
Soal Hibah dan Zakat Profesi, Tanya Jawab Hukum Waris Islam oleh Dr Dian Berkah SHI MHI; Wakil Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim, dosen FAI Universitas Muhammadiyah Surabaya, dan founder Waris Center.
Tarjih.jatim.pwmu.co – Seorang donatur bertanya tentang hibah dan zakat. Tanah dari orangtua dengan luas 1.000 m2 mau dijual dan dihibahkan ke Aisyiyah. Sebanyak 25 persen diambil, 75 persen mau diserahkan. Apakah ada zakatnya?
Termasuk di dalamnya terkait zakat profesi karyawan pabrik yang dibayar 2,5 persen tiap bulan saat gajian. Itu bisa disebut zakat, infak, atau sedekah?
Jawaban
Meskipun persoalan ini berhubungan dengan hibah, tentu hibah pun sangat berhubungan dengan pembagian waris yang sering bermasalah di masyarakat. Karena itu, jika ada hibah seperti kasus ini yang nilainya besar, hibah tidak boleh hanya sebatas memberi, tetapi harus sesuai dengan prinsip syariah.
Pada prinsipnya, seseorang yang ingin memberikan hartanya kepada orang lain, organisasi Islam, dan/atau lembaga zakat seperti lazismu atau lembaga lainnya, bisa menggunakan instrumen distribusi kekayaan seperti hibah yang ditanyakan dalam hal ini. Hibah dapat dilakukan dengan diketahui dua orang saksi dan maksimal sepertiga dari harta yang dimiliki.
Jika melihat jumlah harta yang diberikan dalam kasus hibah ini senilai 25 persen, tentu nilai ini masih di bawah sepertiga dari harta, sehingga sesuai prinsip syariah. Terlebih hibah ini diberikan kepada organisasi Islam seperti Aisyiyah. Semoga ini semua menjadi amal shaleh dan kebajikan buat pemberi hibah dan penerima hibah serta masyarakat.
Tentu perlu diperhatikan pemberian hibah ini harus diketahui oleh keluarga dan keturunan dari pemberi hibah. Bisa juga mereka dijadikan saksi (dua orang saksi atau lebih) dalam proses hibah harta ini.
Keadaan ini harus menjadi perhatian. Karena sering menjadi persoalan dalam pembagian waris di masyarakat itu disebabkan hibah yang tidak diketahui oleh anggota keluarga (ahli waris). Karena itu, keterbukaan dalam proses pemberian hibah ini sangat diperlukan.
Selain hibah, pemberian harta bisa dilakukan dengan instrumen zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Termasuk di dalamnya instrumen wasiat.
Tentu semua instrumen distribusi harta (pemindahan kepemilikan harta) disesuaikan dengan ketentuannya. Sebagai tambahan, ketika sudah meninggal, instrumen distribusi kekayaan menggunakan instrumen waris (hukum kewarisan Islam).
Zakat Profesi
Zakat dalam kasus ini sifatnya boleh saja. Karena jika mau menambah berbagi, tentu boleh dan baik. Hanya saja tidak ada keharusan karena sudah berbagi melalui hibah sebesar 25 persen sebagaimana tersebut.
Berbeda tentunya dengan zakat profesi yang juga ditanyakan. Sebenarnya, zakat apa pun macamnya memang wajib dikeluarkan ketika masuk batas nishab (batasan harta dikenakan zakat) dan sudah masuk 1 tahun (haul).
Jika memang zakat tersebut (misalnya zakat profesi) sudah dikeluarkan dan dipotong 2,5 persen dari gaji setiap bulannya, maka sikap ini dibolehkan. Ada catatan dalam persoalan ini.
Pertama, jika di kemudian hari masih ada harta lain (selain gaji) juga sudah masuk nishab dan hawul, maka harta tersebut perlu dikeluarkan zakatnya. Kedua, pastikan yang dipotong dari gaji ini untuk zakat, bukan infak dan shadaqah. Karena ketentuan dan perlakuan hukumnya berbeda.
Demikian penjelasan sebagai jawaban dari apa yang dipertanyakan. Semoga kita terus belajar dan memastikan harta kita ini menjadi harta yang berka dan menjadi amal jariah untuk kita semuanya. Amin. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni/SN