Pilpres dan Tidak Turunnya Hujan; Oleh Nur Furqon Nashrullah Lc, Ketua Majelis Tarjih Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Mojokerto
Tarjihjatim.pwmu.co – Hujan adalah rahasia Tuhan. Hanya Dia Yang Mengetahui dan Berkehendak kapan dan di mana ia diturunkan. Terkadang kita ‘tertipu’ oleh gelapnya mendung padahal hujan tidak kunjung turun, pun sebaliknya kita dikejutkan oleh air yang mengguyur bumi secara mendadak dan singkat padahal awan berwarna putih bersih, padang jingglang.
Jika dikembalikan kepada ilmu pengetahuan alam, mungkin akan banyak ditemukan hasil penelitian maupun ramalan. Tapi jika dikembalikan kepada nash al-Qur’an, ia sangat gamblang dan tidak perlu banyak kebingungan untuk memahami kenapa fenomena hujan akhir-akhir ini menjadi hangat dalam pembahasan.
Allah SWT berfirman, di dalam Surat Luqman 34:
إِنَّ ٱللَّهَ عِندَهُۥ عِلۡمُ ٱلسَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ ٱلۡغَيۡثَ وَيَعۡلَمُ مَا فِي ٱلۡأَرۡحَامِۖ وَمَا تَدۡرِي نَفۡسٞ مَّاذَا تَكۡسِبُ غَدٗاۖ وَمَا تَدۡرِي نَفۡسُۢ بِأَيِّ أَرۡضٖ تَمُوتُۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرُۢ
“Sesungguhnya hanya di sisi Allah ilmu tentang hari Kiamat; dan Dia yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Mengenal.”
Dari ayat di atas, dapat dipahami bahwa turunnya hujan merupakan salah satu dari lima rahasia atau hal ghaib yang hanya diketahui oleh Allah SWT.
Hubungan Pilpres dengan Hujan
Lalu, apa hubungan pilpres dengan hujan yang tidak kunjung turun? Mari kita mengenang salah satu kisah bani Israil di masa Nabi Musa as;
Dalam kitab Tanbihu-l-Ghafilin karya syaikh Abu Laits As-Samarqandi, halaman 123, diriwayatkan suatu ketika Bani Israil ditimpa kemarau dan kekeringan, sehingga Nabi Musa mengajak kaumnya untuk keluar ke tanah lapang guna memohon air (hujan) dari Allah SWT.
Satu sampai tiga kali permohonan itu dilakukan, namun nihil, tidak ada setetes air pun yang diberikan. Sehingga Nabi Musa protes kepada Allah. Dia berkata: “Wahai Tuhanku, hamba-hamba-Mu telah keluar meminta kepada-Mu, sampai tiga kali, namun tidak juga Engkau kabulkan? ”
“Ketahuilah, sesungguhnya Aku tidak berkenan mengabulkan doamu dan juga doa kaummu, dikarenakan adanya seorang nammam di antara kalian, dia terus-terusan berbuat namimah!” jawab Allah kepada nabi Musa.
Mendengar itu Nabi Musa geram. “Siapa dia, wahai Tuhanku, akan aku usir dia!” ucapnya.
Allah menjawab, “Wahai Musa, Aku melarang perbuatan namimah, lalu kini engkau mengajak-Ku melakukannya? ”
Maka bertobatlah Bani Israil dan mereka pun diguyur air sebab Allah menerima tobat mereka.
Nammam
Nammam berasal dari kata namimah, artinya adu domba. Dari kisah di atas dapat dipahami bahwa dosa adu domba dapat menyebabkan langit menggenggam hujannya sehingga tidak turun ke bumi.
Lalu, bagaimana keadaan Indonesia akhir-akhir ini? Kalau di zaman Nabi Musa hanya karena ada satu saja orang pengadu domba mereka kesulitan mendapatkan rahmat Allah berupa air, bagaimana dengan Indonesia? Yang tersebar ribuan adu domba di media sosial?
Saling fitnah, sebar hoax, informasi tidak diklarifikasi langsung di-share ke sana-sini, menebarkan kebencian? Lantas di sekolah-sekolah bapak ibu guru diarahkan mengajak siswa-siswinya shalat istisqa’; mengemis hujan, pada saat Tuhan menyaksikan ribuan manusia bertikai hanya karena perbedaan pilihan. Lalu, bagaimana hujan mau diturukan? Allahu-l-Musta’an.
(Kisah di atas dimuat juga oleh Imam al-Qurtubi dalam tafsirnya dan Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’nya. Semua dari Ka’b bin Akhyar)
Editor Mohammad Nurfatoni