Hikmah Psikologi Komunikasi dalam Kisah Nabi Ya’qub dan Nabi Yusuf; Oleh Sabiq Noor SAg, Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim
Tarjihjatim.pwmu.co – Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga merupakan tempat untuk mendidik dan membentuk watak juga karakter anak sebagai bekal kehidupan bermasyarakat. Keluarga memiliki beberapa fungsi, di antaranya adalah sebagai pendidik (edukatif), mengenalkan lingkungan sekitar (sosialisasi), serta melindungi dan mengajarkan agama (religius). Tentunya dalam menyukseskan tujuan tersebut diperlukan kualitas komunikasi yang apik, dari segi komunikasi verbal maupun nonverbal.
Perbaikan masyarakat dimulai melalui sebuah keluarga sebagai unit demografis terkecil. Al-Quran mengisyaratkan dalam al-Furqan 74, bahwa di dalam doa untuk mendapatkan pasangan dan keturunan yang menjadi penyejuk mata, terkandung harapan bahwa tumbuh di lingkungan keluarga generasi pemimpin bagi orang yang bertakwa. Ayah sebagai pemimpin keluarga menjadi tokoh sentral dan panutan bagi keberlangsungan pola pengasuhan dan pendidikan keluarga.
Umumnya dalam kehidupan masyarakat, secara dikotomis hal yang sering terjadi adalah laki-laki berperan sebagai pencari nafkah, sedangkan perempuan sebagai ibu rumah tangga (IRT). Ayah bekerja di kantor sedangkan ibu tidak bekerja, laki-laki sebagai pemimpin dan perempuan sebagai dipimpin.
Padahal secara kodrati, perempuan diberi keistimewaan hanya untuk mengandung, menstruasi, melahirkan, dan menyusui. Dengan menyebarnya pandangan demikian, fakta yang terjadi di negeri Indonesia adalah kurangnya peran ayah dalam pendidikan anak.
Hadirnya konsep psikologi komunikasi dalam al-Qur’an mencerminkan pandangan Islam tentang komunikasi sebagai alat yang kuat untuk membangun hubungan yang sehat dan harmonis antarindividu. Dalam konteks ini, komunikasi tidak hanya dilihat sebagai pertukaran kata-kata, tetapi juga sebagai sarana untuk memahami, memberdayakan, dan mendekatkan diri pada Allah dan sesama.
Di sisi lain, al-Quran secara spesifik, dalam hal kebersamaan dan kedekatan antara ayah dan anak dibuktikan dengan adanya dialog antar keduanya. Al-Quran menyebutkan dialog antara ayah dan anak sebanyak 17 kali yang tersebar dalam 9 surat. Salah satu kisah yang terdapat dialog tersebut adalah kisah Nabi Ya’qub alaihissalam dan Nabi Yusuf alaihissalam.
Kisah Nabi Ya’qub dan Nabi Yusuf dalam al-Qur’an bukan sekadar narasi sejarah, melainkan juga kaya akan pelajaran tentang psikologi komunikasi yang dapat ditarik sebagai pedoman untuk kehidupan sehari-hari. Dalam cerita ini, kita menemukan sejumlah aspek psikologi komunikasi yang menarik dan mengajarkan kita tentang kompleksitas hubungan antarindividu.
Baca sambungan di halaman 2: Isi Kandungan Surat Yusuf