Mengenal Kriteria Neo MABIMS dan Implementasinya; Oleh: Amirul Muslihin, Anggota Divisi Hisab dan Falak Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur.
Tarjihjatim.pwmu.co -Tulisan panjang tentang kriteria baru MABIMS ini semula diusulkan oleh Tim Pakar Astronomi bentukan MUI—yang mengadakan pertemuan tanggal 21 Agustus 2015 di Jakarta—untuk penentuan kriteria awal bulan Hijriah yang akan disampaikan kepada MUI sebelum Munas MUI 2015.
Berikutnya dalam draf Keputusan Muzakarah Rukyah dan Takwim Islam negara anggota MABIMS ke-16 pada 2-4 Agustus 2016 di komplek Baitul Hilal Port Dickson Negeri Sembilan, telah bersetuju menerima keputusan sebagai berikut: pertama, kriteria imkanur rukyat bagi negara anggota MABIMS dalam penentuan takwim hijriah dan awal bulan hijriah adalah Ketika matahari terbenam, ketinggian hilal tidak kurang 3° dari ufuk dan jarak lengkung (sudut elongasi) bulan ke matahari tidak kurang dari 6,4°. Kedua, [arameter jarak lengkung yang dirujuk adalah dari pusat bulan ke pusat matahari.
Dalam Seminar Internasional Fikih Falak di Jakarta 28-30 November 2017, yang dihadiri Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Yordania berhasil merumuskan Rekomendasi Jakarta 2017. Salah satu tim perumusnya adalah Prof Dr H Thomas Djamaluddin MSc. Dan salah satu rekomendasinya adalah mengusulkan kriteria baru, yakni tinggi minimal 3 derajat dan elongasi (jarak bulan-matahari) 6,4 derajat. Menurut Prof Thomas, usulan kriteria yang kemudian disebut kriteria RJ2017 merujuk pada Naskah Akademik MUI 2015 dan kesepakatan MABIMS 2016.
Pertemuan pakar falak MABIMS yang diadakan pada tanggal 8-10 Oktober 2019 di Hotel Grand Keisha, Yogyakarta tetap menghasilkan rekomendasi yang sama yakni bersetuju mewujudkan unifikasi kalender Hijriah mengikut kriteria MABIMS yang baru (tinggi 3 derajat, elongasi 6.4 derajat). Kriteria ini disebut-sebut sebagai upaya titik temu antara pengamal rukyat dan pengamal hisab untuk menjadi kesepakatan bersama.
Kemudian dengan mempertimbangkan hasil Muzakarah Rukyat dan Takwim Islam MABIMS 2016 dan Rekomendasi Jakarta 2017 hasil Seminar Internasional Fikih Falak serta Keputusan Mesyuarat Pegawai-pegawai Kanan (SOM) MABIMS kali ke-44 Tahun 2019 di Republik Singapura pada 11 hingga 14 November 2019 yang telah bersetuju pula untuk menggunakan kriteria baru Imkanur Rukyat MABIMS yaitu tinggi hilal 3 derajat dan sudut elongasi 6,4 derajat.
Negara Indonesia juga bersetuju untuk mempercepat penetapan kriteria imkanur rukyah yang baru di negara anggota MABIMS melalui mekanisme ad-referandum/flying minute tanpa pertemuan fisik. Yang ditanda tangani oleh Menteri Agama Republik Indonesia, Yaqut Cholil Qoumas. Namun penggunaan kriteria Imknur Rukyat MABIMS baru ini, baru diberitahukan secara resmi kepada lembaga-lembaga dibawahnya agar dapat mendukung dan mensosialisasikan kepada masyarakat, dengan surat pemberitahuan nomor: B-79/DJ.III/HM.00/02/2022 tertanggal, 25 Februari 2022. Yang ditanda tangani oleh Direktur Jendral Kementerian Agama Republik Indonesia, Kamaruddin Amin.
Apa sebenarnya Kriteria Imkanur Rukyat yang kemudian dikenal dengan sebutan Neo MABIMS tersebut: pertama, imkan berasal dari kata amkana yang memiliki makna kemungkinan. Sedangkan, kata al-ru’yah berasal dari kata ra’a yang dalam konteks kalimat infinitive (muta’ady) yang objeknya berbentuk fisik (konkrit) dan bermakna melihat dengan mata atas objek yang nyata.
Kedua, imkanur rukyat adalah parameter hisab yang memperhitungkan kemungkinan objek hilal dalam kedudukan dapat terlihat. Atau dengan kata lain Imkanur rukyah artinya “kemungkinan hilal dapat dirukyat” atau “batas minimal hilal dapat dirukyat”, yaitu suatu fenomena posisi hilal sedemikian rupa yang menurut pengalaman di lapangan hilal dapat dilihat dengan mata telanjang. Dalam astronomi dikenal dengan Visibilitas Hilal. Dengan demikian imkanur rukyat adalah identik dengan parameter visibilitas hilal.
Baca sambungan di halaman 2: Parameter Kriteria Neo MABIMS