Saling Berkunjung di Hari Raya, Bagaamana di Zaman Nabi? Oleh Tajun Nasher Ms, Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Gresik
PWMU.CO – Saling berkunjung kepada sesama Muslim merupakan salah satu hal yang dianjurkan, termasuk pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Meskipun secara teknis pelaksanaan berbeda jauh namun sebenarnya tradisi ini sudah dilakukan di zaman Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam.
Contohnya sebagaimana yang dilakukan oleh Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahuanhu, beliau pernah mengunjungi Ummul Mu’minin ‘Aisyah radhiyallahuanha. Pada waktu itu di rumah beliau ada dua orang budak perempuan yang sedang menyenandungkan nasyid Yaum Bu’ats (hari terakhir peperangan panjang antara Suku ‘Az dan Khazraj).Ketika itu Abu Bakr sempat berkomentar dan memarahi anaknya Aisyah.
مِزْمَارُ الشَّيْطَانِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟
“Mengapa ada seruling seitan di rumah Nabi?”
Ketika itu Rasulullah sedang beristirahat dan ketika mendengar komentar Abu Bakr tersebut beliau berkata,
دَعْهُمَا
“Biarkanlah mereka berdua wahai Abu Bakr.” (HR Al-Bukhari, Bab Al-Hirab wa Ad-Daraq Yaum Al-Iid, Hadits No. 949)
Disebutkan diriwayat yang lain dari Hisyam, beliau berkata:
يَا أَبَا بَكْرٍ إِنَّ لِكُل قَوْمٍ عِيدًا ، وَهَذَا عِيدُنَا
“Wahai Abu Bakr, setiap kaum memiliki hari raya, dan hari ini adalah hari raya kita.”(Fathul Bari Jilid 2 Hal. 442)
Selain riwayat di atas dalam pelaksanaan shalat Id ada anjuran ketika berangkat dan pulang dari tempat shalat untuk melewati jalan yang berbeda, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam. Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ يَوْمُ عِيدٍ خَالَفَ الطَّرِيقَ
“Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam ketika hari raya beliau melewati jalan yang berbeda antara pulang dan pergi.”( HR. Al-Bukhari, Bab Man Khalafa At-Thariq Idza Raja’a Yaum Al-‘Id, Hadits No. 986)
Imam Ibnu Hajar dalam Fathul Baari menyebutkan bahwa para ulama berbeda pendapat mengenai hikmah anjuran tersebut. Salah satunya beliau menyebutkan hikmahnya adalah agar kita bisa mengunjungi sanak kerabat baik yang masih hidup atau sudah meninggal atau agar bisa menyambung tali silaturahmi dengan sanak kerabat. (Fathul Baari, Jilid 2 Hal. 473)
Dua dalil di atas menjadi dasar anjuran saling berkunjung ini. Adapun teknis pelaksanaannya tidak ada ketentuan baku yang mengaturnya. Kalau di masyarakat Indonesia anjuran ini diwujudkan dengan pulang kampung (mudik) ke kampung halaman masing-masing bagi orang-orang yang merantau di luar kampung halamannya. Sehingga muncullah tradisi saling berkunjung ke sanak kerabat, tetangga, para guru, teman kerja, teman lama, membuat kue lebaran dan lain-lain. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni