Pengobatan ‘Penyakit’ Generasi Stroberi; Oleh Dr Piet Hizbullah Khaidir SAg MA Ketua STIQSI Lamongan; Sekretaris Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lamongan; Koordinator Divisi Kaderisasi dan Publikasi Majelis Tarjih dań Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur.
Tarjihjatim.pwmu.co – Tulisan sebelumnya berfokus pada kajian mengelola kaderisasi dalam kerangka pencegahan perspektif al-Qur’an, yakni penafsiran atas al-Qur’an Surah Al-Kahfi 13 dan Ali Imran 79. Dalam suatu adagium kesehatan disebutkan lebih baik melakukan pencegahan (dari penyakit) daripada pengobatan (atas penyakit).
Oleh karena itu, tulisan tersebut fokus pada mengelola kaderisasi dalam kerangka pencegahan. Namun demikian, bila penyakit memang sudah menjangkiti, mau tidak mau, yang dilakukan adalah pengobatan. Bila penyakit (mental) generasi stroberi telah menghinggapi generasi milenial kita, maka harus segera diobati.
Ada lima hal yang dapat dijadikan pengobatan untuk mengembalikan kesehatan mental generasi yang terhinggapi penyakit generasi stroberi. Lima bentuk terapi pengobatan tersebut adalah sebagai berikut:
- Selalu berbuat baik yang sebaik-baiknya kepada sesama, meskipun kita seperti tidak dipedulikan oleh mereka yang kita telah berbuat baik kepada mereka (misalnya, sedekah harta atau ilmu rutin tiap pekan)
- Mendirikan shalat fardhu secara berjamaah ditambah dengan shalat sunnah rawatib
- Melakukan shalat-shalat sunah nafilah (dhuha, hajat, istikharah, qiyamul layl/tahajjud)
- Berpuasa sunah secara rutin
- Membaca dan mentadabburi al-Qur’an secara rutin
Berbuat yang Terbaik
Berbuat terbaik dalam bahasa al-Qur’an ditunjukkan dengan dua kata kunci, yaitu al-khayr atau al-khayrat dan muhsin. Kata kunci pertama berbentuk isim tafdhil (kata benda superlatif) dan isim fa‘il (kata benda pelaku/subjek).
Kata kunci al-khayr dalam al-Qur’an Surah Ali Imran 26 misalnya dijelaskan segala hal yang terbaik itu berada di dalam genggaman kekuasaan Allah. Yang terbaik itupun disebut dalam bentuk kata benda yang diketahui (isim dengan alif lam ma’rifah). Al-Baghawi dalam Tafsir al-Baghawi menyebutkan bahwa penggalan ayat ‘bi yadik al-khayr’ bermakna bahwa yang terbaik (dan juga yang terburuk) itu berada dalam kuasa Allah Swt. Serupa dengan al-Baghawi, Tafsir Jalalayn memaknainya dengan ‘biqudratika’, yakni yang terbaik berada dalam kuasa Allah SWT.
Sementara itu, Muhammad Fakhr al-Din al-Razi dalam Tafsir Mafatih al-Ghayb mengawali penafsiran dengan memaknai lafal yadun dengan kekuasaan (al-qudrah). Selanjutnya, Fakhr al-Din al-Razi, menjelaskan tafsir lafal al-khayr dengan alif lam ma’rifah dapat dimaknai bahwa posisi lafalnya bersifat umum.
Oleh karena itu, al-khayr dapat dimaknai sebagai seluruh keberkahan (al-barakat) dan sesuatu yang terbaik (al-khayrat). Biyadik al-khayr bermakna bahwa kebaikan itu berada di dalam genggaman kekuasaan Allah, bukan pada yang selain-Nya. Dalam kaitan ini, menurut Fakhr al-Din al-Razi, sesuatu yang terbaik itu adalah keimanan kepada Allah SWT, dan mengenal-Nya (al-iman billah wa ma’rifatuh).
Kata al-khayr juga disebutkan dalam al-Qur’an Surah Ali Imran 104. Umat beriman adalah umat yang diharapkan di dalamnya ada penggeraknya yang mengajak kepada sesuatu yang terbaik. Berdasarkan tafsiran di atas, sesuatu yang terbaik adalah keyakinan kepada Allah SWT, dan upaya untuk mengenal-Nya dengan baik.
Keimanan tersebut akan menjadi landasan untuk melaksanakan program berikutnya yaitu, mengajak kepada kebaikan yang telah menjadi tradisi di masyarakat dan mencegah kemungkaran yang akan terjadi. Jika, kebaikan keimanan, pelaksanaan kebaikan yang telah menjadi tradisi dapat berjalan dengan baik, pencegahan kemungkaran dapat dilakukan juga dengan baik, maka akan dicapai kesuksesan (muflihun).
Sementara itu, di antara kebaikan yang dicatat dalam lafal al-khayrat adalah konsistensi untuk terus bergerak menyajikan sesuatu yang terbaik. Konsisten dan persisten dalam mengerjakan sesuatu yang terbaik, utamanya ketika bersaing dengan kompetitor yang juga melakukan kebaikan. Diharapkan tidak gampang goyah iman, kemudian gumun terhadap kehebatan dhahir orang lain.
Padahal, sistem yang dimiliki lebih hebat dari orang lain tersebut. Maka, fastabiq al-khayrat seperti disebutkan dalam al-Qur’an Surah al-Baqarah 148, adalah resep obat bagi setiap penggerak kebaikan yang mungkin gumunan atau lemah, agar senantiasa menjalankan misi kebajikan dengan konsisten dan persisten.
Di antara misi kebajikannya adalah menggerakkan program orang yang setelah keimanannya yang mendalam, memilih dan karenanya memiliki sikap sebagai orang yang bertakwa. Mereka adalah orang-orang yang selalu tergerak untuk peduli terhadap mereka yang membutuhkan kepedulian, baik dalam keadaan lapang ataupun sempit. Inilah gambaran muhsin, seperti disebut dalam al-Qur’an Surah Ali Imran: 134.
Menariknya, muhsin juga digambarkan sebagai orang yang selalu siap sedia untuk menyebarkan ilmunya dalam kerangka sedekah kebajikan, seperti yang dilakukan Nabi Yusuf As., yang diabadikan dalam al-Qur’an Surah Yusuf 22. Poin tentang penyebaran ilmu ini sangat berkaitan dengan langkah pengobatan kelima, yaitu: tadabur al-Qur’an.
Baca sambungan di halaman 2: Jalan Sukses dan Takwa