Meniatkan Kurban untuk Orang Tua yang Sudah Meninggal, Bolehkah? Oleh Ustadzah Ain Nurwindasari.
PWMU.CO – Kurban berasal dari bahasa Arab qariba, yaqrabu, qurban wa qurbanan wa qirbanan, yang artinya dekat. Hal ini karena kurban merupakan salah satu ibadah yang tujuannya adalah mendekatkan diri kepada Allah.
Namun dalam bahasa Arab, ibadah kurban diistilahkan dengan kata udhiyah (الأضحية) yang memiliki kesamaan akar kata dengan adh-dhuha (الضحى) yang berarti waktu pagi hari. Udhiyah sendiri memiliki arti menyembelih binatang pada pagi hari.
Kurban ialah menyembelih hewan tertentu pada hari raya dan hari tasyrik (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah) sesuai dengan ketentuan syara’ (hukum Islam) dengan niat beribadah kepada Allah SWT.
Perintah untuk berkurban terdapat di dalam al-Quran yaitu surat al-Kautsar ayat 1-3 dan beberapa hadis Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW bersabda:
أُمِرتُ بِالنَّحرِ وَهُوَ سُنّةٌ لَكُم رواه الترمذی
Artinya: “Nabi Saw bersabda: ‘Saya diperintah untuk menyembelih Kurban dan qurban itu sunnah bagiku’’ (HR Turmudzi)
کُتِبَ عَلَيَّ النَّحْرُ وَلَيْسَ بِوَاجِبٍ عَلَيْكُمْ رواه الدار قطنی
Artinya: “Diwajibkan melaksanakan kurban bagiku dan tidak wajib atas kamu” (HR ad-Daruqutni)
Adapun hukum melaksanakan kurban ialah sunnah, berdasarkan hadis-hadis di atas.
Berkurban untuk Orang yang Telah Wafat
Permasalahan ini bisa dipahami menjadi dua macam, yaitu pertama, berkurban untuk orang yang telah wafat yang bernadzar atau berwasiat untuk berkurban.
Kedua, berkurban untuk orang yang telah wafat yang tidak pernah bernadzar untuk berkurban.
Jika yang dimaksud adalah yang pertama, maka mayoritas ulama membolehkan. (حكم الأضحية عن الميت وإشراكه في ثوابها – إسلام ويب – مركز الفتوى (islamweb.net)
Hal ini karena nadzar maupun wasiat yang baik yang sejalan dengan syariat Islam harus dilaksanakan. Dengan catatan jika sang mayit meninggalkan harta untuk pelaksanaan nadzar atau wasiat berkurban tersebut. Atau jika ahli waris memang memiliki harta untuk melaksanakan nadzar atau wasiat tersebut.
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah memutuskan bahwa jika orang yang telah meninggal pernah bernadzar untuk berkurban lalu nadzarnya itu belum terlaksana maka ahli waris bisa melaksanakan nadzar tersebut. Karena nadzar berkurban termasuk nadzar yang harus dilaksanakan (Buku Fatwa Tarjih, Tanya Jawab Agama, Jilid 3, hlm. 174-175).
Adapun jika seseorang tidak pernah bernadzar untuk berkurban maka tidak perlu meniatkan kurban untuk orang yang sudah meninggal. Atau dengan kata lain tidak perlu mengupayakan kurban untuk orang yang sudah meninggal. (Buku Fatwa Tarjih, Tanya Jawab Agama, Jilid 3, hlm. 175).
Mengenai pahala kurban, jika misalnya orang yang telah meninggal adalah orangtua atau siapapun yang pernah memberikan pengajaran, teladan, nasIhat untuk berbuat baik kepada anaknya, maka kurban yang dilakukan oleh anak juga bisa menjadi pahala orang yang telah meninggal tersebut.
Rasulullah shallallahu’alaihi aasallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (HR Muslim NO 1893).
Wallahu a’lam bish shawab. (*)
Ustadzah Ain Nurwindasari SThI MIRKH adalah anggota Lembaga Dakwah Komunitas (LDK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Sekretaris Majelis Tabligh dan Ketarjihan Pimpinan Daerah Asiyiyah (PDA) Gresik; alumnus Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) PP Muhammadiyah dan International Islamic University of Malaysia (IIUM); guru Al-Islam dan Kemuhammadiyahan SMP Muhammadiyah 12 GKB Gresik.
Artikel ini bisa juga dibaca di PWMU.CO
Editor Mohammad Nurfatoni