Kapan Harta Waris Mulai Dibagi
Sebagai solusi sederhana, kapan harta waris itu mulai dibagi. Jawabannya tentu ketika ada yang meninggal. Seseorang yang meninggal tersebut memiliki harta waris dan ahli waris. Harta waris di sini adalah harta yang menjadi milik si mayit (individu yang meninggal).
Sedangkan ahli waris di sini merupakan mereka yang terikat karena hubungan darah seperti anak, saudara kandung, dan orang tua. Termasuk di dalamnya ahli waris yang terikat karena hubungan perkawinan seperti suami-istri.
Jika dicermati dalam al-Quran, ketiga unsur di atas, ada yang meninggal, ada harta yang ditinggalkan (harta waris), dan ada anggota keluarga yang masih hidup (ahli waris) termaktub dalam surat an-Nisa ayat 7. Intinya dari ayat ini menjelaskan syarat pembagian waris.
Maksudnya, jika sudah jelas ada yang meninggal, si mayit memiliki harta. Si mayit meninggalkan keturunan yang masih hidup. Kenapa hartanya tidak segera didistribusikan kepada yang berhak menerimanya? Sedikit terasa aneh dengan yang terjadi di masyarakat perihal penundaan distribusi harta waris.
Sementara, jika harta waris ditunda atau tidak segera dibagi. Siapa yang bertanggung jawab menjaga harta waris si mayit? tentu butuh keseriusan dan ketegasan dalam hal ini. Karena tidak sedikit terjadi, keberadaan harta waris semakin berkurang. Bahkan ada juga harta waris yang sudah berubah status menjadi milik orang lain karena dijual dan dibalik nama sertifikat kepemilikannya.
Contoh lainnya, ketika harta waris yang belum dibagi bersifat usaha produktif. Pasti akan muncul pertanyaan, siapa yang mengelola usaha tersebut? Bagaimana pembagian keuntungannya? Siapa yang bertanggung jawab ketika terjadi kerugian usahanya?
Karena itu, sudah sepantasnya bagi ahli waris menyegerakan pendistribusian harta waris. Langkah ini di samping untuk mencapai tujuan syariah (maqashid asy-syariah), juga untuk mencegah terjadinya mafsadat(keburukan/ konflik) di antara ahli waris.
Menyegerakan pendistribusian harta waris bisa dilakukan dengan beberapa cara di antaranya. Pertama, memulai dengan bermusyawarah bersama seluruh ahli waris. Kedua, memulai berkomunikasi dengan pendamping (ustad) yang expert dalam bidang kewarisan Islam.
Ketiga, memulai untuk pembagian waris setelah melakukan verifikasi harta warisnya dan verifikasi ahli warisnya. Keempat, memulai pertemuan pendampingan oleh ustad, ketika belum menemukan kesepahaman dalam pembagian waris (jalur nonlitigasi). Kelima, memulai mengajukan penyelesaian waris ke lembaga yang berwenang seperti Peradilan Agama, ketika masih berselisih (jalur litigasi).
Bismillah, jika para ahli waris berniat baik. Memulai dengan musyawarah saja dan didampingi oleh ustad pun sudah selesai. Terlebih dalam perihal waris ini. Ada amanah bagi ahli waris untuk mendistribusikan harta waris pewaris (orang tua, suami atau istri, saudara kandung) sesuai dengan hukum kewarisan Islam (ilmu faraidh). Motivasi ini didasari dari ketentuan Allah dalam surat an-Nisa ayat 13 dan ayat 14.
Semoga, kita menjadi ahli waris yang memaksimalkan harta waris ini menjadi barakah. Dan sebaliknya, bukan menjadi bagian dari mereka yang menunda-nunda distribusi harta waris karena alasan yang tidak syar’i. Amin. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni