Enam Hakikat Keimanan
Iman bukanlah gambaran kosong tanpa makna dan subtansi. Ia memiliki dimensi dan hakekat sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Diantara hakekat keimanan adalah :
1. Iman Kadang Bertambah Bertambah dan Berkurang
Sudah dimaklumi, banyak dalil dari nash-nash al-Qur`ân dan Sunnah yang menjelaskan bertambah dan berkurangannya iman. Menjelaskan pemilik iman yang bertingkat-tingkat, sebagiannya lebih semurna imannya dari yang lainnya, ada di antara mereka yang disebut as-Sâbiq bil khairât, al-Muqtashid dan zhâlim linafsihi. Ada juga al-Muhsin, al-Mukmin dan al-Muslim. Semua ini menunjukkan bahwa mereka tidak berada dalam satu martabat dan iman itu bisa bertambah dan berkurang.
Di antara dalil yang menunjukkan bertambah dan berkurangan iman adalah:
a. Firman Allah Azza wa Jalla:
اَلَّذِيْنَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ اِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوْا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ اِيْمَانًاۖ وَّقَالُوْا حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ
“(yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan, “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, Maka Perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: “Cukuplah Allah menjadi penolong Kami dan Allah adalah Sebaik-baik Pelindung”. [Ali Imrân/ 3:173]
Para Ulama Ahlussunnah menjadikan ayat ini sebagai dasar mengenai bertambah dan berkurangan iman, sebagaimana pernah ditanyakan kepada Imam Sufyân bin ‘Uyainah rahimahullah, “Apakah iman itu bertambah atau berkurang? Beliau rahimahullah menjawab, “Tidakkah kalian mendengar firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, ‘Maka Perkataan itu menambah keimanan mereka’”. (Ali Imrân/3:173) dan firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, ‘Dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk’.(al-Kahfi/19:13) dan dalam beberapa ayat lainnya?”. Ada yang bertanya, “Bagaimana bisa berkurang?”. Beliau rahimahullah menjawab, “Tidak ada sesuatu yang bisa bertambah kecuali ia juga bisa berkurang”
b. Firman Allah Azza wa Jalla :
وَيَزِيْدُ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اهْتَدَوْا هُدًىۗ وَالْبٰقِيٰتُ الصّٰلِحٰتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَّخَيْرٌ مَّرَدًّا
“Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. Dan amal-amal shaleh yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu dan lebih baik kesudahannya”. [Maryam/19:76]
Syaikh `Abdurrahmân as-Sa’di rahimahullah menjelaskan tafsir ayat ini dengan menyatakan, “Terdapat dalil yang menunjukkan bertambah dan berkurangannya iman, sebagaimana pendapat para Salafush-Shâlih. Hal ini dikuatkan juga dengan firman Allah Azza wa Jalla :
وَيَزْدَادَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِيْمَانًا
“Dan supaya orang yang beriman bertambah imannya” [al-Mudatstsir/74:31]
c. Firman Allah Azza wa Jalla:
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اِذَا ذُكِرَ اللّٰهُ وَجِلَتْ قُلُوْبُهُمْ وَاِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ اٰيٰتُهٗ زَادَتْهُمْ اِيْمَانًا
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya)”. [al-Anfâl/8:2]
Juga dikuatkan dengan kenyataan bahwa iman itu adalah perkataan kalbu dan lisan, amalan kalbu, lisan dan anggota tubuh. Juga kaum Mukminin sangat bertingkat-tingkat dalam hal ini.
d. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لاَ يَزْنِيْ الزَّانِيْ حِيْنَ يَزْنِيْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلاَ يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِيْنَ يَشْرَبُ
e. Dari kalangan Tâbi’in, di antaranya: Abu al-Hajjâj Mujâhid bin Jabr al-Makki (wafat tahun 104 H) menyatakan:
الإِيْمِانُ قَوْل وَ عَمَلٌ يَزِيْدُ وَ يَنْقُصُ
Iman itu adalah perkataan dan perbuatan, bertambah dan berkurang.
Abu Syibl ‘Alqamah bin Qais an-Nakhâ’i (wafat setelah tahun 60 H) berkata kepada para sahabatnya:
امْشُوْا بِنَا نَزْدَدُ إِيْمَانًا
Berangkat kita menambah iman.
f. Kalangan Tabi’ut Tâbi’in, di antaranya: Abdurrahmân bin ‘Amru al-‘Auzâ’i (wafat tahun 157 H) menyatakan:
الإِيْمِانُ قَوْل وَ عَمَلٌ يَزِيْدُ وَ يَنْقُصُ فَمَنْ زَعَمَ أَنَّ الإِيْمِانَ لاَ يَزِيْدُ وَ لاَ يَنْقُصُ فَاحْذَرُوْه فَإِنَّهُ مُبْتَدِعٌ
Iman adalah perkataan dan perbuatan, bertambah dan berkurang. Siapa yang menyakini iman itu tidak bertambah dan tidak berkurang, maka berhati-hatilah terhadapnya karena ia adalah seorang ahli bid’ah.
Beliau juga ditanya tentang iman, apakah akan bertambah? Beliau menjawab, “Ya, hingga menjadi seperti gunung”. Beliau ditanya lagi, “Apakah akan berkurang?” Beliau rahimahullah menjawab, “Ya hingga tidak sisa sedikit pun darinya.”
g. Imam Fikih yang Empat (Aimmah Arba’ah), di antaranya: Muhammad bin Idris asy-Syâfi’i rahimahullah menyatakan:
الإِيْمِانُ قَوْل وَ عَمَلٌ يَزِيْدُ وَ يَنْقُصُ
Iman itu adalah perkataan dan perbuatan, bertambah dan berkurang
Ahmad bin Hanbal rahimahullah menyatakan, “Iman itu sebagiannya lebih unggul dari yang lainnya, bertambah dan berkurang. Bertambah dengan beramal dan berkurang dengan meninggalkan beramal, karena perkataan adalah yang mengakuinya.
Demikianlah pernyataan dan pendapat para Ulama Ahlussunnah seluruhnya, sebagaimana dijelaskan Syaikh Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam pernyataan beliau, “Para Salaf telah berijmâ’ bahwa iman adalah ucapan dan perbuatan, bertambah dan berkurang”.
Dari Umair bin Habib, berkata, “Iman itu bertambah dan berkurang.”
Beliau ditanya, “Apa tanda bertambah dan berkurangnya?”
Beliau menjawab, “Jika kita ingat Allah azza wa jalla, lalu memuji dan menyucikan-Nya, itulah bertambahnya. Apabila kita lalai, melupakan, dan tidak menghiraukan-Nya, itulah tanda berkurangnya.” (Riwayat Imam Abu Utsman ash-Shabuni rahimahullah dalam ‘Aqidatus Salaf Ashabil Hadits h 266)
Dari sini jelaslah kesalahan orang yang menganggap masalah bertambah dan berkurangnya iman sebagai masalah khilâfiyah di antara Ulama Ahlussunnah. Wallâhu a’lam.
Baca sambungan di halaman 3: Hakikat Iman, Kedua sampai Keenam