
Penyelesaian Kasus
Langkah pertama adalah memerifikasi pewaris (si mayit), sebelum verifikasi ahli waris. Dalam kasus ini, keadaan si mayit disebutkan di awal tanpa meninggalkan anak dan suami.
Karena itu ada dua kemungkinan keadaan tentang pewaris. Solusinya, pastikan kepada ahli waris kembali melalui pertanyaan, apakah si mayit telah menikah dan tidak memiliki anak?
Atau sebaliknya, apakah pewaris (si mayit) meninggal dunia dalam keadaan belum menikah? Sebagai catatan, kedua pertanyaan tersebut sangat penting disampaikan. Mengingat kedua pertanyaan tersebut berhubungan dengan keberadaan ahli waris si mayit.
Klarifikasi pertama menunjukkan adanya kejelasan jika si mayit sudah menikah dan tidak punya anak. Maka suami atau istri yang masih hidup menjadi ahli waris si mayit dari suami atau istri yang meninggal.
Berbeda jika suami-istri tersebut telah bercerai, sedang mereka tidak memiliki anak, maka mereka berdua sudah tidak lagi saling waris mewarisi. Hal tersebut dikarenakan keduanya sudah putus dan tidak ada lagi ikatan perkawinan.
Klarifikasi kedua dilakukan dengan tujuan memperjelas keadaan pewaris yang belum menikah, kemudian meninggal dunia, sebagaimana yang dimaksud sebenarnya. Si mayit tidak memiliki anak dan tidak juga memiliki suami.
Tentunya, keadaan pewaris seperti tersebut termasuk ke dalam waris kalalah (tidak meninggalkan anak). Keadaan pewaris yang tidak meninggalkan anak dijelaskan dalam al-Quran Surat an-Nisa ayat 12 dan 176.
Sebagai permulaan tahapan berikutnya, verifikasi ahli waris si mayit dalam kasus ini. Kedua ayat tersebut di atas menjelaskan waris kalalah dengan menjelaskan keberadaan saudara si mayit.
Perihal saudara dalam kewarisan Islam yang bersumber dari kedua ayat tersebut, menjelaskan beragam keadaan saudara si mayit. Ada saudara kandung si mayit (saudara satu bapak dan satu ibu), ada saudara si mayit (satu bapak), dan ada saudara si mayit (satu ibu).
Dalam verifikasi ahli waris ini, ingat kata si mayit. Ahli waris adalah mereka yang memiliki hubungan darah secara langsung dengan si mayit. Misalnya, orang tua (ibu dan bapak) si mayit, saudara kandung si mayit, dan anak si mayit. Berbeda dengan keberadaan suami atau istri si mayit, karena keduanya memiliki hubungan perkawinan.
Berdasarkan kasus waris yang dipertanyakan di atas, si mayit tidak hanya memiliki satu saudara kandung perempuan saja. Melainkan, si mayit sebagai pewaris memiliki saudara kandung lainnya. Pernyataan tersebut didukung dari kata “keponakan” dari saudara kandung si mayit, baik laki-laki maupun perempuan, yang disebutkan dalam pertanyaan waris di atas.
Dalam kewarisan Islam, posisi keponakan si mayit tidak termasuk ahli waris yang langsung menerima harta waris dari pewaris. Hal ini disebabkan karena mereka (keponakan) masih terhalang orang tuanya sebagai saudara kandung dari si mayit. Berbeda ketika orang tua mereka (saudara kandung si mayit) meninggal dunia, maka bagian waris mereka yang meninggal jatuh kepada anak-anaknya (keponakan si mayit).
Besaran bagian waris mereka (keponakan si mayit) terima sesuai bagian orang tua mereka sebagai ahli waris dari si mayit. Keadaan distribusi waris seperti tersebut dalam kasus ini dikenal dengan istilah ahli waris pengganti. Ketentuan waris pengganti dapat dilihat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 185.
Sebagai catatan, jika ada ahli waris si mayit, ada di antara mereka yang berpindah keyakinan agama (murtad, keluar dari Islam), distribusi bagian waris mereka yang berpindah agama adalah terhapus. Bagian warisnya diberikan kepada ahli waris si mayit yang lainnya.
Sebagai catatan dan contoh berdasarkan keputusan Mahkamah Agung, terdapat pengalaman penyelesaian perkara waris di Indonesia. Ada ahli waris yang berpindah agama, dia tetap mendapat bagian harta waris dari si mayit. Tentu bagiannya tidak berdasarkan ketetapan bagian waris, sebagaimana mestinya, melainkan atas dasar pertimbangan musyawarah dari ahli waris, pertimbangan sosial dan semangat dakwah Islam.
Berdasarkan hasil verifikasi, diketahui saudara si mayit berjumlah tujuh orang, terdiri dari saudara perempuan dan saudara laki-laki. Mereka adalah saudara kandung (satu ibu dan satu bapak) si mayit. Di antara mereka saudara kandung si mayit pun diketahui memiliki keturunan (anak). Termasuk, diketahui juga ada saudara kandung si mayit yang telah berpindah keyakinan agama.
