(Refleksi Peringatan Israk dan Mikraj Nabi Muhammad Saw)
Oleh Piet Hizbullah Khaidir
Ketua Sekolah Tinggi Ilmu al-Qur’an dan Sains al-Ishlah (STIQSI) Lamongan,
Sekretaris Pimpinan Daerah Muhammadiyah Lamongan, dan Ketua Divisi Kaderisasi dan Publikasi MTT PWM Jawa Timur
Tarjihuna.id – Paska dilantik menjadi menjadi Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen), Abdul Mu’ti, mengumumkan bahwa salah satu gebrakan filosofis dan mendasar yang akan dijadikan landasan kebijakannya adalah konsen kepada pembentukan karakter dan gerakan anti bullying. Saya melihat kebijakan ini sangat relevan bagi Pendidikan di Indonesia. Karena dua alasan, yaitu: Pertama, kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh pembiasaan karakter baik yang diterapkan mulai semenjak dini. Kedua, data lonjakan bullying (perundungan) yang terjadi di lembaga Pendidikan, utamanya sekolah menengah dan juga pesantren, telah mencapai angka yang mengkhawatirkan. Padahal, bullying akan merusak mental korban. Jika mental telah kena dampak bullying, akan sulit membentuk karakternya.
Membaca kebijakan Menteri Dikdasmen tersebut, bertepatan dengan Israk Mikraj Nabi Muhammad Saw., menginspirasi saya untuk membahasnya dikaitkan dengan narasi peristiwa agung tersebut. Narasi sebelum dan setelah peristiwa istimewa ini menyajikan dua nilai yang berkaitan dengan Pendidikan karakter dan Gerakan anti bullying. Narasi sebelum peristiwa adalah ketika terjadi bullying terhadap Nabi Saw., dari orang-orang yang menentangnya, Nabi Saw., selalu mendapatkan dukungan kekuatan moral dari istri dan pamanda tercinta agar terus melanjutkan misinya dan tidak terganggu dengan ulah para penentangnya. Narasi setelah peristiwa adalah di tengah cemooh dan bullying ketidakpercayaan dan anggapan absurd atas peristiwa Israk Mikraj, tampil sahabat sejati yang selalu mempercayai dan mendukung Nabi Saw., dengan sangat tulus. Poin pentingnya yang dapat digali adalah bagaimana orang-orang yang mendukung Nabi Saw., itu terbentuk karakternya, dalam memilih membela dan mendukung Nabi Saw., padahal pilihannya itu sangat tidak popular dan memiliki resiko yang berbahaya? Apa hubungan narasi Israk Mikraj ini dengan Pendidikan karakter dan Gerakan anti bullying?
Definisi Bullying
Dalam American Psychological Association disebutkan bahwa bullying atau perundungan adalah suatu bentuk tindakan agresif yang dilakukan seseorang dengan sengaja dan berulangkali dengan tujuan untuk melukai atau mengakibatkan ketidaknyamanan pada orang lain. Kata kuncinya: tindakan dengan sengaja, dan seringkali dilakukan secara berkelompok terhadap seseorang yang dianggap lemah. Dilakukan untuk menyakiti, mengintimidasi, atau menindasnya. Kata kunci berikutnya: dilakukan oleh mereka yang cenderung merasa berkuasa, dan menganggap anak lain lebih lemah dibanding mereka yang melakukan bullying.
Bentuk yang dilakukan kelompok pelaku bullying ini di antaranya: intimidasi, ancaman, dan pengucilan. Dapat terjadi di lingkungan kerja, lingkungan sekolah, lingkungan pesantren, atau tempat-tempat lain yang memungkinkan orang berkumpul dan berkelompok dalam jumlah besar, seperti penjara, pasar, dan lain-lain.
Jenis-Jenis Bullying
Bentuk bullying tersebut diperinci ke dalam jenis-jenis bullying, yaitu: Physical Bullying, Verbal Bullying, Social Bullying, dan Cyber Bullying.
Physical bullying adalah melakukan perundungan secara fisik dengan cara memukul, menendang, mencubit, menyundut dengan benda, menempeleng wajah, yang berakibat fisik terciderai, seperti terluka, memar, benjol, luka bakar tersundut puntung rokok, lebam pada wajah dan sekujur tubuh, dan lain semacamnya. Di samping melukai fisik seseorang, physical bullying dapat juga berupa perusakan barang pribadi seperti mencoret tembok rumah, mengacak-ngacak tempat bisnis, perusakan mobil, dan lain-lain.
Verbal bullying meski tidak meninggalkan bekas luka secara fisik, dipandang lebih berbahaya dampaknya. Perundungan verbal ini dapat dilakukan dengan cara menghina, mengejek dan merendahkan harga diri seseorang di hadapan publik. Penghinaan, ejekan, dan merendahkan dengan ungkapan pedas akan berbekas dan meninggalkan luka hati yang mendalam. Dapat merusak mental dan psikis korban.
Sementara itu, social bullying biasanya juga disebut dengan covert bullying (perundungan terselubung). Disebut demikian, karena perundungan sosial itu tidak mudah dideteksi. Tujuannya adalah merusak reputasi seseorang. Contohnya: menyebarkan gossip, mempermalukan di depan umum dengan lelucon, tatapan sinis dan mengajak orang lain untuk mengucilkan korban. Pada masa sekarang, social bullying dapat dilakukan lebih canggih melalui internet. Inilah yang disebut dengan cyber bullying.
Cyber bullying adalah social bullying yang dilakukan dengan penyebaran info atau pengiriman pesan melalui media sosial untuk tujuan yang sama seperti social bullying. Contoh dari cyber bullying, yaitu: mengirimkan pesan berupa teks atau gambar dengan nada melecehkan atau menghina dengan cara lembut ataupun sarkas, mengucilkan pertemanan dalam grup online dengan sengaja, mengunggah video atau foto untuk tujuan melecehkan dan merendahkan seseorang. Dampak keseluruhan seluruh jenis bullying adalah sama: merusak mental dan psikis korban. Ini tentu sangat berbahaya.
Data Kasus Bullying
Jika ditelaah data belakangan tahun 2024, catatan yang beredar menunjukkan peningkatan yang signifikan. Ini berarti alarm bagi kita semua utamanya sebagai keluarga, pengelola Lembaga Pendidikan, dan juga Lembaga kerja baik swasta ataupun pemerintah. Data perundungan tahun 2024 menurut catatan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) terdapat 573 kasus kekerasan yang dilaporkan di lingkungan pendidikan, termasuk sekolah, madrasah, dan pesantren. Jumlah ini mengalami lonjakan yang signifikan. Sebab, dibandingkan tahun 2020 tercatat 91 kasus, kemudian meningkat menjadi 142 kasus pada tahun 2021, serta 194 kasus pada tahun 2022, dan 285 kasus pada tahun 2023.
Faktor Penyebab Tindakan Bullying
Salah satu faktor utama penyebab seseorang menjadi pembuli adalah pengalaman masa lalu yang penuh dengan kekerasan atau intimidasi. Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan (baik itu rumah maupun sekolah maupun lingkungan tempat tinggal) yang dipenuhi dengan kekerasan, baik fisik maupun verbal, cenderung meniru perilaku tersebut.
Secara lebih terperinci, faktor yang menjadi penyebab seseorang menjadi pembuli adalah pernah melihat orang lain melakukan kekerasan, kesalahan pola asuh keluarga yang terlalu keras atau terlalu lembek, pernah menjadi menjadi korban pembulian, kurang mendapatkan perhatian dari keluarga dan orang di sekitarnya, ingin memiliki kekuasaan dan memegang kendali, ingin dianggap popular, kurang edukasi dan empati.
Bila diperhatikan dan ditelaah dengan seksama, penyebab perilaku membuli itu ada tiga faktor kunci, yaitu: pernah mendapatkan contoh perilaku kekerasan atau mengalami kekerasan, pola asuh yang tidak baik dari keluarga, serta kurang perhatian, support, dan pembelajaran empati dari lingkungan sekitar (keluarga, lingkaran pertemanan, lingkaran tempat tinggal, dan lain-lain).
Pelajaran dari Israk Mikraj: Karakter Unggul dan Support Sekitar
Pelajaran berharga dari narasi Israk Mikraj jika dikaitkan dengan pendidikan karakter dan gerakan anti bullying dapat diambil dari karakter Nabi Saw., bagaimana beliau mendapatkan pendidikan dari keluarganya, perhatian serta dukungan tulus dari keluarga dan sahabat-sahabatnya, kehalusan budi yang lahir sebagai bentuk empati dari manusia agung ini.
Dari narasi sebelum dan setelah peristiwa Israk Mikraj, kita dapat melihat sebuah sistem sosial yang dibangun dengan fondasi wahyu ilahi telah melahirkan individu dan komunitasnya, yang hadir sebagai antitesa pembuli dan anti terhadap tindakan perundungan. Bahkan menariknya adalah ketika individu pembawa risalah kenabian ini mendapatkan kesempatan untuk melakukan perundungan balik, yang dihadirkannya justru contoh-contoh perilaku empati dan perilaku lembut dan baik terhadap para pembulinya.
Tengoklah ketika individu agung ini dilempari kotoran unta setiap pagi ketika berangkat ke Baitullah, mendapati pembulinya sedang sakit, dialah Saw., yang menjenguknya pertama kali sebelum sekongkolnya mengunjunginya. Kisah lain, ketika dia dan pengikutnya diintimidasi secara fisik dan mental; diboikot secara ekonomi; diusir dari negerinya tercinta; sebelum Israk Mikraj terjadi, semakin ditindas setelah pelindung utamanya yaitu istri dan pamandanya tersayang dipanggil keharibaan Allah; setelah Israk Mikraj, dicemooh karena dianggap berdusta dan halu dengan kisah absurdnya, pada saat memperoleh kesempatan memenangkan pertempuran dan kemenangan dalam Fath Makkah, dia dan pengikutnya tetap mengobarkan empati, pesan kedamaian, tanpa kekerasan, dan tanpa pertumpahan darah.
Sebaliknya, individu dan komunitas persekongkolannya yang kafir, yang menentang kebenaran syari’at dan risalah kenabian, justru melahirkan pelaku bullying. Komunitas kafir ini ketika mendapatkan kesempatan untuk melakukan bullying, mereka akan melakukannya dengan penuh murka dan angkara. Tengoklah ketika mereka merasa menang pada perang Uhud, kaum kafir ini melampaui batas etika peperangan dengan berlaku curang terhadap Hamzah Ra., paman Nabi Saw., dan memakan jantungnya dengan sadis.
Penutup: Kontras Dua Karakter
Sungguh kontras dua karakter. Individu dan komunitas yang dididik dengan kekerasan, kecurangan, keculasan tanpa empati, kepengecutan, dan ketidakharmonisan, utamanya dari keluarga, saudara-saudaranya, sahabat-sahabatnya, dan lingkaran pertemanannya yang paling dekat, sungguh telah melahirkan Abu Lahab yang enggan menerima kebenaran, dan Abu Jahal bapaknya kebodohan, yang sukanya membuli Rasulullah Saw dan para pengikutnya.
Sebaliknya, individu dan komunitas yang dididik dengan kesalehan, kejujuran, empati, keberanian, kasih sayang penuh perhatian, dukungan tulus baik dari keluarga utamanya, saudara-saudaranya, sahabat-sahabatnya, dan lingkaran pertemanannya telah melahirkan karakter agung Nabi Saw., dan sahabat-sahabatnya. Telah lahir Khadijah dan Abu Thalib pendukung utama. Telah lahir Ali bin Abu Thalib, sepupu yang selalu menjadi pendamping setianya. Telah lahir Abu Bakar yang mendapatkan gelar Ash-Shiddiq karena kesetiaan dan kepercayaannya yang tulus kepada Nabi Saw., ketika Nabi Saw bercerita peristiwa Israk Mikraj yang dianggap oleh umum dan utamanya kaum kafir sebagai absurd dan tidak masuk akal.
Akhirul kalam, untuk melawan pembuli dan dampak perilakunya, kita butuh mencontoh karakter agung ini dalam implementasi pendidikan karakter dan gerakan anti bullying. Wallahu a’lam.