Wafat dengan Meninggalkan Harta dan Utang, Warisnya Bagaimana? Tanya Jawab Hukum Waris Islam oleh Dr Dian Berkah SHI MHI; Wakil Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim, dosen FAI Universitas Muhammadiyah Surabaya, dan founder Waris Center.
Tarjih.jatim.pwmu.co – Ketika seseorang meninggal dunia, memiliki harta waris, dan juga memiliki utang (pinjaman). Dalam perjalanan, ada di antara pemberi utang, tidak mau dibayar.
Bagaimana solusinya Ustadz agar kami semuanya paham dan tidak saling curiga. Terima kasih.
Jawaban
Bismillah, saya bantu jawab dari sini. Ketika seseorang utang kepada orang lain. Kemudian orang tersebut, tidak mau dikembalikan karena alasan yang jelas, maka harta itu menjadi milik yang berutang.
Dalam konteks ini, jika seseorang memiliki harta waris, kemudian memiliki utang, lalu dalam perjalanan mereka yang diutangi tidak mau dibayar, berarti harta waris itu tetap utuh.
Dalam perkara waris ini. Sebenarnya butuh saling percaya di antara ahli waris. Kerena itu butuh duduk bersama dengan hati yang dingin untuk menyelesaikan waris ini.
Coba mulai kembali verifikasi seluruh keberadaan harta waris si mayit. Berikut coba verifikasi keberadaan utang si mayit. Selanjutnya, sampaikan apa adanya, jika ada utang si mayit yang terhapus, karena pemberi utang tidak mau dikembalikan karena alasan yang jelas.
Dari langkah tersebut, akan terlihat, berapa sebenarnya harta waris yang ada, setelah dikurangi pembayaran utang si mayit.
Jika utangnya masih ada, maka tidak ada yang diwariskan. Tetapi sebaliknya, ahli waris yang membantu orang tua untuk membayar utangnya. Ini sebagai bagian tanggung jawab antara anak dan orang tua.
Jika harta waris masih tersisa, maka harta waris itu hak bagi seluruh ahli waris. Pembagian harta waris harus didasari dengan hukum kewarisan Islam, sebagaimana dalam al-Quran dan al-Hadist.
Perlu diperhatikan dan dijadikan pelajaran bagi seluruh ahli waris. Kewarisan bukan sekadar membagi harta waris orang tua atau karib kerabat saja. Melainkan ada amanah penting bagi anak-anak si mayit atau karib kerabat si mayit sebagai ahli waris. Amanah untuk mendistribusikan dan atau mengelola harta peninggalan si mayit (pewaris) sesuai dengan hukum kewarisan Islam (Ilmu Faraidh).
Secara sederhana, dapat dikatakan berbakti kepada orang tua, setelah mereka meninggal dunia adalah membagi dan mengelola harta warisnya sesuai dengan hukum kewarisan Islam. Pembagian waris dan siapa yang menjadi ahli waris bisa lihat dalam surat an-nisa ayat 11, 12, dan ayat 176.
Doktrin kewarisan Islam, agar pembagian waris menggunakan hukum waris Islam, bisa dilihat dari potongan ayat surat an-Nisa ayat 11 (tentang orang tuamu dan anak anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana).
Lihat pula surah an-Nisa ayat 13 dan ayat 14, agar menggunakan hukum kewarisan Islam agar dimasukkan ke dalam surga dan terhindar dari siksa api neraka.
Dalam kewarisan, juga bisa dilihat terkait etika sebelum pembagian waris, bisa dilihat dalam surat an-Nisa ayat 7 sampai dengan ayat 10. Di antaranya perhatikan rukun waris seperti harta waris, pewaris, dan ahli waris (ayat 7); Harta waris bisa juga diberikan kepada mereka seperti karib kerabat si mayit, anak yatim, orang miskin, dan berkata yang makruf (baik) dalam hal waris (8); tinggalkan keturunan yang kuat seperti beragama, berilmu, berakhlak, mandiri secara ekonomi, berjiwa sosial, serta selalu berkata yang benar dalam hal waris (9); Hindari mengambil harta waris yang bukan haknya, karena seperti makan api neraka (10).
Demikian kiranya, agar kita semuanya memiliki kesadaran untuk mengedepankan hukum Allah, bermusyawarah, menjunjung tinggi persaudaraan, dan berjiwa berbagi dan peduli kepada ahli waris lainnya.
Dalam kewarisan Islam, ahli waris yang telah menerima bagian warisnya, dia boleh melepas harta waris yang diterimanya untuk diberikan kepada ahli waris yang lebih membutuhkan atau selain ahli waris. Langkah ini didasari dari kaidah yang berbunyi tanazul ‘an al-haq.
Saya berdoa, semoga Allah memudahkan dan menyatukan hati setiap ahli waris dalam pembagian dan pengelolaan harta waris sesuai dengan kewarisan Islam. Terbebas dari konflik, tetap bersaudara, dan terus saling support dalam segala hal.
Semoga kita semua selalu menjadi teladan baik dalam hal waris dan semua menjadi amal saaleh dan ilmu yang bermanfaat bagi ahli waris dan pewaris (si mayit). Amin. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni