapuskan (dosa) dua tahun”.
Hadits tersebut dinilai maudhu’ oleh Syaikh Al-Albani di dalam kitab Dhaif al-Jami’ ash-Shaghiir wa ziyadatihi (Sumber: al-Maktabah asy-Syamilah). Demikian pula Imam Al-Hakim mengomentari salah satu perawi hadits tersebut yang bernama Kalbiy dengan kalimat: “Ia meriwayatkan dari Abi Shaalih hadits-hadits yang maudlu’ (palsu).”
Dengan demikian hadits di atas tidak dapat dijadikan dasar untuk melaksanakan puasa tarwiyah.
Bersandar Hadits Puasa 9 Hari
Namun, sebagian umat Islam menyandarkan pendapat pelaksanaan puasa tarwiyah pada hadits yang diriwayatkan oleh beberapa istri Rasulullah SAW:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ تِسْعَ ذِى الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنَ الشَّهْرِ وَالْخَمِيسَ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya, …” (HR Abu Daud No. 2437. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Hadits di atas tidak secara khusus menyebutkan puasa tarwiyah, melainkan puasa pada sembilan hari awal Dzulhijjah, yaitu hari ke-1 sampai ke-9, yang di dalamnya juga termasuk tarwiyah.
Hadits di atas juga sejalan dengan keutamaan bulan Dzulhijjah, berdasarkan hadits:
روى البخاري رحمه الله عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ قَالَ: وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, rahimahullah, dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Tidak ada hari di mana amal shalih pada saat itu lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini. Yaitu: 10 hari dari bulan Dzulhijjah.
Mereka bertanya: Ya Rasulullah, tidak juga jihad fi sabilillah? Beliau menjawab: Tidak juga jihad fi sabilillah, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan sesuatu apapun.“
Dengan demikian tidak ada nash yang secara khusus menganjurkan puasa tarwiyah, kecuali jika dilakukan dengan niat memperbanyak puasa di awal bulan Dzulhijjah, bukan mengkhususkan puasa di hari ke-8 Dzulhijjah.
Wallahu a’lam bish shawab. (*)
Ustadzah Ain Nurwindasari SThI MIRKH adalah anggota Lembaga Dakwah Komunitas (LDK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Sekretaris Majelis Tabligh dan Ketarjihan Pimpinan Daerah Asiyiyah (PDA) Gresik; alumnus Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) PP Muhammadiyah dan International Islamic University of Malaysia (IIUM); guru Al-Islam dan Kemuhammadiyahan SMP Muhammadiyah 12 GKB Gresik.
Artikel ini bisa juga dibaca di PWMU.CO
Editor Mohammad Nurfatoni