‘Para Lelaki’ dalam Ilmu Hadis’, Oleh Dr Mohammad Ikhwanuddin SHI MHI, Ketua Program Studi Hukum Keluarga Islam FAI Universitas Muhammadiyah Surabaya, Wakil Ketua ADDAI Jawa Timur, dan Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Jawa Timur.
Tarjihjatim.pwmu.co – Dalam sebuah pelatihan Maktabah Syamilah di STAI Al-Akbar Surabaya (4/10/2023), salah satu mahasiswa bertanya tentang sebuah kajian dalam ilmu hadis yang disebut sebagai Asmā al-Rijāl. Apakah itu termasuk hal yang bisa didapati dalam Maktabah Syamilah?
Maktabah Syamilah merupakan aplikasi yang terus berkembang, berisi ribuan kitab, dengan berbagai disiplin keilmuan Islam. Ada disiplin ilmu akidah, tafsir, hadis, fikih dan usul fikih, akhlak, sejarah, bahasa, dan lainnya. Salah satu manfaat yang bisa dipraktikkan dalam Maktabah Syamilah adalah mengenai takhrij hadis.
Secara ringkas, takhrij hadis berusaha memandu peneliti untuk mendapatkan hadis dengan struktur yang lengkap (termasuk sanad lengkap, matan utuh, dan rawi) dan bisa digunakan untuk penulisan referensi (misal footnoting), mengetahui beragam redaksi yang saling melengkapi, serta memastikan rawi dalam mata rantai sanad merupakan orang terpercaya, dan memiliki ketersambungan (ittiṣāl) sebagai guru-murid.
Pertanyaan di atas, saat itu, saya jawab dengan ringkas. Bahwa praktik takhrij dengan Maktabah Syamilah sudah memasukkan unsur tentang Asmā’ al-Rijāl. Karena saat struktur hadis sudah diketahui, dengan memanfaatkan fitur Tarjamah (biografi), kita akan mendapatkan kajian tentang Asmā’ al-Rijāl.
Dalam fitur Tarjamah, ada 4 komponen yang dihasilkan, yakni al-Mulakhkhaṣ (uraian singkat perawi), al-Jarḥ wa al-Ta’dīl (komentar negatif dan positif), al-Syuyūkh (data para guru), dan al-Talāmīż (data para murid).
Pada fitur al-Mulakhkhaṣ, yang berisi uraian singkat rawi, peneliti akan mendapatkan data al-Ksm (nama lengkap, nisbat, bahkan juga laqab beserta kunyah), al-Maulid (tahun kelahiran), al-Ṭabaqah (tingkatan masa), al-Wafāt (tahun meninggal), Rawā lahū (para mukharrij/ kolektor yang memasukkan nama rawi di dalam kitabnya), serta Rutbah (derajat rawi, yang diintisarikan dari Kitab Tahżīb karya Ibn Ḥajar dan al-Żahabī).
Akan tetapi, setelah selang beberapa hari, saya mendapati bahwa ada 2 yang mestinya saya sampaikan juga, yaitu pertama tentang diksi “al-Rijāl” (yang bermakna asal “Para Lelaki”) hanya untuk menunjukkan bahwa mayoritas perawi adalah lelaki. Perawi perempuan sejatinya juga terlibat dalam transmisi hadis, bahkan sejak level pertama. Oleh karena itu perempuan masuk dalam katagori “al-Rijāl” ini. Sehingga, Asmā’ al-Rijāl memang lebih tepat diartikan sebagai nama-nama perawi hadis.
Kedua, tentang sumber rujukan yang ada di dalam biografi (Tarjamah) rawi yang ada di fitur al-Mulakhkhaṣ, terutama bagian untuk melihat rutbah (derajat) perawi, biasa diambilkan dari Kitab Tahżīb karya Ibnu Ḥajar dan al-Żahabī (selain itu ada juga yang menggunakan Siyar A’lām al-Nubalā’ atau Hidāyat al-Qāri). Saya tidak menjelaskan lebih jauh tentang ini, di samping karena waktu terbatas, pengetahuan saya tentang 2 kitab itu sangat terbatas.
Baca sambungan di halaman 2: ‘Al-Rijal’, Tahzib, dan Jejaring Guru-Murid