Jika semua ahli waris sudah jelas, maka harta waris si mayit dapat didistribusikan dan dikelola kepada ahli waris si mayit dengan sangat mudah. Distribusi harta waris dan ahli waris yang menerimanya secara komprehensif dapat dilihat secara langsung dalam al-Quran surat an-Nisa ayat 11, 12 dan 176. Tentu, penjelasan tambahan dari ayat-ayat waris tersebut dapat dilihat dalam hadits Nabi SAW, misalnya, ketentuan bagian waris anak laki-laki.
Berpijak dari hasil verifikasi keadaan pewaris, si mayit meninggal dalam keadaan belum menikah. Karena itu, waris seperti ini termasuk waris kalalah (pewaris yang meninggal tidak memiliki anak). Secara langsung, ketentuan waris kalalah tersebut dapat dirujuk secara langsung dalam surat al-nisa 12 dan ayat 176.
Secara khusus, ayat 12 menjelaskan ketika si mayit meninggal tidak ada anak, tetapi memiliki saudara laki-laki dan saudara perempuan, maka bagian keduanya masing-masing mendapat 1/6 dari harta waris si mayit.
Berbeda besaran bagiannya ketika saudara si mayit ada laki-laki dan perempuan berjumlah lebih dari 2 maka bagian mereka (saudara si mayit) berserikat pada besaran 1/3 dari harta waris si mayit. Sebagai catatan, keberadaan saudara si mayit yang dimaksud dalam ayat 12 surat an-Nisa ini adalah saudara si mayit satu ibu (saudara seibu).
Pembagian 1/3 bagian bersama saudara si mayit tersebut, bisa menggunakan ketentuan dalam surat an-Nisa ayat 176. Dalam surat tersebut dijelaskan formula saudara laki-laki adalah dua bagian dan perempuan adalah satu bagian (2:1).
Termasuk dijelaskan juga dalam ayat 176, ketentuan distribusi bagi saudara kandung perempuan si mayit. Jika saudara perempuan si mayit hanya seorang, maka saudara perempuan si mayit mendapatkan 1/2 bagian dari harta waris si mayit. Jika saudara perempuan berjumlah lebih dari satu maka bagian mereka (saudara perempuan si mayit) berserikat dalam 2/3 bagian dari harta waris si mayit.
Sebagai catatan, ketika saudara si mayit meninggal dunia sedangkan si mayit memiliki anak, maka saudara si mayit tersebut tetap dihitung dalam pembagian waris si mayit. Inilah yang dikenal ahli waris pengganti dalam kewarisan Islam.
Karena itu, keadaan ahli waris seperti yang disampaikan dalam pertanyaan tersebut, ahli waris si mayit, yaitu saudara si mayit bukan satu orang saudara perempuan saja. Si mayit juga memiliki saudara kandung lainnya. Ada saudara laki-laki dan ada saudara perempuan.
Karena itu, penetapan saudara kandung si mayit hanya seorang saja (saudara perempuan), sementara menerapkan surat an-Nisa ayat 176 bukan hanya diperuntukkan kepada seorang saudara perempuan, melainkan semua saudara kandung si mayit.
Jika direalisasikan pembagian harta waris dari budhe (si mayit), dari tujuh saudara kandung si mayit, terdiri dari 1 saudara perempuan yang masih hidup, 6 saudara kandung yang sudah meninggal dengan memiliki anak. Hanya saja ada 1 saudara si mayit yang berpindah keyakinan agama, sehingga ada satu saudara si mayit dinyatakan terhapus bagian warisnya.
Ada saudara kandung si mayit yang meninggal terlebih dahulu, sedangkan dia tidak memiliki anak, sehingga saudara kandung si mayit ini pun tidak mendapatkan bagian waris dari si mayit. Dengan demikian, hanya ada empat saudara kandung si mayit akan menerima harta.
Sementara untuk ahli waris yang sudah meninggal dunia, sedangkan mereka memiliki keturunan (anak), tetap dihitung dan mendapatkan bagian waris. Bagian ahli waris yang meninggal diberikan kepada anaknya, sebagai waris pengganti. Secara langsung pembagian waris si mayit dapat diberikan kepada 4 saudara kandung si mayit.
Adapun pembagian harta waris saudara kandung, karena ada 3 saudara kandung laki-laki dan 1 orang saudara kandung perempuan, maka pembagian waris ini mengikuti pola 2:1 sebagaimana yang termaktub dalam Surat an-Nisa ayat 176.
Adapun pembagiannya sebagai berikut:
- • Saudara kandung laki: saudara kandung laki: saudara kandung laku: saudara kandung perempuan 2:2:2:1 jumlahnya adalah 7 (angka 7 jadikan pembagi)
- • Bagian setiap saudara kandung laki = 2/7 x harta waris =…..?
- • Bagian saudara kandung perempuan = 1/7 x harta waris =….?
Demikian penjelasan sebagai jawaban dari pertanyaan waris yang disampaikan. Semoga setiap usaha dan langkah dalam literasi, diskusi, dan konsultasi tentang kewarisan menjadi amal saleh dan ilmu yang bermanfaat bagi pewaris, ahli waris dan kita.
Semoga Allah memudahan kita untuk mempelajari dan mengamalkan serta menyampaikan hukum waris Islam (ilmu faraidh) kepada keluarga dan orang lain, amin. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni