HPT Menjadikan Warga Muhammadiyah Muttabi Bukan Muqallid; Oleh M. Rifqi Rosyidi, Anggota Lajnah Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim; Mudir Pondok Modern Muhammadiyah Paciran, Lamongan.
Tarjihjatim.pwmu.co – Dalam melaksanakan ajaran agama terutama yang berkaitan dengan ibadah praktis, secara garis besar umat Islam dapat diklasifikasikan ke dalam tiga tingkatan, yaitu mujtahid, muttabi, dan muqallid.
Mujtahid adalah orang terpelajar dan pembelajar terpilih yang dibekali kemampuan oleh Allah untuk memahami dalil baik dari ayat al-Quran maupun hadits Nabi. Al-Quran menyebutnya dengan istilah al-rāsikhūna fi al-‘ilmi (Ali Imran 7).
Orang-orang yang masuk kategori mujtahid ini memiliki kewajiban yang besar karena harus melakukan kajian mendalam terhadap dalil-dalil agama dalam rangka mengeluarkan putusan dan produk hukum terapan (ahkām syar’iyyah ‘amaliyyah) yang nantinya bisa menjadi pedoman bagi semua umat Islam dalam melaksanakan agamanya. Oleh karena itu seorang mujtahid ketika melakukan kajian dan pembacaan terhadap sebuah dalil tertentu akan mendapat apresiasi positif dari Allah, bahkan kalau saja upaya ilmiah dari seorang mujtahid belum tepat, Allah tetap mengapresiasinya dengan satu kebaikan. Hal ini ditegaskan Rasulullah SAW dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dari sahabat ‘Amr bin ‘Ash:
إذا حَكَمَ الحاكِمُ فاجْتَهَدَ ثُمَّ أصابَ فَلَهُ أجْرانِ، وإذا حَكَمَ فاجْتَهَدَ ثُمَّ أخْطَأَ فَلَهُ أجْرٌ
Artinya: “apabila seorang hakim berijtihad dan benar dalam ijtihadnya maka baginya dua pahala, tetapi kalau salah dalam ijtihadnya maka baginya satu pahala”
Minimal ada dua alasan mengapa mujtahid memiliki kedudukan istimewa di hadapan Allah. Pertama karena seorang mujtahid ibadahnya dikerjakan berdasarkan ilmu dan berbasis pada kajian ilmiah. Hal ini yang kemudian menjadikan ibadahnya lebih nilai. Dinyatakan oleh para ulama dalam sebuah kaidah: al-‘ilmu qabla al-qawli wa al-‘amal, artinya bahwa ilmu itu menjadi syarat mutlak sebelum berucap dan berbuat.
Kedua karena seorang mujtahid melalui kajian ilmiahnya menjadi perantara bagi orang lain melaksanakan ibadah dengan benar. Dan menurut tinjauan agama, seorang yang menginspirasi orang lain untuk bisa melaksanakan ibadah dengan benar akan diapresiasi dengan nilai pahala yang setara dengan pahala orang yang melakukannya.
Dalam konteks kemuhammadiyahan peran mujtahid inilah yang dimainkan secara maksimal oleh Majelis Tarjih dan Tajdid dengan mengeluarkan putusan dan produk hukum sebagai panduan ibadah bagi umat secara umum melalui kajian yang sangat komprehensif.
Memang tidak semua umat Islam mampu berijtihad dan mampu menentukan hukum sendiri. Oleh karena itu bagi mereka yang memiliki keterbatasan dalam mengakses literatur dan metodologis sehingga tidak mampu menyimpulkan hukum sendiri, maka mereka ini memiliki dua pilihan dalam melaksanakan perintah agama, apakah akan menjadi muttabik atau sekadar menjadi muqallid.
Baca sambungan di halaman 2: Muttabik dan Muqallid