Hadiah Media Peningkatan Iman
Oleh karena hadiah itu bisa berdampak positif agar umat saling mencintai, dan sikap saling mencintai itu merupakan petanda keimanan, maka logikanya, saling memberi hadiah itu dapat dijadikan media peningkatan keimanan.
Hadits Zubair bin Awam
وَعَنْ الزُّبَيْرِ بْنِ الْعَوَّامِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ, لَا تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا) (أَفَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ؟ أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ)
Dinarasikan Zubair bin Awam RA, Rasulullah SAW bersabda: (Demi Dzat yang jiwaku dalam genggaman-Nya. Kalian tidak akan masuk surga sehingga kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman sehingga kalian saling mencintai) (Maukah aku tunjuki pada sesuatu, yang jika dengan sesuatu itu dapat membuat kalian saling mencintai? Yaitu tebarkan salam salam di antara kalian). (HR Muslim: 54; Tirmidzi: 2688).
Dari paparan hadits-hadits di atas ditemukan, bahwa pemberian hadia itu sangat dianjurkan jika dijadikan media untuk menyambung silaturahim sehingga dapat menyempurnakan predika keimanan seseorang. Itulah wujud ari maqashid syariah yang dibenarkan.
Namun sangat disayangkan jika hadiah yang diberikan baik oleh individu maupun kelektif (organisasi), apalagi partai politik misalnya, yang memiliki tendensi tertentu, atau hadiah untuk para hakim yang mendak memutuskan perkara yang dihadapinya.
Berbagai hadiah yang tidak sejalan dengan maqashid syariah itu perlu diwaspadai. Misalnya pemberian hadiah yang mengharapkan imbal balik, atau dalam wujud nama baik atau kekuasaan (jabatan).
Hadiah semacam ini merupakan tindakan yang dilarang dalam agama.
Baca sambungan di halaman 4: Hadiah untuk Kepentingan Politk