Menggapai Kelezatan Dunia dan Akhirat dengan Iman; Oleh Fakhruddin Alamsyah SI Kom MSc
Tarjihjatim.pwmu.co – Kata iman berasal dari kata dasar yang terdapat dalam bahasa Arab yaitu bentuk masdar dari kata kerja (fi’il). امن- يؤمن – ايمانا yang mengandung beberapa arti yaitu percaya, tunduk, tentram dan tenang.
Definisi Iman secara Syariat
Menurut pengertian syariat, iman adalah ucapan dan perbuatan (qaul wa’amal), yaitu ucapan hati (qaulul qalbi), amalan hati (amalul qalbi), ucapan lisan (qaulul lisan), amalan lisan (amalul lisan), dan amalan anggota badan (amalul jawarih), bisa bertambah dengan bertambahnya ketaatan dan bisa berkurang dengan melakukan kemaksiatan.
Inilah definisi iman yang benar menurut ayat-ayat al-Qur’an, as-Sunnah dan kesepakatan seluruh ulama ahlus sunah (ijmak)
Dengan demikian, iman adalah gabungan dari lima unsur:
- Ucapan hati (qaulul qalbi), yaitu at-tashdiq (membenarkan), al-ilmu dan al-ma’rifah(mengilmui dan memahami sepenuhnya).
- Amalan hati (‘amalul qalbi), yaitu berserah diri kepada Allah (al-istislam), (ketundukkan hati kepada perintah dan larangan Allah (al-inqiyad), mengikhlaskan niat untuk mencari ridha Allah semata (al-ikhlas), mencintai Allah (al-mahabbah), takut kepada Allah (al-khauf), berharap kepada Allah (ar-raja’), bergantung kepada Allah (at-tawakal), menerima ketentuan Allah dengan lapang hati (ar-ridha dan ash-shabr), kesabaran dalam menjalankan perintah, menjauhi larangan dan menerima ujian Allah (ash-shabr), rendah hati (at-tawadhuk), dan lain-lain. Termasuk didalamnya adalah meninggalkan kesombongan, riya’, sum’ah, ujub, dan lain-lain yang dilarang oleh al-Qur’an dan as-Sunnah.
- Ucapan lisan (qaulul lisan), yaitu mengucapkan dua kalimat syahadah.
- Perbuatan lisan (‘amalul lisan), yaitu membaca al-Qur’an, dzikir, istighfar, dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar dengan lisan, berkata yang baik, dan lain-lain. Termasuk didalamnya adalah meninggalkan ghibah (menggunjing), meninggalkan namimah (adu domba), tidak mengejek orang lain, tidak berbohong, tidak bersumpah palsu dan segala ucapan lainnya yang dilarang oleh al-Qur’an dan as-Sunnah.
- Perbuatan anggota badan (‘amanul jawarih’), yaitu mengerjakan shalat, zakat, shiam, haji dan umrah, jihad fi sabilillah, berbakti kepada kedua orang tua, memenuhi kebutuhan anak dan istri, berbuat baik kepada tetangga dan tamu, bersedekah, menyantuni anak-anak yatim dan orang-orang miskin, menuntut ilmu, dan perintah-perintah lainnya. Termasuk di dalamnya adalah meninggalkan zina, minuman keras, mencuri, perjudian, kezaliman kepada orang lain, kecurangan dalam jual beli, dan seluruh hal lainnya yang dilarang oleh al-Qur’an dan as-Sunnah.
Unsur-unsur ini harus terpenuhi, agar imannya benar, sah, dan sempurna. Iblis dan Fir’aun membenarkan dalam hatinya bahwa Allah adalah pencipta dan pengatur alam semesta, namun karena tidak disertai amalan hati yaitu kecintaan dan ketundukan kepada Allah, maka keduanya adalah kafir, bukan seorang mukmin. Demikian pula orang-orang munafik, sekalipun lisan dan anggota badannya beramal, namun karena tidak disertai oleh ucapan hati (membenarkan) dan amalan hati, maka ia bukan seorang mukmin.
Seorang Mukmin adalah seorang yang membenarkan dengan hati (qaulul qalbi), kemudian hatinya tunduk dan patuh (‘amalul qalbi), kemudian lisannya mengucapkan dua kalimat syahadat (qaulul qalbi) dan anggota badannya melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya (‘amalul jawarih). Semakin banyak hati, lisan dan anggota badannya beramal, niscaya semakin kuat dan sempurna imannya.
Kebutuhan Seseorang terhadap Iman
Permasalahan iman merupakan permasalahan terpenting seorang Muslim, sebab iman menentukan nasib seorang di dunia dan akhirat. Bahkan kebaikan dunia dan akhirat bersandar kepada iman yang benar. Dengan iman, seorang akan mendapatkan kehidupan yang baik di dunia dan akhirat serta keselamatan dari segala keburukan dan adzab Allah Azza wa Jalla .
Dengan iman, seorang akan mendapatkan pahala besar yang menjadi sebab masuk surga dan selamat dari neraka. Lebih dari itu semua, mendapatkan keridhaan Allah Azza wa Jalla yang Maha Kuasa, sehingga Dia tidak akan murka kepadanya dan dapat merasakan kelezatan melihat wajah Allah Azza wa Jalla di akhirat kelak.
Dengan demikian, permasalahan ini seharusnya mendapatkan perhatian lebih dari kita semua. Imam Ibnu al-Qayyim Al Jauziyah menuturkan, “Hasil usaha jiwa dan kalbu yang terbaik dan penyebab seorang hamba mendapatkan ketinggian (derajat mulia) di dunia dan akhirat adalah ilmu dan iman. Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla menggabung keduanya dalam firman-Nya:
وَقَالَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ وَالْاِيْمَانَ لَقَدْ لَبِثْتُمْ فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ اِلٰى يَوْمِ الْبَعْثِۖ فَهٰذَا يَوْمُ الْبَعْثِ وَلٰكِنَّكُمْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ
“Dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dan keimanan berkata (kepada orang-orang yang kafir), “Sesungguhnya kamu telah berdiam (dalam kubur) menurut ketetapan Allah, sampai hari berbangkit.” [ar-Rûm/30:56]
Dan firman Allah Azza wa Jalla :
يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. [al-Mujâdilah/58:11]
Mereka inilah inti dan pilihan dari yang ada dan mereka adalah orang yang berhak mendapatkan martabat tinggi. Namun, kebanyakan manusia keliru dalam (memahami) hakikat ilmu dan iman ini, sehingga setiap kelompok menganggap ilmu dan iman yang dimilikinya satu-satunya hal yang dapat mengantarkan kepada kebahagian, padahal tidak demikian.
Kebanyakan mereka tidak memiliki iman yang menyelamatkan dan ilmu yang mengangkat (kepada ketinggian derajat), bahkan mereka telah menutup untuk diri mereka sendiri jalan ilmu dan iman yang diajarkan Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjadi dakwah beliau kepada umat. Sedangkan yang berada di atas iman dan ilmu (yang benar) adalah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti mereka di atas manhaj dan petunjuk mereka….” (al-Fawâid hlm. 191)
Demikian pula apabila kita melihat pemahaman kaum Muslimin tentang iman, maka kita dapatkan banyak kekeliruan dan penyimpangan. Sebagai contoh, banyak kalangan kaum Muslimin ketika berbuat dosa dia menyatakan: “Yang penting kan hatinya”. Ini semua tentunya membutuhkan pelurusan dan pencerahan bagaimana sesungguhnya konsep iman yang benar tersebut.
Baca sambungan di halaman 2: Enam Hakikat Keimanan