Verifikasi Harta Waris
Langkah sukses kedua dalam pembagian waris adalah verifikasi harta waris. Pentingnya langkah ini, tidak lain sebagai penjamin harta waris itu ya harta waris. Banyak terjadi kekeliruan di masyarakat. Ketika seseorang meninggal dunia. Harta yang ditinggalkan, kesemuanya menjadi harta waris. Padahal, status harta itu bisa beragam. Ada harta bawaan, ada harta bersama (harta gono gini), dan harta waris itu sendiri.
Sedikit dapat pahami perbedaan dari ragam harta tersebut. Harta bawaan adalah harta yang dibawa oleh suami atau istri sebelum mereka berdua menikah. Sementara harta bersama adalah harta yang bertambah selama suami istri menikah. Terhitung mulai dari mereka menikah sampai berakhirnya pernikahan itu sendiri. Berakhirnya pernikahan bisa karena cerai hidup. Bisa juga pernikahan itu berakhir karena cerai mati (meninggal). Harta bersama inilah yang sering salah dipahami dan menimbulkan konflik.
Sebenarnya, harta bersama itu tidak berhubungan langsung dengan kewarisan. Harta bersama itu berhubungan dengan perkawinan dan perceraian. Karena itu, mereka (suami-istri) yang sudah menikah, pasti mereka memiliki harta bersama. Terlebih mereka yang tidak membawa harta ketika menikah. Kemudian mereka berharta setelah menikah. Keberadaan harta inilah yang disebut sebagai harta bersama.
Ketika mereka bercerai (cerai hidup atau cerai mati), maka harta bersama itu dibagi mereka berdua. Suami mendapat separuh dan istri mendapat separuh. Jika salah satu dari mereka meninggal dunia. Maka separuh harta siapa yang meninggal dunia di antara suami atau istri itulah yang menjadi harta waris. Sementara, suami atau istri yang ditinggalkan (hidup), tetap mendapatkan bagian waris dari suami atau istri yang meninggal.
Ketentuan terkait harta bersama ini dapat ditemukan dalam undang-undang. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), semua harta suami dan istri menjadi harta bersama (Pasal 119 dan Pasal 128). Tentu, sebagai umat Islam tidak berhenti sampai KUH Perdata. Ketentuan harta bersama juga dijelaskan dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Dalam pasal 35 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan menegaskan harta bersama itu merupakan harta benda yang diperoleh selama perkawinan. Sementara harta yang diperoleh dalam perkawinan berupa hibah atau warisan tidak termasuk harta bersama. Harta hibah dan harta waris yang diterima suami atau istri termasuk harta bawaan. Harta tersebut menjadi miliki suami atau istri (pasal 35 ayat 2).
Berdasarkan prinsip syariah, suami-istri yang menikah mereka berdua sedang ber-syirkah. Syirkahadalah perjanjian para pihak dalam bekerja sama menjalankan bahtera rumah tangga. Syirkah ada yang menyertakan harta (syirkah al-mal). Ada syirkah yang dalam kerja sama menyertakan keahlian (syirkah al-a’mal). Dalam ber-syirkah, keuntungan yang didapat dapat dibagi hasil antara para pihak.
Bagi hasil yang diterima suami-istri bisa berdasarkan porsi penyertaannya. Bisa juga bagi hasil berdasarkan kesepakatan antara kedua pihak (lihat fatwa DSN MUI nomor 114/DSN-MUI/IX/2017 tentang akad syirkah). Karena itu, harta bersama bisa dibagi tidak separuh-separuh kepada suami-istri, ketika mereka berdua memiliki kesepakatan bersama dalam perjanjian perkawinan.
Jika ketentuan harta bersama ini terus diliterasi dan dipahami, pasti dan pasti tidak akan ada lagi permasalahan waris karena harta bersama ini. Cara mudah dan sederhana langkah memverifikasi harta waris ini. Ingatlah kata si mayit. Harta bersama yang menjadi harta waris adalah harta bersama bagian si mayit.
Harta bawaan yang menjadi harta waris adalah harta bawaan milik si mayit. Harta hibah yang menjadi harta waris adalah harta hibah milik si mayit. Termasuk harta waris yang diterima si mayit selama hidup menjadi harta waris. Sedemikian mudahnya proses verifikasi harta waris untuk dipraktikkan. Harta mana saja yang menjadi harta si mayit, yang kemudian menjadi harta waris.
Langkah Ketiga
Jika kedua langkah sukses pembagian waris di atas telah dilakukan. Pertama, verifikasi ahli waris. Kedua, verifikasi harta waris. Sangatlah mudah untuk melangkah pada proses terakhir, yaitu langkah pembagian waris. Sedikit hal yang sering ditanya dalam langkah ketiga ini adalah nilai harta. Karena memang tidak semuanya harta waris berupa uang, saham, dan tabungan. Terkadang ada juga harta waris berupa rumah, tanah, kebun, sawah, kendaraan.
Ada juga harta waris berupa harta produktif seperti toko, CV, dan perusahaan. Dalam konteks ini, dibutuhkan langkah tambahan. Langkah ini berupa penilaian (appraisal) terhadap harta waris. Ketika semua harta waris sudah dinilai. Jumlah seluruh harta waris si mayit sudah diketahui. Lanjutkan dengan membagi harta waris kepada setiap ahli waris masing-masing.
Berapa besaran harta waris yang mereka terima? Semua bergantung kepada posisi mereka sebagai apa berdasarkan ketentuan dalam surat an-Nisa ayat 11, 12, dan ayat 176, serta hadits Nabi Muhammad SAW. Selamat dan sukses untuk pembagian harta waris menurut hukum kewarisan Islam. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni