Menjaga Iman dan Hudan
Panduan mengelola generasi muda dicegah agar tidak mengidap karakter generasi stoberi adalah dengan melatih mereka memiliki kemampuan menjaga iman (amanu bi Rabbihim) dan hudan (wa zidnahum hudan).
Panduan ini diambil dari al-Qur’an Surah al-Kahfi 13. Al-Thabari dalam Jami’ al-Bayan atau Tafsir al-Thabari menjelaskan bahwa generasi muda al-Kahfi (fityatun) dengan keteguhan dan komitmen tinggi tetap menyatakan keyakinan dan kepercayaan mereka kepada Tuhan Yang Maha Esa (Allah), meskipun berada di bawah tekanan penguasa yang meminta mereka untuk meninggalkan penyembahan terhadap-Nya.
Karena keteguhan dan komitmen yang tinggi tersebut, mereka memperoleh pencerahan berupa kejernihan batin dalam menjalankan agama mereka (bashirah bi dinihim) dan kesabaran ketika dikucilkan atau tidak dianggap oleh komunitas mereka bahkan dipaksa meninggalkan kampung halaman mereka sendiri (shabaru ‘ala hijran dar qawmihim).
Kondisi mental yang kuat ini membuat mereka dianugerahi kekuatan keyakinan dan kesabaran yang langsung dari Tuhan. Al-Thabari mengutip penafsiran Qatadah atas penggalan ayat ke-14 wa rabathna ‘ala qulubihimmenyebutkannya dengan keimanan.
Sementara itu, al-Tustari dalam Tafsir al-Tustari menjelaskan al-Qur’an Surah al-Kahfi 13 dengan penafsiran yang sangat indah dan relevan dengan upaya mengelola generasi muda untuk dicegah menjadi generasi stroberi.
Ahli tafsir yang sufi ini mengatakan bahwa dinamai fityatun karena lafal ini mengandung makna, yakni mereka yang dalam melakukan keimanan kepada Tuhan tanpa perantara. Tanpa perantara yang dimaksud adalah mengalami secara langsung keimanannya.
Keimanannya bukanlah keimanan yang teoretis, yang wacana, yang menjadi pengetahuan belaka, dan yang diamalkan menggunakan rasionalitas akal belaka. Sebaliknya, keimanannya adalah keimanan yang diamaliyahkan dengan hati yang hadir, dengan kesadaran mengabdi kepada Allah, dan dengan pengetahuan yang diperoleh langsung dari Allah melalui penyingkapan dan persaksian.
Oleh karena itu, setelah proses keimanan tersebut, fityatun memperoleh hudan, yakni penglihatan batin dan pengalaman batin langsung terkait keimanannya kepada Tuhannya (bashirah bi al-iman).
Singkatnya, mengelola generasi muda kita dalam kerangka pencegahan tidak menjadi generasi stroberi menurut dua tafsir di atas adalah dengan memupuk proses keimanan mereka menjadi keimanan yang praktis dan dapat dijadikan menjadi panduan program penguatan karakter.
Dengan kata lain, ada kata kunci dalam pemaknaan keimanan dan hudan. Kata kuncinya adalah praktik langsung dengan kejernihan hati dan pikiran, praktik langsung dengan diperhadapkan pada masalah. Sehingga seperti generasi muda al-Kahfi, keimanan mereka dalam praktik teruji sebagai keyakinan, keilmuan, keterampilan, karakter, serta tradisi yang mengakar dan melekat dalam sanubari mereka.
Praktik keimanan yang teruji ini, dapat dimaksudkan sebagai keimanan yang menjadi karakter dan tradisi, ketika dibenturkan dengan persoalan, ditekan, dikucilkan, diintimidasi, dan lain semacamnya, tetap sabar, teguh dan komitmen. Tidak ada rasa sakit hati, putus asa dan dendam. Karena orientasinya sejatinya adalah kebajikan semesta dan ketulusan insani. Mereka fokus pada tujuan utama, yaitu: ridha Allah, kemaslahatan, kesejahteraan, kemakmuran dan kebaikan bersama.
Baca sambungan di halaman 3: Mencetak Generasi Rabbani