Muttabi dan Muqallid
Muttabi secara litetal artinya pengikut, dari kata dasar ittaba’a artinya mengikuti. Muttabikmenurut istilah fikih adalah orang yang dalam beramal (beribadah) mengikuti hasil ijtihad para ulama sembari berusaha untuk mengetahui dalil yang menjadi landasan hukum bagi amal perbuatannya. Dengan demikian muttabi itu bukan hanya mengikuti tetapi juga mengetahui dalilnya. Tingkat melaksanakan ibadah level inilah yang masuk dalam ruang lingkup ayat:
ٱلَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ ٱلْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُۥٓ ۚ أُو۟لَـٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ هَدَىٰهُمُ ٱللَّهُ ۖ وَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمْ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَـٰبِ
“Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal”. (az-Zumar 18).
Muttabi meskipun tidak memiliki kemampuan dalam menentukan produk hukum seperti mujtahid tetapi keduanya memiliki persamaan yaitu sama-sama beribadah dengan landasan dalil yang dipahaminya. Beribadah pada level tingkatan inilah yang sangat dianjurkan karena amal ibadahnya berpijak pada dalil dan landasan ilmu yang benar sehingga kesalahan dalam beribadah bisa diminimalisasi.
Himpunan Putusan Tarjih (HPT), Tanya Jawab Agama, Panduan Hidup Islami (PHI) warga Muhammadiyah adalah beberapa produk yang dihasilkan oleh Majelis Tarjih melalui kajian mendalam, komprehensif dan berkelanjutan, sehingga bisa dijadikan sebagai pijakan yang benar dalam menjalani hidup dan terutama dalam melaksanakan ibadah. Sehingga dengan tegas dapat dikatakan bahwa warga Muhammadiyah seandainya saja dalam beribadah hanya berpedoman kepada HPT serta memahaminya dengan benar maka kualifikasi keagamaan warga Muhammadiyah tersebut sudah berada pada tingkatan muttabik
Mengapa demikian? Karena secara prinsip HPT itu adalah putusan dan produk hukum yang disandarkan kepada dalil al-Quran dan al-Sunah. Setiap memutuskan hukum Majelis Tarjih pasti menyertakan dalilnya. Dan status semua dalil yang dijadikan landasan oleh Majelis Tarjih adalah hujjah maqbūlah, tidak ada dalil yang dipakai majelis tarjih yang berstatus lemah (dha’īf).
Tingkatan beragama dengan tingkat keilmuan yang paling rendah adalah menjadi muqallid yaitu hanya mengikuti pendapat seseorang tanpa mengetahui dalilnya. Biasanya orang-orang pada level ini tidak peduli dengan dalil, apalagi menyoal tentang kualitas dalil. Karena prinsip ibadah orang-orang semacam ini lebih didasarkan pada rasa fanatik terhadap ucapan tokoh dan figur tertentu. Sehingga pada level ini seorang muqallid lebih mengedepankan pendapat kyainya daripada memedomani hadits Nabi yang shahih.
Warga Muhammadiyah sudah tidak waktunya berada pada zona ini karena bertentangan dengan semangat literasi yang digelorakan Muhammadiyah.
Oleh karena itu ngaji HPT dengan benar dan terstruktur harus menjadi program prioritas setiap pimpinan ranting untuk meningkatkan level peribadatan warga Muhammadiyah dan jamaah masjid Muhammadiyah secara umum.
Tidak berlebihan seandainya dikatakan bahwa HPT adalah madzhab warga Muhammadiyah dalam beragama, karena menurut pengertian para ulama fiqih disebutkan bahwa madzhab adalah hukum-hukum fikih yang diambil dari dalil-dalil al-Quran dan al-Sunah melalui kegiatan ijtihad. Dan HPT sangat memenuhi kriteria menjadi salah satu kitab rujukan utama bagi sebuah madzhab. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni