Bolehkan Berimam pada Orang yang Sedang Shalat Sendirian? Tanya jawab agama diasuh oleh Dr Zainuddin MZ Lc MA, Ketua Lajnah Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur.
Tarjihjatim.pwmu.co – Assalamu’alaikum, Ustadz. Saya mau bertanya terkait dengan hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Abas, mengenai shalat berjamaah.
Hadits tersebut dijadikan dalil bolehnya mengangkat seorang imam yang sedang melakukan shalat munfarid(sendirian). Adapun redaksinya sebagai berikut:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رض قَالَ: نِمْتُ عِنْدَ مَيْمُوْنَةَ وَ النَّبِيُّ ص عِنْدَهَا تِلْكَ اللَّيْلَةَ، فَتَوَضَّأَ ثُمَّ قَامَ يُصَلّى، فَقُمْتُ عَنْ يَسَارِهِ، فَأَخَذَنِى فَجَعَلَنِى عَنْ يَمِيْنِهِ. البخارى ١: ١٧١
Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata, “Aku pernah tidur di rumah (bibiku) Maimunah, sedang pada malam itu Nabi SAW berada di sisinya. Kemudian Nabi SAW berwudhu, lalu shalat malam. Kemudian aku ikut shalat malam, Kemudian aku ikut shalat dan berdiri di sebelah kiri beliau, lalu beliau memegangku dan menempatkan aku di sebelah kanan beliau.” (HR Bukhari Juz 1 Hal. 171)
Sebagian kaum Muslimin ada yang menganggap hadits tersebut tidak dapat dijadikan hujah (dasar hukum) sebagai bolehnya mengangkat orang yang melakukan shalat munfarid menjadi imam, walaupun status hadits tersebut shahih.
Bahkan yang melakukannya bisa dinilai sebagai amalan bid’ah, dengan alasan bahwa Ibnu Abbas saat melakukan itu usianya masih balita. Sehingga apapun yang dilakukan Rasulullah selalu diikuti oleh Ibnu Abbas, karena usianya belita. Maka hadits tidak kuat untuk dijadikan hujah, sehingga harus merujuk kepada para sahabat yang melakukannya.
Dari paparan tersebut, pertanyaan saya:
- Apakah memang benar pemahaman yang demikian?
- Apakah ada sahabat Rasulullah yang melakukan hal serupa sebagaimana yang dilakukan Ibnu Abbas?
- Pada saat Ibnu Abbas mengikuti shalat bersama Rasulullah, pada saat itu kondisi Rasulullah sudah melakukan shalat atau belum melakukan shalat, sehingga Rasulullah menempatkan Ibnu Abbas kesebelah kanan Beliau?
Terimakasih atas jawaban dan penjelasannya.
Jawaban
Jangankan kepada seorang yang shalat munfarid (sendirian), jika Anda masuk masjid lalu ada orang yang sedang melakukan shalat tahiyat masjid, maka Anda boleh bermakmum kepadanya, walaupun Anda shalat wajib.
Anda tidak perlu berbisik dengannya, “He Anda shalat apa? Bolehkah aku bermakmum kepadamu?”
Bahkan ketika Umar bin Khatthab memasuki masjid ada seorang pelaku bid’ah shalat, maka dia bermakmum kepadanya. Ketika dikonfirmasikan bid’ahnya, ia menjawab itu urusan dia dengan Tuhannya.
Ketika Ibnu Abbas hijrah ke Madinah, ia berusia sepuluh tahun (bukan balita). Saya tidak tahu persis, dalam usia berapa ia bermakmum shalat malam bersama Nabi ketika ia tidur di rumah bibinya (Maimunah).
Dalam riwayat lain jauh lebih rinci. Ketika Nabi SAW shalat, ia terbangun lalu bermakmum kepada Nabi, namun posisi berdirinya yang dipindahkan oleh Nabi, sehingga kejadiannya saat Nabi sedang shalat, bukan sebelumnya.
Jika perilaku Ibnu Abbas ini tidak dapat dikategorikan syariat atau tidak dapat dijadikan hujah, karena ia masih kecil, maka akan menggugurkan sekian banyak tuntunan, seperti melintasi shaf (barisan shalat) dalam berjamaah dan lainnya.
Seperti itu pula periwayatan Anas, dan para kader Nabi kebanyakan dari kalangan anak, seperti anak Abbas (Ibnu Abbas), anak Umar (Ibnu Umar), anak Amr (Ibnu Amr), anak Mas’ud (Ibnu Mas’ud) yang mereka oleh ulama disebut al-Abadilah. Mereka selalu mengikuti amalan Nabi dan melakukan hal-hal yang diikrari oleh Nabi, semuanya layak dijadikan sumber hukum. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni