Ivana Kusuma (Ketua MTT PDM Blitar)
Pertanyaan:
Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. Izin bertanya ustadz, Jika ada orang mabuk, apakah orang tersebut dihukum atas kejahatannya ketika mabuk?
Jawaban:
Waalaikumusslam Warohmatullahi Wabarokatuh. Alhamdulillah dan terima kasih atas pertanyaanya.
Pertama, tidak dihukum jika….
Pendapat mayoritas di empat madzhab (Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali) menyatakan bahwa orang mabuk tidak dihukum atas kejahatan yang dilakukannya saat mabuk jika penyebab mabuknya adalah karena dipaksa, tidak mengetahui bahwa yang diminum adalah minuman keras, atau meminum obat yang tidak diketahui dapat membuatnya mabuk.
Kondisi ‘dipaksa’ juga mencakup situasi darurat, seperti ketika seseorang hampir meninggal karena tersedak dan hanya ada minuman keras di dekatnya.
Mereka tidak dihukum atas kejahatan saat mabuk (hilang akal) karena dianggap serupa dengan orang gila atau orang yang sedang tidur. Rasulullah ﷺ bersabda:
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ:
“Pena (catatan amal) diangkat dari tiga orang: orang tidur hingga ia terbangun, anak kecil hingga ia balig, dan orang gila hingga ia waras” (HR Abu Dawud, Nasai, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
Meskipun secara fisik tidak dihukum, mereka tetap bertanggung jawab untuk mengganti rugi atas kerusakan yang ditimbulkan saat mabuk. Imam Ibnu Qudamah al-Maqdisi menyatakan bahwa tidak ada perbedaan pendapat mengenai kewajiban mengganti barang yang dirusak, baik secara sengaja maupun tidak.
Kedua, dihukum jika….
Namun, jika seseorang menyengaja mabuk dan kemudian melakukan kejahatan, maka ia dihukum atas kejahatannya saat mabuk. Alasannya adalah:
- Mabuk adalah pilihan sendiri, meskipun dilarang untuk mencegah kejahatan.
- Jika tidak dihukum, hal ini dapat mendorong orang untuk mabuk sebelum melakukan kejahatan.
Ketiga, bagaimana jika pemabuk melakukan kekufuran?
Apabila orang yang menyengaja mabuk melakukan atau mengucapkan sesuatu yang berkaitan dengan kekufuran, maka ia tidak dikafirkan. Ini merupakan pengecualian dari poin kedua yang menyatakan bahwa pemabuk dihukum atas kejahatannya saat mabuk. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan” (Surat an-Nisa: 43).
Ayat ini menunjukkan bahwa orang yang mabuk tidak mengerti apa yang dikatakannya, sehingga ucapan (dan tindakan) kufurnya tidak diperhitungkan. Salah satu syarat sahnya murtad adalah akal, selain balig dan kerelaan hati. Maka, perilaku kufur orang mabuk dan orang gila tidak sah.
Referensi:
- At Tasyrî’ al Jinâi al Islâmi karya Syaikh Abdul Qadir Audah, hal. 582-583
- Ḥâsyiyah ar Rawdh al Murbi’ karya Syaikh Ibnu Qasim an-Najdi V/413
- Syarḥ Zâd al Mustaqni’ karya Syaikh Muhammad bin Muhammad al-Mukhtar asy-Syinqithi XI/396
- Tuḥah al Mulûk fi Fiqh Madzhab al Imâm Abî Ḥanîfah an Nu’mân karya Imam Muhammad bin Abu Bakar ar-Razi, hal. 195
- Jameataleman
Editor Alfain Jalaluddin Ramadlan