Tinjauan Hadits
Sebelum menulis artikel ini penulis sempat membuka kitab Taudih al-Ahkam karya Abdullah bin Abdurrahman al-Basaam yang mensyarah kitab Bulugh al-Maram. Pada hadits ke-201 terdapat sebuah riwayat yang melarang mengumumkan barang hilang di masjid. Redaksi haditsnya sebagai berikut
عَنْ أَبَيْ هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ” مَنْ سَمِعَ رَجُلًا يَنْشُدُ ضَالَّةً فِي الْمَسْجِدِ فَلْيَقُلْ : لَا رَدَّهَا اللَّهُ عَلَيْكَ ؛ فَإِنَّ الْمَسَاجِدَ لَمْ تُبْنَ لِهَذَا “.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang mendengar seseorang mengumumkan kehilangan suatu barang di masjid, maka ucapkanlah, ‘Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu, karena masjid tidak dibangun dengan tujuan itu.’”
Setelah penulis telusuri ternyata hadits tersebut juga terdapat pada kitab Sahih Muslim Jilid 2 halaman 82 nomor 568 dengan kategori hadits marfu’ yang sahih.
Dalam kitab Syarah Taudih al-Ahkam dijelaskan bahwa dhaalah merupakan kosa kata yang merujuk pada hewan, namun dalam hadits ini mengandung makna secara umum bukan hanya hewan, tapi juga barang berharga lainnya. Tujuan utamanya jelas, yakni menjaga kesucian masjid sebagai rumah Allah Azza wa Jalla.
Penjelasan lebih lanjut di kitab itu mengutip pernyataan Imam Ibnu Katsir, bahwa masjid merupakan tempat yang paling disukai oleh Allah. Kutipan pendapat Ibnu Katsir juga menyertakan firman Allah dalam Surat an-Nur ayat 36. Praktis ada perintah secara tidak langsung untuk senantiasa menyucikan dari kotoran, permainan, perkataan, dan perbuatan yang tidak layak dilakukan di masjid.
Dalam konteks ini penulis ingin meminjam hadis tersebut sebagai dalil bahwa kegiatan kampanye politik di tempat ibadah, khususnya masjid milik Muhammadiyah adalah bentuk praktik menjual masjid dengan harga murah.
Maka ada analogi yang bisa kita bangun bersama dari syarah hadits tersebut. “Mengumumkan barang hilang saja nyata-nyata dilarang oleh Nabi, apalagi mengumumkan dan mempromosikan pencalonan presiden, anggota dewan,dan lain lain”
Memang, perkembangan Islam di dunia tidak lepas dari politik. Politik Islam berakar di Kota Madinah, tempat Nabi Muhammad mendirikan negara Islam pertama pada abad ke-7. Tetapi, perlu menjadi refleksi bersama bahwa konsep politik pada masa Nabi Muhammad berbeda dengan perpolitikan yang ada Indonesia. Sehingga mustahil membangun parlemen di dalam masjid, yang bisa adalah membawa spirit masjid ke dalam parlemen.
Sebagai warga Indonesia yang taat dan pemeluk agama yang berakhlak sudah sepatutnya menancapkan dalam hati terdalam bahwa “masjid tidak didirikan dengan tujuan kampanye politik!” Semoga Allah merahmati kita semua. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni