Wasathiyah dalam Muhammadiyah
Jika kita menelaah dokumen-dokumen resmi Muhammadiyah, maka akan didapati ideologi, manhaj, khittah, dan langkah Muhammadiyah dari waktu ke waktu bernuansa paham Islam wasathiah.
Pertama, aspek wasathiah dalam Mukadimah Anggaran Dasar. Sebagai sebuah ideologi, Mukadimah Anggaran Dasar menjiwai segala gerak dan usaha Muhammadiyah dan proses penyususnan sistem kerjasama yang dilakukan untuk mewujudkan tujuannya. Tujuh pokok pikiran yang terkandung di dalamnya berintikan bahwa hidup itu haruslah berlandaskan pada tauhid. Hidup itu selain individu juga bermasyarakat, di mana Muhammadiyah bertujuan mewujudkannya dengan sebenar-benarnya sebagai kewajiban melalui penegakan hukum Allah. Perjuangan dapat sukses jika ittiba’ Rasul dan melalui alat organisasi.
Kedua, aspek wasathiah dalam Masalah Lima. Konsep tentang agama, dunia, ibadah, sabilillah, dan qiyas. Dalam konstruksi pemikiran Masalah Lima menyeimbangkan (iktidal dan tawazun) antara konsep agama dan dunia, serta antara ibadah dan ibadah. Ibadah pun dibagi menjadi dua, ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah.
Ketiga, aspek wasathiah dalam Kepribadian Muhammadiyah. Usaha apapun yang ditempuh Muhammadiyah untuk mencapai tujuan organisasi haruslah berpedoman pada “Ajaran Allah dan Rasul-Nya, bergerak membangun di segenap bidang dan lapangan dengan munggunakan cara serta menempuh jalan yang diridhai Allah”.
Pembangunan di segala bidang dikuatkan dengan sifat-sifat yang harus dipelihara setiap warga Muhammadiyah: perdamaian, kesejahteraan, persatuan, lapang dada, luas pandangan, keagamaan, kemasyarakatan, mengindahkan hukum, undang-undang, peraturan, serta dasar dan falsafah negara yang sah, amar ma’ruf nahi mungkar di segala lapangan, aktif dalam perkembangan masyarakat, bekerjasama dengan golongan Islam manapun, membantu pemerintah, besrsifat adil dan korektif dengan bijaksana.
Keempat, aspek wasathiah dalam Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (MKCH). Muhammadiyah adalah gerakan Islam dan dakwah amar makruf nahi mungkar, berakidah Islam dan bersumber pada al-Qurán dan al-Sunnah. Bertujuan mewujudkan masyarakat utama, adil makmur yang diridhai Allah. Bidang yang dikerjakan: akidah (pemurniah), akhlak, ibadah (pemurniah), dan muamalah duniawiah (dinamisasi). Bersama-sama membangun Indonesia berdasar Pancasila dan UUD 1945 menuju “Baldatun Tayyibatun wa Rabbun Ghafuur”.
Aspek Wasathiyah Muhammadiyah dalam PHIWM
Kelima, aspek wasathiyah dalam Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM). Adalah seperangkat nilai dan norma Islami yang bersumber pada al-Qur’an dan al-Sunnah untuk menjadi pola bagi tingkah laku warga Muhammadiyah dalam menjalani kehidupan sehari-hari sehingga tercermin kepribadian Islami menuju terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Meliputi pedoman kehidupan dalam lingkup pribadi, keluarga, bermasyarakat, berorganisasi, mengelola amal usaha, berbisnis, mengembangkan profesi, berbangsa dan bernegara, melestarikan lingkungan, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan mengembangkan seni dan budaya yang menunjukkan perilaku uswah hasanah.
Keenam, aspek wasathiyah dalam Khittah dan Langkah Muhammadiyah. Khittah Muhammdiyah Tahun 1956-1959; Khittah Perjuangan Tahun 1969; Khittah Muhammadiyah Tahun 1971; Khittah Perjuangan Tahun 1978; Khittah Muhammadiyah dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Tahun 2002. Dan Langkah-langkah Muhammadiyah seperti Langkah Muhammadiyah Tahun 1938-1940; Langkah Muhammadiyah Tahun 1947; Langkah Muhammadiyah Tahun 1950; dan Langkah Muhammadiyah Tahun 1959-1962; Langkah Muhammadiyah Tahun 2000. Baik Khitah dan Langkah Muhammadiyah merupakan turunan dari ideologi Muhammadiyah yang bersifat wasathiyah.
Ketujuh, aspek wasathiah dalam Manhaj Majlis Tarjih. Pokok-pokok Manhaj Tarjih dapat diringkas sebagai berikut. (1) Di dalam beristidlal, dasar utamanya adalah al-Qur’an dan as-Sunnah al-magbulah. Ijtihad dengan qiyas dapat dilakukan; (2) Ijtihad jama’i; (3) Tidak mengikatkan diri pada suatu madzhab; (4)berprinsip terbuka dan toleran; (5) Di dalam masalah aqidah hanya dipergunakan dalil yang mutawattir; (6) Tidak menolak ijma’ sahabat; (7) al-jam’u wa’l-tawfiq, wa tarjih; (8) sadd-u’l-dzara’i; (9) Menta’lil dan a-hukmu yadiru ma’a illatihi wujudan wa’adaman dalam hal-hal tertentu dapat berlaku.
(10) Komprehensif, utuh, dan bulat; (11) Boleh al-Qurán di-takhsis dengan hadits ahad kecuali dalam bidang akidah; (12) Menggunakan prinsip al-taysir; (13) Dalam ibadah dapat menggunakan akal, sepanjang diketahui latar belakang dan tujuannya; (14) Dalam al-umur-u dunyawiyah penggunaan akal sangat diperlukan, demi kemaslahatan umat; (15) Nash yang musytarak, paham sahabat dapat diterima; (16); Dan dalam memahami nash, makna dhahir didahulukan dari takwil dalam bidang akidah. Dan takwilsahabat dalam hal itu, tidak harus diterima. Manhaj yang seperti ini jelas mencerminkan keseimbangan antara nash dan akal, dan antara purifikasi dan dinamisasi.
Ketujuh conton ideologi dan manhaj Muhammadiyah di atas, menggambarkan isinya bahwa Muhammadiyah adalah organisasi yang berposisi pada sikap tengahan, mencari keseimbangan antara tuntutan ukhrawi dan duniawi, antara yang materi dan immateri, antara akal dan teks, dan antara purifikasi dan dinamisasi. Maka, menurut saya tidak salah jika jargon “al-ta’shil dan al-ta’shir” dapat dipakai oleh Muhammadiyah untuk menamai posisi tengahan Muhammadiyah dalam menghadapi tarikan berbagai ideologi baru yang marak seperti kita saksikan belakangan.
Baca sambungan di halaman 4: Catatan Akhir