
Muhasabah tentang Kepedulian Kita
Dalam kaitannya dengan kepedulian ini Rasulullah saw. telah bersabda bahwa, “Barang siapa yang tidak memiliki kepedulian dengan urusan kaum Muslimin, maka dia tidak termasuk orang Muslim.”
Pada kenyataannya, banyak orang yang tidak peduli dengan kesulitan orang lain, lebih-lebih lagi jika orang yang tertimpa kesulitan itu adalah orang yang tidak kita dikenal. Biasanya dalih yang disampaikan karena urusannya sendiri sudah banyak, bagaimana mungkin bisa mengurusi urusan orang lain, menyelesaikan urusan sendiri saja tidak kelar.
Namun demikian, agama Islam yang kita yakini akan kebenarannya melarang kita memiliki sikap acuh tersebut. Dalam beberapa hadis disebutkan bahwa kepedulian kita terhadap orang lain bahkan dikategorikan sebagai bagian dari keimanan dan merupakan kesempurnaan dari keimanan seseorang.
Misalnya hadis Rasulullah saw. yang menyebutkan bahwa salah satu cabang dari keimanan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri di jalan, agar duri atau semacamnya itu tidak mengenai orang lain.
Bukankah hadis seperti ini benar-benar merupakan bukti bahwa ajaran agama kita menyerukan kepada kepedulian, peduli kepada siapa saja yang melewati sebuah jalan agar selamat dan tidak terganggu dengan suatu apapun. Bahkan dalam sebuah riwayat lain disebutkan bahwa Allah SWT. akan memasukkan surga seseorang yang memiliki kebiasaan baik, yaitu selalu menyingkirkan duri di jalan sehingga tidak mengenai orang yang lewat.
Hampir setiap saat kita mendengar ada saudara kita yang tertimpa bencana, mungkin ada di antara mereka yang terkena korban gempa bumi, tanah longsor, banjir bandang dan lain sebagainya. Memang mereka bukan saudara kandung kita, bukan teman kita dan bukan pula tetangga dekat kita.
Namun, mereka adalah manusia yang berhak mendapatkan kepedulian dan uluran tangan kita. Seringkali kita juga menyaksikan kedzaliman yang menimpa saudara-saudara kita, meraka tidak mendapatkan haknya sebagai muslim. Secara khusus terkait dengan kedzaliman Rasulullah saw. memerintahkan kepada kita agar kita menolongnya dan membantunya agar tidak terzalimi.
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa perumpamaan seorang mukmin dengan mukmin yang lain itu ibarat satu tubuh, jika bagian tubuh tertentu merasakan sakit maka pastilah sekujur tubuh manusia itu akan merasakan sakit pula. Demikianlah seharusnya kepedulian dan solidaritas kita sebagai muslim, ketika saudara kita mendapat musibah, maka tanpa diminta seharusnya kita sudah merasakan penderitaan mereka, sehingga kita bersegera menolongnya. Senada dengan itu dalam riwayat yang lain, Rasulullah mengibaratkan hubungan antara mukmin dengan mukmin yang lain itu seperti bangunan yang kokoh dan saling menguatkan.
Demikianlah, agama Islam yang mulia telah menempatkan sikap peduli sebagai bagian dari bukti keimanan kita, sehingga di antara hal penting yang harus selalu dimuhasabah dalam kehidupan kita adalah sejauh mana kualitas pribadi kita, posisi kita di masyarakat, dan tingkat kepedulian kita kepada orang lain. Wallahu a’lam. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni