‘Al-Rijal’, Tahzib, dan Jejaring Guru-Murid
Berikut sedikit ulasan tentang apa yang semestinya saya terangkan terkait keberadaan Kitab Tahżīb yang dipakai untuk melihat ringkasan rutbah (derajat) seorang perawi.
Baik karangan Ibnu Ḥajar maupun al-Żahabī, keduanya memakai nama kitab Tahżīb, atau juga terkadang ditulis Tahżīb al-Tahżīb. Makanya dalam Maktabah Syamilah, sumber Asmā al-Rijāl tertulis keterangan “Ruwwāt al-Tahżībain” (para perawi yang ada di dalam 2 kitab Tahżīb).
Secara ringkas, Tahżīb al-Tahżīb karya Ibn Ḥajar al-Asqalānī dicetak oleh Penerbit Kairo Dār al-Kitāb al-Islāmy sebanyak 15 Juz, sementara Tahżīb al-Tahżīb karya al-Żahabī sebanyak 11 jilid. Pada cetakan al-Fārūq al-Ḥadīṡah, nama kitab karya al-Żahabī ini ditulis lengkap dengan nama Tahżīb Tahżīb al-Kamāl fi Asmā al-Rijāl.
Nama kitab Tahżīb al-Kamāl fi Asmā al-Rijāl itu sendiri merupakan karya seorang ulama hadis yang bernama al-Ḥāfiz Abū al-Ḥajjāj Jamāluddīn Yūsuf bin Abdurraḥmān al-Mizzī. Kitab ini dicetak oleh penerbit Muassasat al-Risālah sebanyak 35 jilid, dengan pentaḥqīq Dr. Basyār Awwād Ma’rūf.
Ternyata, Kitab Tahżīb al-Kamāl fi Asmā al-Rijāl karya al-Mizzi merupakan hasil penyempurnaan dan telaah atas kitab al-Kamāl fi Asmā al-Rijāl karya al-Maqdisī (544-600 H). Kitab al-Kamāl fi Asmā al-Rijāl dicetak 9 Jilid (10 Jilid beserta Kunyah dan Daftar Isi) oleh penerbit dari Kuwait Garās li al-Di’āyah wa al-I’lān, dan diberi penanda nama “Huwa Aṣl Muṣannaf fī Rijāl Kutub al-Sittah, wa aṣl Tahżīb al-Kamāl li al-Mizzī”, ini adalah kitab yang dikarang tentang para perawi Kutub al-Sittah, dan ini merupakan asal muasal dari Kitab Tahżīb al-Kamāl karya al-Mizzī.
Dari kitab al-Kamāl fi Asmā al-Rijāl (karya al-Maqdisī), lalu kemudian ditelaah dan dikembangkan menjadi Tahżīb al-Kamāl fi Asmā al-Rijāl (karya al-Mizzi), lalu kemudian diringkas kembali menjadi Tahżīb al-Tahżīb (karya Ibn Ḥajar al-Asqalānī dan karya al-Żahabī).
Telaah tentang Rijāl melalui kitab Tahżīb ini, yang di dalam Maktabah Syamilah disertakan fitur al-Syuyūkh (daftar para guru) dan al-Talāmiż (daftar para murid), menjadi penanda penting atas hubungan guru dan murid. Meski hubungan itu di era modern kemudian terlembagakan menjadi institusi “Sekolah” dan “Perguruan Tinggi”, namun pertautan ilmu (dan juga spiritual) serta isnad masih sering mewujud dalam bingkai relasi akademis yang sangat personal, subjektif, dan individual. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni