Muhasabah Diri sebagai Pribadi
Apabila dilihat dari posisi manusia dalam kehidupan ini, maka akan kita dapatkan manusia sebagai pribadi dan sebagai bagian dari masyarakat. Evaluasi dan muhasabah diri kita bisa kita mulai dari diri kita sebagai pribadi. Mau diakui atau tidak, diri kita masih banyak kekurangan dan kelalaian dalam menunaikan tugas dan kewajiban kita.
Shalat, yang merupakan sarana komunikasi kita dengan Allah SWT, bisa jadi secara kuantitas sudah terpenuhi. Lima waktu sehari semalam sudah bisa kita tunaikan dengan lengkap. Namun, apabila kita lihat kualitasnya, mungkin masih jauh dari yang seharusnya.
Kita masih belum bisa khusyuk seratus persen dalam shalat yang kita tunaikan. Dalam shalat kita masih disibukkan dengan setumpuk pekerjaan yang semakin hari semakin bertambah itu. Shalat kita masih sekedar menggugurkan kewajiban, belum menjadi sarana yang efektif untuk berkomunikasi dengan Allah, mengadukan segala kelemahan dan ketidakberdayaan kita di hadapannya.
Shalat kita ternya belum dapat kita manfaatkan sebagai senjata untuk memohon kepada Allah, padahal kebutuhan dan keinginan kita amat banyak sekali. Seandainya seluruh kebutuhan kita dapat kita komunikasikan dengan baik kepada Allah, maka Allah akan semakin mencintai kita dan mengabulkannya, serta keberkahan dari-Nya akan selalu kita dapatkan.
Mungkin kita sebagai muslim laki-laki sudah melakukan shalat dengan lengkap secara kuantitas, namun shalat wajib itu belum kita tunaikan dengan cara dan di tempat yang seharusnya kita tunaikan. Bisa jadi karena berdalih kesibukan dan tidak ada waktu yang cukup, kita hanya bisa menunaikan shalat wajib kita secara sendiri di rumah atau ruangan tempat kerja kita. Bukankah seharusnya kita tunaikan berjamaah di masjid. Bukankah Rasulullah saw. telah memperingatkan kepada kita dan berazam akan membakar rumah orang-orang yang tidak mau melakukan shalat berjamaah di masjid.
Rasulullah pernah didatangi seorang sahabat yang buta yang tidak ada yang bisa menuntunnya ke masjid untuk menjalankan shalat wajib dengan berjamaah. Sahabat tersebut meminta fatwa tentang kondisinya yang sulit untuk pergi ke masjid.
Awalnya, Rasulullah memberi keringanan kepada sahabat tersebut untuk shalat di rumah, namun setelah beberapa langkah sahabat itu pergi, Rasulullah memanggilnya kembali dan menanyakan kepadanya, “apakah engkau mendengar azan?”, Iya ya Rasulullah, jawab sahabat tadi. Kalau begitu engkau tetap harus melaksanakan shalat wajib dengan berjamaah di masjid, tegas Rasulullah SAW.
Begitu pentingnya shalat berjamah di masjid bagi laki-laki, sehingga Umar bin Khatab ra harus menghukum dirinya dengan menjual kebunnya. Pada suatu hari beliau terlambat melaksanakan shalat Asar berjamaah bersama Rasulullah dan keterlambatannya itu disebabkan karena dia sedang berada dan menikmati kebunnya, setelah dia sampai di masjid ternyata kaum muslimin sudah selesai melaksanakan shalat Asar berjamaah.
Agar tidak terulang lagi kesalahan itu, maka dijuallah kebunnya dan hasil penjualannya diinfakkan untuk kepentingan dakwah Islam. Mungkin hal ini hanya bisa dilakukan oleh Umar bin Khatab dan sulit kita lakukan. Namun, setidaknya kita bisa mengambil spirit yang dari cerita Umar itu untuk memperbaiki kualitas shalat kita.
Baca sambungan di halaman 3: Muhasabah Diri sebagai Bagian Masyarakat